Sabtu, 25 Oktober 2008

Ukhti, Yakinlah Jodohmu Kan Datang....


Perawan tua! Wuih, sadis banget…Yup, itulah julukan yang diberikan untuk kaum hawa yang belum menikah di usia ‘senja’. Ketika saya mengikuti sebuah acara perlombaan anak-anak TPA di daerah Bantul, saya bertemu dengan seorang sosok wanita yang saya pikir waktu itu adalah seorang guru yang sekaligus ibu rumah tangga.
Tampilan sederhana dengan jilbab yang menjulur ke dadanya. Kebetulan, kami menjadi juri pada lomba yang sama. Untuk menghindari kekakuan, saya mencoba memperkenalkan diri dan sedikit berbincang dengan beliau. Beliau seorang guru TK kelahiran tahun 1969. Dengan usia yang sekian, saya berpikir beliau telah berkeluarga dengan beberapa orang anak. Ketika saya Tanya “putra pinten bu?” (punya anak berapa bu?-jawa) beliau menjawab, “dereng nikah mba, mboten payu”.(belum menikah mba, ngga laku-jawa)…Terkejut sekali saya waktu, ditambah rasa bersalah kalau pertanyaan saya tadi menyinggung perasaan beliau. Alhamdulillah, beliau tidak tersinggung malah kami bisa semakin akrab.
Sosok lain, saya teringat murobbiyah-murobbiyah saya. Di tengah kesibukan yang ekstra padat, mereka masih meyempatkan waktu untuk membina kami. Dari ketiga akhawat yang pernah menjadi murobbiyah saya (selamanya akan tetap menjadi murobbiyah saya) semuanya belum menikah. Mereka rata-rata sudah berumur 25-up. Untuk lingkungan kampus, usia sekian tentu bukan menjadi masalah ketika belum menikah. Tetapi, ketika pulang ke kampung halaman dengan hidup bertetangga tentu akan menimbulkan pertanyaan yang kurang mengenakkan. Kapan nikah mba? Itu pertanyaan yang kerapkali terdengar. Bahkan saya yang ‘baru’ berusia 22 tahun pun tidak lepas dari pertanyaan tersebut ketika saya sudah pulang kampung. Menyegerakan menikah adalah sesuatu ayng dianjurkan. Akan tetapi ketika jodoh belum juga datang, apakah itu sesuatu hal yang harus dipaksakan?
Saya teringat satu nasehat dari seorang ustadz di Yogya ketika mengikuti kajian pagi hari di Masjid Mardliyah. Beliau menyampaikan materi pernikahan. Salah satu pesan beliau, “Jadi akhawat jangan suka mancing-mancing ikhwan, misal dengan sms ‘koq ngga nikah-nikah akh’ dan sebagainya”. Beliau melanjutkan ketika akhawat berkepala 2 belum menikah itu sesuatu yang wajar. Ketika berkepala 3 belum menikah juga, mungkin Allah masih ‘menahan’ jodoh kita. Ketika sudah berkepala 4 dan belum menikah juga, mungkin laki-laki dunia belum ada yang ocok untuk kita dan seterusnya. Beliau menambahkan agar kita tidak berburuk sangka terhadap Allah.
Benar sekali, di tengah penantian panjang yang belum tahu kapan berujung tidak sedikit akhawat yang mulai putus asa. “Apa karena aku yang kurang cantik?” dan pertanyaan-pertanyaan retorik sejenis yang ada di kepala akhawat muslimah. Akhirnya, mereka mulai melakukan treatment untuk menjaga penampilan. Mereka tidak lagi enggan merogoh kocek hanya sekedar untuk antri di salon berjam-jam. Akibatnya, dana infak berkurang, jadwal dakwah terabaikan dan banyak sekali konsekuensi yang harus ditanggung ketika memutuskan untuk menjadi wanita yang ‘berbeda’.
Pola pikir akhawat yang seperti ini, bukan 100% kesalahan mereka. Kalau mau jujur, berapa banyak ikhwan yang ridho beristri akhawat ‘biasa’. Kebanyakan kaum ikhwan tentu akan pilih-pilih wanita untuk menjadi pendamping hidupnya. Amat disayangkan, sebab yang menjadi kriteria bukan sekedar agamanya yang oke, tapi juga harus cantik, putih, lulusan fakultas kedokteran (bukan karena saya alumni fakultas kehutanan lho…) dan seterusnya. Itu adalah sesuatu yang manusiawi tentunya, tapi tidak sedikit dari mereka yang tidak melanjutkan proses ta’aruf hanya karena salah satu kriteria duniawi itu tidak terpenuhi.
Jodoh, rezeki dan semua yang kita alami adalah atas kehendakNya. Ketika saya silaturrahim ke rumah seorang ustadzah di Boyolali, beliau berpesan tsiqoh saja terhadap Allah Karena pasti ia akan memeberi yang trebaik untuk hambanya. Saya jadi teringat pada Q.S Al-Baqarah ayat 216 “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.
Untuk para ukhti sholihah, yakinlah jika saatnya tepat “pangeran berkuda putih” itu akan datang menjemputmu.

Bila Kematian telah memanggil

Bila waktu telah memanggil
Teman sejati hanyalah amal
Bila waktu telah terhenti
Teman sejati hanyalah sepi
Sekiranya seperti itulah syair lagu religi yang diciptakan sekaligus dinyanyikan oleh Opick. Lagu yang mampu membuat bulu kuduk saya ikut merinding mendengarnya demi menghayati setiap untaian kata-katanya. Walau begitu saya tidak jera untuk me-replay MP3 yang sering saya dengar di sela-sela aktivitas sehari-hari.
Sesungguhnya tidak ada didunia ini yang paling saya resahkan selain “Kematian”. Ketika kematian pasti akan terjadi pada semua makhluk-Nya yang hidup. Kematian yang selalu menyimpan begitu banyak misteri yang sangat sulit ditembus dengan akal manusia yang sangat terbatas ini.
Dulu saya termasuk orang yang sangat tidak peduli dengan kematian. Saya berpikir kematian itu hal yang lumrah saja dan tidak perlu dipusingkan karena pasti menimpa siapa saja yang hidup. Sampai akhirnya.. Innalillahi wa innalillahi roji'un.. saya harus kehilangan seorang ayah tercinta (semoga almarhum diampuni semua dosa-dosanya). Allah Subhana wata'ala masih berkenan mengingatkan saya melalui perpisahan itu. Hati saya sedih karena perpisahan itu harus saya alami tanpa diberi kesempatan untuk bertemu yang terakhir kalinya, karena waktu itu saya masih harus tinggal di Hong Kong.
Tepat dibulan Ramadhan tahun 2006 ayah berpulang, meninggalkan kami semua. Pukulan yang cukup membuat saya tersadar akan arti kehidupan dan kematian. Begitu kehilangan dan merasa sangat berdosa karena sebagai anaknya saya merasa belum pernah mampu membahagiakannya apalagi membalas jasa-jasa beliau semasa hidupnya.
Belum lama saya harus belajar menerima kehilangan ayah, kembali saya harus mendapatkan kabar meninggalnya seorang teman saya yang belum lama bekerja di Taiwan, disinyalir kematiannya itu karena sakit yang dideritanya semenjak di Indonesia. Dia seorang teman yang saya kenal saat masih sama-sama bekerja di Hong Kong. Tidak terlalu dekat namun sempat akrab beberapa saat menjelang kepulangannya ke Indonesia dulu sampai akhirnya dia mendaftarkan diri untuk mencoba peruntungannya di negeri Taiwan itu. Cita-citanya untuk berikhtiar agar bisa merubah hidupnya harus kandas karena ajal tidak bisa ditunda untuk segera menjemputnya.
Melalui kejadian itu semua, saya mulai tergugah untuk lmulai membaca-baca buku pengetahuan tentang kehidupan setelah kematian. Saya mulai mencari-cari buku yang bisa membantu saya meredakan rasa penasaran saya tentang apa sebenarnya yang terjadi setelah kematian menimpa, setelah nafas terhenti dan jantung tak berfungsi lagi. Ketika jasad mulai ditimbun dengan tanah, lantas jasad itu benar-benar sendiri dan hanya berteman dengan amalan-amalan semasa hidupnya. Sering pula saya ketakutan membayangkan bila hal serupa menimpa saya padahal saya merasa belum siapkan diri dengan amalan yang ada. Namun semua adalah kuasa-Nya. Tidak ada daya kita untuk menolaknya.
Kini saya semakin menyadari cinta Allah Subhana wata’ala kepada saya, sampai detik ini masih diberikan kesempatan untuk terus memperbaiki diri dari semua dosa yang pernah saya lakukan. Sampai detik ini diberi-Nya kemudahan untuk terus bermunajad memohon ampunan dan syawal ini, semoga dosa-dosa terampuni dan kembali menjadi hamba yang fitrah . Amin amin ya rabbal ‘alamin..
"Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan." (Q.S.AL MUNAAFIQUUN ayat 11)

Kamis, 23 Oktober 2008

MENGGAIRAHKAN KEMBALI GJDJ


I. PENDAHULUAN
Sesungguhnya da’wah kepada agama Allah SWT merupakan jalan yang ditempuh oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya. Adapun misi da’wah itu sesungguhnya adalah mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang, dari kekufuran menuju keimanan, dari kesyirikan menuju tauhid dan dari neraka menuju syurga. Allah Berfirman :

Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan Aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". ( QS Yusuf : 108 )
Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", … ( QS An Nahl : 36Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku". ( QS Al Anbiya’ : 25 )
Konsepsi dan manifestasi dakwah harus bisa merangkum dimensi kerisalahan, kerahmatan, dan kesejarahan dalam kehidupan manusia. Sebagai program jangka panjang, gerakan dakwah membutuhkan banyak sarana, metode, dan penunjang yang mesti diupayakan berjalan sinergis, integral, dan saling melengkapi dalam upaya mewujudkan kemaslahatan hidup umat manusia.
Sebagai organisasi Islam, sejak awal Muhammadiyah telah menjadikan dakwah sebagai salah satu misi dan agenda kerja utama. Dakwah yang dijalankan oleh Muhammadiyah hingga sekarang tetap berlandas pada AL Qur’an dan As Sunnah Shahihah. Motivasi dakwah yang lil-Lahi Ta’ala itu digerakan melalui berbagai media maupun metode, baik kepada umat ijabah maupun umat dakwah, untuk menghantarkan manusia kepada kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat. Karena kuatnya misi dakwah yang dilakukan gerakan ini, maka Muhammadiyah menegaskan identitasnya sebagai gerakan Islam dakwah amar ma’ruf nahi munkar.
II. EMPAT LANGKAH AWAL DAKWAH
Menurut pemikiran KH. Ahmad Dahlan, Muhammadiyah adalah wujud konkret dari realisasi pesat Al Qur’an untuk berpegang teguh pada agama Allah, bersikap dan menifestasikan taqwa, serta selalu mengajak kepada Islam. Allah berfirman :
Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” ( QS Ali Imran : 101 – 104 )
Dalam keyakinan KH. Ahmad Dahlan, orang yang telah mampu memhami Islam sebagai risalah Allah, akan mewujudkan ajaran – ajaran Islam melalui perjuangan dengan menggunakan seluruh kemampuannya untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sebagai konsep hidup ditengah – tengah masyarakat, sehingga cita – cita mengenai baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur ( masyarakat utama, adil makmur yang diridlai Allah SWT) dapat terwujud. Kunci utama dalam keseluruhan usaha tersebut adalah keharusan bagi umat untuk melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar.
Ayat diatas mengisyaratkan pengarahan Allah berupa empat langkah pokok yang harus ditempuh dan diupayakan secara terus menerus guna mewujudkan masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah. Keempat langkah tersebut :
1. Pembinaan masyarakat muslim diatas nilai – nilai ketaqwaan yang sebenar – benarnya sehingga seluruh aspek kehidupan manusia mencerminkan keteguhan pada syari’at Islam.
2. Umat harus didorong gar berkemmpuan memahami dan menjabarkan seluruh ajaran Agama Islam, dan menjadikannya sebagai konsepsi hidup secara konkret, jelas dan lengkap.
3. Diperlukan usaha keras untuk menghimpun potensi umat secara total, kompak dan diorganisasi secara baik.
4. Membangun kemampuan melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar terhadap masyarakat pada umumnya dengan metode yang tepat sehingga ajaran – ajaran agama Islam dapat diwujudkan dalam masyarakat.
Dilatarbelakngi pemikiran dan usaha konkret KH. Ahmad Dahlan yang telah dikerjakannya itu, maka Muktamar ke – 38 tahun 1971 di Makassar akhirnya menetapkan keputusan “ dalam membina masyarakat dengan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar, untuk mencapai maksud dan tujuannya yang paling tepat adalah mengadakan gerakan jama’ah dan dengan dakwah jama’ah.”

III. PENGERTIAN GERAKAN JAMAAH DAN DAKWAH JAMAAH
Beberapa point dibawah ini meruapakan pengertian seputar Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah ( GJDJ ) :
1. Pengertian Jama’ah disini adalah sekelompok keluarga / rumah tangga dalam satu lingkungan tempat tinggal dan merupakan satu ikatan yang dijiwai kesadaran hidup berjama’ah, yang pembentukan dan pembinaanya diusahakan oleh anggota Persyarikatan.
2. Jamaah merupakan organisasi informal yang tidak perlu membawa – bawa nama Muhammadiyah, karena jama’ah adalah lembaga masyarakat, bukan eselon Persyarikatan.
3. Inti Jamaah adalah sekelompok anggota Muhammadiyah yang mengambil inisiatif membentuk dirinya sebagai potensi penggerak.
4. Pembinaan kepada jama’ah dilakukan dengan cara dakwah jama’ah. Dakwah jama’ah ini menjadi suatu system dakwah, yang aktifitas dakwahnya bertumpu sepenuhnya kepada mutu, kegiatan, dan pengorganisasian anggota Persyarikatan seumumnya tanpa kecuali.
Berdasarkan pengertian diatas, maka GJDJ itu bergerak pada basis kelompok – kelompok umat. Dengan kata lain bisa disebutkan, bahwa GJDJ merupakan gerakan dakwah yang berbasiskan komunitas atau satuan unit masyarakat untuk menata dan mewujudkan alam kehidupan yang lebih baik, sesuai dengan perintah dan Sunah-Nya. Dihitung berdasarkan jumlah jama’ah, idealnya GJDJ terdapat sepuluh sampai lima belas kepala keluarga. Melalui dan di dalam komunitas – komunitas tersebut, warga dan aktifis Muhammadiyah bisa menjalankan kewajiban dakwahnya.
IV. PRINSIP – PRINSIP PENGEMBANGAN GJDJ
Sebagai sebuah konsep dan strategi dakwah, maka untuk menjalankan dan mengembangkan GJDJ ini dibutuhkan gagasan dan perencanaan yang bisa diterapkan. Pokok – pokok pikiran berikut perlu dipertimbangkan sebagai prinsip – prinsip pemgembangan kegiatan GJDJ dalam rangka pemberdayaan umat dan komunitas masyarakat :
1. Fokus utama pengembangan kegiatan dan dakwah jamaah harus diarahkan untuk memperkuat kemampuan masyarakat local ( komunitas ) dalam memobilisasi sumber – sumber local dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Satuan social yang dipilih adalah berdasarkan lokalitas ( ruang local ), sebab warga akan lebih siap diberdayakan melalui isu – isu lokal.
Pengertian lokal adalah tempat orang berada untuk berkreasi dan mengembangkan diri di sebuah tempat. Dalam konteks lokal , warga akan berinteraksi satu dengan yang lain dengan intensitas yang hampir bersinggungan dan biasanya mereka terikat secara geografis maupun organisasional. Satuan lokal itu bisa berupa RT, kelompok pengguna air (irigasi) kelompok tani, kelompok arisan, kelompok pengajian, dan organisasi – organisasi yang menjadi tumbuhnya pengembangan dan interaksi pribadi masyarakat. Inisiatif dan penentuan kebutuhan warga dibuat di tingkat lokal oleh warga setempat melalui proses partisipatif.
2. Pengembangkan kegiatan dan dakwah jamaah harus mengakui adanya variasi dan perbedaan, baik antar aktor yang terlibat maupun variasi potensi dan permasalahan lokal yang tidak sama. Satuan pengambil keputusan bukanlah sosok yang tunggal, melainkan prural yang mencakup individu, keluarga, birokrasi local, perusahaan – perusahaan yang berskala kecil, dan organisasi – organisasi kemayarakatan lokal. Semua aktor tersebut akan berpartisipasi dan memobilisasi sumber – sumber pembangunan / potensi lokal yang sangat variatif.
3. Cara mencapai tujuan bersama program pengembangan jama’ah dilakukan melalui proses pembelajaran sosial ( social learning ). Pengembangan kemampuan dilakukan melalui proses interaksi dalam memecahkan persoalan bersama secara langsung. Komunitas didorong terus menerus untuk belajar aktif melalui pengalaman empirik dan aksi sehingga dapat membangun kapasitas komunitas dalam memahami, mengidentifikasi, serta memformulasikan potensi yang dimilikinya, merumuskan permasalahan yang dihadapinya, penyusunan alternatif – alternatif pemecahan masalah yang perlu dilakukan.
Dalam hal ini peran fasilitator adalah sebagai agen perubahan dan organisator dalam rangka menumbuhkan kesadaran kritis, melatih ketrampilan, dan meningkatkan kepercayaan diri warga komunitas. Di satu sisi, komunitas pembelajar demikian akan dapat memunculkan sikap kerja yang dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing mereka dan meningkatkan kecerdasan kolektif komunitas; disisi lain, dapat memperkokoh solidaritas dan persaudaraan antar warga dalam komunitas.
4. Untuk menjamin efektifitas program, berbagai bentk kegiatan dan dakwah jama’ah dalam rangka pemberdayaan masyarakat harus terorganisasikan, terkoordinasikan, dan terintegrasikan dengan rapi, cermat, dan berkelanjutan dalam satuan – satuan sosial wilayah tempat tinggal. Dengan demikian semua kegiatan masyarakat yang terorganisasikan (organized community activities ), dan bukan merupakan fragmen – fragemen kegiatan yang berserak dan terpisah.

V. PENUTUP
Sebagi gerakan Islam dakwah amar ma’ruf nahi munkar, Muhammadiyah menjadikan aktifitas dakwah sebagai bagian tak terpisahkan dari selurauh program dan agenda aksinya. Diera modern ini, Muhammadiyah juga dituntut untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas dakwahnya termasuk strategi dan metodenya. Sebab kalau kita berdakwah secara konvensional ( bertabligh secara umum) maka tentu kita akan ketinggalan dengan dakwahnya para penentang Syari’at Islam melalui media massa. Diperlukan inovasi dan kreasi dalam mengembangkan dakwah, Gerakan Jama’ah dan Dakwah Jamaah (GJDJ) adalah salah satu strategi ( metode ) yang ditemukan oleh Muhammadiyah, namun belum mampu diaplikasikan di tengah masyarakat karena beberapa factor. Diantara factor tersebut adalah ; kurang percaya dirinya sebagian kader / aktifis Muhammadiyah untuk melaksanakan program ini, kurangnya sosialisasi tentang konsep dakwah ini, kurangnya Juklak dan Juknis di tingkat lapangan, kurangnya pelatihan tentang konsep dakwah ini.
Mudah – mudahan sedikit informasi ini mampu membangkitkan semangat dan memompa potensi kita untuk menjalankan misi gerakan kita sebagai Gerakan Islam amar ma’ruf nahi munkar sehingga terwujud masyarakt utama, adil makmur yang diridloi Allah.

Minggu, 19 Oktober 2008

Bahaya Penyimpangan Pada Aqidah


Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh seseorang berakibat
fatal dalam seluruh kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai
kesengsaraan yang tidak berkesudahan di akherat kelak. Dia akan berjalan tanpa
arah yang jelas dan penuh dengan keraguan dan menjadi pribadi yang sakit personaliti.
Biasanya penyimpangan itu disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya:
1. Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian
dan perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang
aqidah yang benar.
2. Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah
yang benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan
menerima aqidah yang dibawa oleh para Nabi dalam Surat Al-Baqarah 170 :

"Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutlah apa yang telah diturunkan
Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa
yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." (Apabila mereka
akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu
apapun, dan tidak mendapat petunjuk."
3. Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi
yang tepat sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh
panutannya sesat, maka ia ikut tersesat.
4. Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh yang sudah meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan. Hal itu karena menganggap mereka sebagai penengah/arbiter antara dia dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yang artinya:
Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr".( QS Nuh : 23 )


5. Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajaran Islam disebabkan silau terhadap
peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir
dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima
tingkah laku dan kebudayaan mereka.
6. Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam, sehingga anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan yang artinya: "Setiap anak terlahirkan berdasarkan fithrahnya, maka kedua orang tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya, atau memajusikannya" (HR: Bukhari). Apabila anak terlepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan dipengaruhi oleh acara / program televisi yang menyimpang, lingkungannya, dan lain sebagainya.
7. Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan keagamaan seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam pelajaran agama, itupun dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass media baik cetak maupun elektronik banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya secara besar-besaran. Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari hal-hal yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan Aqidah Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan dunia dan akherat kita, Allah SWT berfirman :
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.” ( QS An Nisa’ : 69 )

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan.” ( QS An-Nahl : 97 )

Kamis, 16 Oktober 2008

Agama dan Problematika Remaja


Masa-masa remaja adalah masa yang paling indah, namun penuh dengan pergolakan dan problematika hidup. Remaja juga dipandang sebagai salah satu masa proses pencarian identitas diri. Remaja merupakan suatu fase pertumbuhan dan perkembangan yang akan dihadapi oleh setiap manusia, sebagai ciptaan Allah. Dikatakan remaja, karena ia telah melewati usia anak-anak dan akan memasuki usia dewasa.

Untuk itu, usia remaja kadang disebut banyak orang sebagai masa-masa transisi yang penuh dengan ketidaktentuan dan ketidakpastian. Pada masa-masa ini, seorang remaja dihadapkan kepada godaan atau tarikan-tarikan perbuatan yang serba tidak menentu dan tidak jelas. Apakah ia akan melakukan pekerjaan yang mengarah kepada kebaikan, atau ia akan mengerjakan perbuatan yang menjerumuskan dirinya kepada keburukan.

Sejak dulu kala, para remaja atau kaum pemuda menjadi harapan masa depan bangsa. Di atas pundaknyalah, masa depan bangsa ini dipikulkan. Mereka dapat dipastikan akan menjadi pengendali, penentu, dan pemimpin masa depan. Karena, merekalah yang akan menggantikan generasi-generasi pendahulu mereka. Dengan demikian, tugas dan tanggung jawab mereka sangat berat. Bagaimana Islam memandang problematika dan masa depan remaja?

Remaja di jalan Allah

Pertumbuhan dan perkembangan seseorang dapat dilihat dari segi pembatasan usia, yang bisa dibagi dua fase: sebelum dan setelah akil balig. Bagi seorang wanita, akil balig ditandai dengan keluarnya darah haid, sedangkan bagi laki-laki ditandai dengan keluar sesuatu dari alat kelaminnya saat mimpi basah. Atau, kalau misalnya tidak mengalami haid dan mimpi basah, maka fase akil balig ditandai oleh usia tertentu yaitu maksimal lima belas tahun. Pandangan batas usia akil balig yang akan dialami oleh seseorang, baik laki-laki maupun perempuan, ini dikemukakan oleh banyak ulama.

Namun, batas usia bagi akil balig seperti disebutkan di atas akan membawa konsekuensi, bahwa seseorang seusia tersebut-yang biasa juga disebut remaja, akan dianggap sebagai mukallaf yang terkena beban taklif: kewajiban dan larangan. Maka, bila ia melakukan kebaikan-sekalipun ia masih remaja, seperti dilakukan orang dewasa, maka ia akan mendapatkan pahala sebagaimana dijanjikan Allah. Begitu juga sebaliknya. Bila ia melanggar perintah-perintah Allah, maka ganjaran yang akan ia peroleh adalah dosa, yang sebenarnya berasal dari dirinya sendiri.

Islam menempatkan kalangan remaja kepada kedudukan yang istimewa dan sangat khas. Banyak hadis Nabi Muhammad dan pernyataan para hukama yang memperlakukan remaja sebagai masa-masa yang istimewa dan khusus. Dalam sebuah hadis Rasulullah yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim, misalnya, disebutkan, bahwa ada tujuh kelompok orang yang akan diberikan perlindungan Allah pada hari akhir nanti, dan tiga dari tujuh kelompok tersebut adalah golongan remaja-meskipun yang bukan remaja juga bisa termasuk di dalamnya.

Di dalam ketujuh kelompok itu ada seorang pemuda yang tumbuh dan berkembang di jalan ibadah kepada Tuhan. Seorang pemuda ini dapat dikatakan istimewa, karena dalam usianya yang penuh gejolak yang biasanya menjauh dari jalan Tuhan, ia malah memilih untuk hidup di jalan ibadah kepada Allah. Sangat jarang memang ditemukan seorang pemuda menentukan pilihan hidupnya untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Di dalam ketujuh kelompok itu juga ada dua orang remaja yang saling mencintai karena Allah. Mereka berkumpul dan berpisah karena Allah. Ketiga tipologi pemuda atau remaja yang digambarkan hadis Rasulullah ini seharusnya menjadi rujukan baik bagi remaja masa kini. Ada lagi profil remaja yang sebaiknya dijadikan referensi bagi remaja. Yaitu, seorang remaja laki-laki menolak undangan atau ajakan seorang gadis atau remaja perempuan yang mempunyai kedudukan dan kecantikan, karena ia belum menjalin ikatan pernikahan, dan dengan alasan "Aku takut kepada Allah" (inni akhafullah). Juga sebaliknya. Seorang gadis atau remaja perempuan menolak rayuan remaja laki-laki, karena alasan yang sama, yaitu takut kepada Allah. Penolakan semacam itu bukan karena jual mahal atau sebagainya. Remaja dengan tipologi seperti itu, baik laki-laki maupun perempuan, akan mendapat jaminan perlindungan dari Allah. Inilah contoh yang digambarkan Rasulullah buat para remaja, yang menjadi rujukan hasanah bagi remaja masa kini. Seorang remaja masih tetap berada dalam jalur-jalur kebenaran dari Allah, meskipun ia sering mengalami gejolak diri yang kadang menjurus kepada keburukan.

Sebuah rambu buat remaja

Keluarga sebetulnya mempunyai peran besar untuk membentuk karakter dan profil remaja ideal dambaan umat, seperti digambarkan hadis Nabi Muhammad. Di dalam keluargalah, seorang remaja tumbuh, berkembang, berkreativitas, berinovasi, dan menanam pahala-pahala yang dapat dinikmati di kemudian hari. Tanpa perhatian dan bimbingan keluarga, bisa jadi perjalanan hidup seorang remaja tidak terarah dan tanpa tujuan yang jelas.

Dalam dunia pendidikan, proses mendidik seseorang, termasuk juga para remaja untuk bertanggung jawab bukanlah pekerjaan yang instan, seperti membalik telapak tangan. Proses pendidikan sangat membutuhkan waktu yang cukup lama, yang bisa berlangsung sejak seorang manusia berada di dalam kandungan hingga masa kematian menjemputnya. Proses pendidikan seseorang berlangsung terus-menerus tanpa henti-hentinya, kecuali ia mencapai waktu ajalnya.

Islam, misalnya, memerintahkan setiap orang untuk mendidik anak-anaknya yang berusia dini untuk mendirikan shalat. Pendidikan semacam ini merupakan bagian dari latihan tanggung jawab kepada Allah, dan sebagai latihan disiplin bagi anak-anak. Proses latihan tanggung jawab dan disiplin ini sangat penting bagi seorang anak untuk menanamkan pendidikan pada masa-masa remaja di kemudian hari.

Selain itu, keluarga juga bertanggung jawab untuk mengarahkan para remajanya yang sedang berada di tengah-tengah pergaulan sesama mereka. Selama ini, banyak pergaulan remaja, khususnya di kota-kota besar, tidak berlandaskan rambu-rambu agama. Kita misalnya sering melihat seorang remaja laki-laki dan perempuan berjalan berduaan, padahal mereka belum menikah. Tangan mereka bergandengan mesra, bahkan, berciuman-seperti sering terjadi ketika remaja-remaja kita merayakan valentine day setiap setahun sekali.

Sebenarnya, Islam tidak membenarkan mereka berduaan-sekalipun mereka tidak melakukan hal-hal yang 'tidak diinginkan'. Islam melarang seorang pemuda dan seorang gadis berduaan tanpa ikatan pernikahan. Islam juga tidak memperbolehkan dan memperkenankan mereka berduaan di dalam masjid, sekalipun mereka sama-sama melakukan iktikaf. Karena, perbuatan tersebut dikhawatirkan dapat mendatangkan bahaya, baik bagi dirinya maupun lingkungan keluarga mereka.

Alquran telah memberi rambu-rambu dan pedoman yang jelas bagi seorang laki-laki dan wanita yang bukan 'muhrim' dalam bergaul. Pergaulan antarremaja, khususnya bagi kalangan remaja laki-laki dan remaja perempuan, memiliki aturan yang jelas dan ketat. Allah berfirman, "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.' Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya'". (QS. Al-Nuur, 24: 30-31).

Demikian aturan pergaulan antara remaja laki-laki dan remaja perempuan. Peraturan tegas tersebut seharusnya dipatuhi oleh para remaja kita sekarang. Remaja ideal adalah remaja yang berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Islam. Remaja semacam ini menjadi harapan besar bagi kebangkitan Islam. Melanggar peraturan tersebut, berarti kita tidak mematuhi ajaran-ajaran yang digariskan Alquran. Wallahu a'lam.

Islam menempatkan kalangan remaja kepada kedudukan yang istimewa dan sangat khas. Banyak hadis Nabi Muhammad dan pernyataan para hukama yang memperlakukan remaja sebagai masa-masa yang istimewa dan khusus.

Meneladani Kepemimpinan

Makna Keteladanan
Ayat 21 dari Surat Al-Ahzab yang sangat terkenal (“laqod kana lakum fi Rasu-lullahi uswatun hasanah, liman kana yarjullaha wal yaumal-akhira wadzaka-rallaha katsira”) ini sering dipotong oleh para pencera-mah/ muballigh, dalam menerangkannya dicu-kupkan hanya sampai pada “uswatun hasanah”, sehingga maknanya menjadi kurang berbobot, sebab dua kalimat yang terpadu dalam satu ayat ini adalah satu rangkaian yang mestinya diung-kap secara utuh. Memang maksudnya pence-ramah mengungkap sampai uswatun khasanah itu untuk menampilkan bahkan menonjolkan Nabi Muhammad Saw. sudah cukup baik. Namun, karena terpotong lalu menjadi agak pincang. Orang mungkin kagum dengan ketela-danan beliau, tetapi nampaknya belum ada upaya bagaimana kemudian bisa meneladani beliau. Ayat “liman kana yarjullah” dan seterus-nya itu memberi makna yang dalam bahwa keteladanan uswah khasanah Nabi itu “liman”. “Li” yang kita kenal sebagai harfuj-jar itu bermakna adamul khasr. Uswah khasanah teladan Nabi itu hanya untuk orang yang mengharap ridhanya Allah dan hari kemudian, ditandai dengan banyaknya ingat kepada Allah. Artinya, orang yang memang berniat untuk meneladani beliau adalah orang yang mendam-bakan ridhanya Allah. Nonsens orang menela-dani Nabi tidak mendapati yang namanya ridhanya Allah. Ungkapan mengharap ridhanya Allah ini penting sekali sebab terutama orang zaman sekarang dalam meneladani orang itu biasanya dalam hal-hal yang pragmatis. Disinilah kita bisa menangkap isyarat mengapa perlu diungkap secara utuh. Hanya orang yang mengharap ridha Allah yang siap meneladani uswah khasanah Rasulullah Saw.
Dalam sepak terjang perilaku orang, nam-paknya tidak kelihatan upaya untuk mene-ladani beliau itu kemudian bisa diduga siapa yang dicari, yang dituju dan dimaksud dengan sema-ngat kiprah perjuangannya katakanlah, khusus-nya, dalam Muhammadiyah.
Dalam bentuk operasional kita melihat satu keteladanan yang bagus sekali ketika Nabi merasakan betapa beratnya tantangan dakwah di Mekah yang kemudian beliau alihkan sasaran-nya ke Thaif, yang biasa disebut dengan Hijrah Dakwah yang pertama. Setelah sekian lama hanya menangani dakwah di Mekah, beliau ber-niat menuju ke Thaif, dengan didampingi oleh Zaid bin Tsabit selaku sahabat dan anak angkat hadiah perkawinannya dengan Hadijah. Namun, rupanya niat keberangkatan beliau tercium oleh Abu Jahal. Abu Jahal segera mengontak pendu-duk Thaif tentang berita kedatangan Muham-mad. Begitu sampai di Thaif di sana telah siap sejumlah ‘preman’ dan ‘anak-anak jalanan’ dengan batu lemparan dan alat pemukul. Nabi belum sempat menyeru kepada umat di Thaif, sambutan yang didapatkan adalah lemparan batu. Walaupun Zaid mencoba melindungi tubuh Nabi dengan badannya agar tidak terkena lemparan, tetapi karena banyaknya lemparan dari sejumlah preman itu Nabi menga-lami luka berdarah. Berdua kemudian mereka meninggal-kan kota Thaif.
Di perjalanan pulang itu mereka ditemui Malaikat Jibril. Kita tahu Malaikat Jibril itu tidak pernah punya keinginan, maka ia tidak bisa marah. Namun, kali itu nampaknya Jibril ada kelainan. Melihat Muhammad dianiaya sebegitu rupa oleh penduduk Thaif, Jibril mena-warkan kepada Muhammad sekiranya beliau menghendaki, dua gunung yang mengapit kota Thaif akan dipertemukannya untuk melumatkan penduduk Thaif. Tetapi, menarik sekali jawaban Nabi, “Jangan, Aku berharap generasi mudanya yang akan menerima Islam”. Kalimat ini penting kaitannya dengan masalah keteladanan.
Di lembaga amal usaha Muhammadiyah, terutama di bidang pendidikan, cukup dipahami, misalnya di UMM, UMS atau di mana saja termasuk di UM Makassar, dari sekian puluh mahasiswa, walaupun saya tidak pernah masuk ke kampus UM Makassar, saya berani me-ngatakan bahwa yang menjadi mahasiswa di sana 90 persen lebih bukan anaknya orang Muhammadiyah. Sebab anaknya Hasyim Muza-di pun ada di UM Malang. Di UMS atau UMY saya melihat betul, karena dulu pernah ada Mahasiswa UMY yang dipesantrenkan selama satu minggu secara bertahap sebanyak 10 angkatan, kebetulan saya menjadi pengisi tetap, itu 90 persen lebih shalatnya memakai ushalli dan ‘tidak ushalli’. Maksudnya, ‘tidak ushalli’ itu tidak shalat. Jadi karena itu jangan heran kalau anak-anak PRD itu kemudian ada di kampus-kampus Muhammadiyah.
Kembali ke ungkapan Rasulullah “Aku berharap kepada generasi mudanya yang akan menrrima Islam”, bahwa 90 persen mahasiswa PTM yang bukan anak Muhammadiyah itu, merah hijau agamanya dapat dikatakan berada di tangan Muhammadiyah. Silahkan orang tuanya tetap “dhalal”, tetapi hijau dan merahnya mahasiswa itu di tangan kita. Kalau mereka masuk di UMM dan PTM-PTM yang lain itu shalatnya memakai “ushalli” kemudian setelah tamat shalatnya masih memakai ‘ushalli’ berarti telah gagal pendidikan Muhammadiyah. Ini yang saya maksud mengapa kita perlu mencer-mati masalah keteladanan. Sebab, darimana lagi kita mengharapkan penerus kalau tidak dari sini. Setiap tahun 40 ribu sarjana diwisuda oleh PTM. Maaf, kalau kemudian saya bertanya: “Dari 40 ribu itu berapa yang menjadi Mujahid Dakwah Muhammadiyah?” Hal ini merupakan masalah yang cukup serius. Selama 5 sampai 6 tahun mereka di tangan kita, mau diapakan mereka selama itu. Pertanyaan ini merupakan pengantar untuk menuju upaya kita meneladani.

Kisah AR Sutan Mansur dan AR Fachruddin
Berikutnya, saya akan mengungkapkan dua figur di Muhammadiyah. Pertama, pendiri Mu-hammadiyah sendiri, kaitannya dengan masalah keteladanan, yaitu kisah Kyai Haji Ahmad Dahlan ketika memberi pengajian di Pekajangan Pekalongan. Ketika beliau sedang asyik me-nyampaikan pengajiannya, datang seorang alim, orang itu tertegun melihat pembicaraan Kyai Ahmad Dahlan. Baru sekali itu ia mendengar ada orang Jawa bisa berceramah seperti itu. Diperhatikannya secara seksama wajah dan gerak gerik serta mimik Kyai Dahlan ketika memberi pengajian tersebut. Ia lalu berpendapat bahwa Kyai Dahlan adalah seorang yang sangat alim, apalagi kemudian Kyai Dahlan mengaku sebagai seorang pimpinan organisasi Muham-madiyah yang baru didirikannya di Yogyakarta. Nampaknya, orang itu belum puas. Tanpa sepengetahuan Kyai Dahlan diikutinya Kyai Dahlan ketika kembali ke Yogyakarta. Dicari tahunya tempat biasanya Kyai Dahlan melak-sanakan. Shalat. Lalu, setengah jam sebelum Shubuh ia sudah menuju tempat tersebut untuk mengetahui jam berapa Kyai Dahlan datang ke Masjid. Ternyata Kyai Dahlan sudah berada di Masjid itu. Orang itu mengangguk-anggukkan kepalanya dan mengungkapkan komentarnya: “Pantas kalau Kyai Dahlan mengaku sebagai pimpinan Muhammadiyah”. Orang yang meng-awasi Kyai Dahlan itu tidak lain adalah Buya AR Sutan Mansur muda.
Masalah shalat, kelihatannya adalah soal sepele. Namun, tampaknya dalam hal inilah tolok ukurnya orang yang shaleh dan alim itu dapat dilihat. Keteladanan Kyai Dahlan dalam hal inilah yang antara lain menyebabkan banyak orang Minang kemudian masuk ke organisasi Muhammadiyah dan menyebarkan Muham-madiyah ke luar Jawa, sebab mereka terkenal sebagai para perantau. Buya Hamka adalah salah satu contohnya. Bertahun-tahum beliau me-ngembangkan Muhammadiyah di Pasangkayu Sulawesi Selatan. Kemudian Ghozali Sahlan, masuk ke belantara Sulsel dalam waktu yang cukup lama. Ini yang saya tahu persis bagai-mana orang Minang mengambil peran dalam Muhammadiyah di luar Jawa, yang berawal dari masalah keteladanan Kyai Dahlan di atas.
Tokoh yang kedua, yang sudah cukup kita kenal, paling tidak di layar kaca televisi, beliau adalah tokoh yang paling lama memimpin Muhammadiyah: Bapak AR Fachruddin. Maaf, di mata saya, Pak AR adalah satu-satunya seorang ketua PP Muhammadiyah yang sampai akhir hayatnya tidak memiliki rumah pribadi, hidup dengan sangat sederhana, dan segala kekuatan yang beliau miliki disumbangkan sepenuhnya untuk dakwah Islam. Seluruh tenaga, ilmu bahkan hartanya yang tidak seberapa disumbangkannya untuk kepentingan Islam.
Pak AR, saya sebut, adalah orang yang paling zuhud. Kalau beliau diminta ceramah di suatu tempat dan mendapatkan amplop, biasa-nya isinya habis diberikan kepada para karyawan kantor PP Muhammadiyah yang gajinya masih sangat kecil.
Para pengurus PP Muhammadiyah kalau sakit biasanya dilayani oleh Rumah Sakit Muhammadiyah, di Jogja oleh RSU PKU Mu-hammadiyah Yogyakarta dan kalau di Jakarta oleh Rumah Sakit Islam Jakarta. Suatu kali Pak AR sakit dan akan melakukan operasi Katarak. Pak AR tidak ingin PP Muhammadiyah tahu tentang sakitnya itu sehingga ia diberi fasilitas pengobatan gratis di RSU PKU. Namun, sebuah kelompok pengajian kecil di dekat rumahnya mengetahui dan mengumpulkan uang untuk membantu biaya operasi. Dari mereka terkum-pul uang sebanyak 600 ribu rupiah yang kemudian diserahkan kepada Pak AR.
Ketika selesai operasi, pengurus kelompok pengajian tadi diundang Pak AR. Beliau meng-ucapkan terima kasih dan menyerahkan sebuah bingkisan kepada pengurus pengajian tersebut yang ternyata isinya uang 300 ribu. Uang tersebut adalah sisa biaya operasi bantuan dari kelompok pengajian tersebut. Pak AR mengembalikan sisanya karena biaya operasinya hanya 300 ribu.
Suatu kali beliau didampingi oleh H. Ahmad Dimyati, seorang tokoh Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, menghadiri suatu acara Muhammadiyah di daerah Jawa Tengah. Oleh Panitia tempat tidur mereka berdua ditempatkan di sebuah ruang kelas di lantai yang diberi kasur. Pak Dimyati merasa penasaran, masak seorang ketua PP tidurnya ditempatkan hanya di lantai yang diberi kasur. Ketika Pak Dimyati bermak-sud mencari panitianya untuk mengadukan masalah ini, Pak AR dengan santai malah mengatakan: “Sudahlah, dengan begini saya malah enak, tidak mungkin jatuh dari tempat tidur”.
Inilah profil tokoh kita yang bernama AR Fachruddin. Bukan main kesederhanaan beliau. Sekarang ini kita kesulitan menemukan orang-orang yang seperti itu. Kalau toh ada hanya segelintir. Padahal Muhammadiyah telah ber-kembang sedemikian luas.

Tujuh Pelajaran Kyai Ahmad Dahlan
Perlu diketahui bahwa Kiyai Dahlan bermuhammadiyah hanya 11 tahun (!912-1923). Dan selama 11 tahun itu beliau baru sempat membumikan dan mengaplikasikan ayat-ayat Alquran tidak lebih dari 50 ayat.
Di tahun 1964, kami anak-anak muda yang kebetulan menjadi murid salah satu murid Kyai Dahlan yang paling muda (yakni Kyai Raden Haji Hadjid) membukukan pelajaran Kyai Dahlan dalam bentuk stensilan untuk menyong-song Munas Tabligh di Surabaya, menjelang Gestapu. Kami tahu persis bagaimana pelajaran Kyai Dahlan yang dicatat oleh Kyai Raden Haji Hadjid. Kyai Raden Haji Hadjid adalah satu-satunya murid yang sempat mencatat pelajaran-pelajaran Kyai Haji Ahmad Dahlan itu.
Yang saya tangkap, cara Kyai Haji Ahmad Dahlan dalam mengungkap ayat Alquran itu cukup menarik. Bayangkan, yang namanya pelajaran Alquran 100 tahun yang lalu, kira-kira seperti apa yang diajarkan di kalangan umat. Paling tinggi mungkin dengan terjemahan, itu sudah lumayan. Kalau pun ada tafsirnya, alhamdulillah. Sebab, yang banyak, Alquran itu hanya untuk hafalan. Namun, Kyai Dahlan, saya sebut, luar biasa dalam menangkap isyarat-isyarat ayat-ayat Alquran.
Ada surat pendek yang paling disenangi makmum kalau surat itu dibaca iman shalat tarawih, yaitu surat Wal-Ashri (Al-Ashr). Surat ini ternyata diajarkan oleh Kyai Dahlan kepada murid-muridnya selama 7 bulan. Dan nama Wal Ashri ini diabadikan dalam satu lembaga yaitu Pengajian Wal Ashri yang sampai sekarang masih ada.
Demikian pula dalam mengungkap surat Al-Maun. Kalau orang bisa mendengarkan kete-rangan tafsirnya saja dari Kyai Dahlan mungkin sudah mengangguk-angguk, tetapi lebih dari itu, ternyata kemudian malah melahirkan satu karya yang luar biasa, berupa karya sosial dan karya pendidikan, dengan mengungkapkan kandungan surat Al-Maun tersebut. Peristiwa ini cukup menggegerkan. Dulu, dikenal pula istilah “ge-gernya Ara’aital”. Alquran yang biasanya ha-nya untuk bacaan, oleh Kyai Dahlan diwujudkan dalam bentuk karya amal.
Konon, kata Cak Nur (Nurcholis Majid), yang pernah mengamati organisasi Islam baik di Indonesia maupun di dunia, organisasi Islam yang terbesar di Indonesia dan dunia adalah Muhammadiyah. Maksudnya, organisasi yang punya warisan yang membekas dalam bentuk amal itu tidak ada yang seperti Muhammadiyah. Bayangkan, perguruan tinggi yang dimiliki Muhammadiyah berjumlah 130 lebih. Setiap tahun 40 ribu sarjana diwisuda. Setiap tahun berapa juta lulusan sekolah dihasilkan dari sekolah Muhammadiyah.
Tentang hal ini pernah saya gugat di Malang, ketika itu ada Pak Syafii Maarif dan Pak Umar Anggoro Jenie. Dari sekian juta yang telah diluluskan dari sekolah Muhammadiyah berapa yang kembali pada Muhammadiyah? Pak Yunan Yusuf agak bingung juga menjawab pertanyaan ini. Demikian pula, dari sekian jumlah itu berapa yang kemudian menjadi Mujahid Dakwah Muhammadiyah. Kita kesu-litan untuk menjawab.
Pesan akhir pernah disampaikan Kyai Dahlan kepada Ki Bagus Hadikusumo dalam bahasa Jawa: “Gus, pokoke agama iku di-ngamalke” (Ki Bagus, agama itu intinya di-amalkan).
Muhammadiyah menjadi besar dan gagah serta diperhitungkan karena karya amalnya. Kalau umpamanya begitu banyak tokoh-tokoh yang tampil dengan berbagai bidang disiplin ilmu, baik itu ahli tafsir, ahli hadis, dan macam-macam, kalau kita lihat berapa sebenarnya kitab yang dibaca oleh Kyai Ahmad Dahlan, tidak ada 10 kitab. Kalau kita baca bukunya Yusron (Drs. Yusron Asrofie) bisa kita lihat berapa kitab yang dibaca Kyai Dahlan. Namun, yang menarik adalah beliau sanggup menampilkan Islam ini dalam bentuk karya amal.
Inilah rupanya yang sekarang ini menjadi persoalan. Beberapa waktu lalu rombongan dari UMY datang ke Bandung, ke Pondoknya Aa Gym, Darut Tauhid. Alhamdulillah, kesan dari beliau-beliau ini bahwa yang dilakukan Darut Tauhid sejalan dengan faham kita. Dalam hal berdoa ketika menyebut nama Rasulullah, tidak memakai sayyidina. Ada yang berkomentar: “Mengapa di Muhammadiyah tidak ada yang seperti di Darut Tauhid? Yang dikembangkan itu tidak hanya seminar saja, tetapi juga proyek-proyek yang nyata. Koq sepertinya hampir-hampir tidak ada di Muhammadiyah yang seperti itu. Kalau misalnya ditanya, siapa kira-kira pengganti, penerus yang kira-kira siap meneruskan generasi Kyai Dahlan itu. Sebuah tanda tanya besar!
Ketika kami bersama Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah pergi ke Sumatera Barat. Secara jujur beliau mengatakan bahwa di Sumatera Barat sudah hampir habis yang namanya Buya. Tetapi kalau ‘Buya Ekonomi’ banyak. ‘Buya Politik’ juga banyak. Buya yang dikenal sesuai aslinya hampir sudah tidak nampak.
Kita dapati dalam buku Pelajaran Kyai Dahlan, salah satu beliau cara mengajar Alquran adalah selalu dengan menanyakan kepada murid-muridnya apakah sudah diamalkan atau belum ayat-ayat yang telah diajarkan. Jika belum, Kyai Dahlan akan menerangkan lagi, sampai akhirnya murid-muridnya menjawab sudah mengamalkan baru kemudian Kyai Dahlan menambahkan pelajaran yang baru. Itulah mengapa Kyai Dahlan mengajarkan surat Wal-Ashri sampai selama tujuh bulan!
Sayang, pelajaran-pelajaran Kyai Dahlan ini hampir tidak dikenal oleh para aktifis Muhammadiyah sekarang ini.
Ada peristiwa bersejarah yang tidak pernah diungkap oleh sejarah. Tahun 1921 ada Sidang Hoofdbestuur (Pimpinan Pusat) Muham-madiyah. Di situ para Assabiqunal Awwalun Muhammadiyah berkumpul, para pendiri dan generasi pertama pimpinan dan aktivis Muham-madiyah. Yang menarik, dalam pertemuan itu ada tokoh yang tidak pernah kita kenal sebagai orang atau aktivis Muhammadiyah. Menariknya adalah beliau bisa tampil meyakinkan dalam forum para pembesar, pimpinan Muhammadiyah generasi pertama, berkumpul. Berarti orang itu memang telah akrab dengan para tokoh Muhammadiyah. Orang itu adalah Haji Agus Salim.
Haji Agus Salim punya gagasan sebaiknya Muhammadiyah menjadi partai politik. Kita tahu, saat itu sedang semangat dan bangkitnya SI. SI sudah tahu kalau Muhammadiyah memiliki ummat. Rupanya Haji Agus Salim mencoba mendekati Muhammadiyah karena punya ummat. Kita tahu kira-kira bagaimana beliau yang diplomat dan politikus ulung itu menjelaskan tentang partai politik. Semua yang hadir dalam sidang itu terpukau dan setuju untuk menjadikan Muhammadiyah sebagai partai politik.
Kyai Dahlan yang tadinya memimpin sidang dengan duduk, lalu berdiri sambil memukul meja. (Saya tidak sempat bertanya kepada guru saya, Kiyai Hadjid, pelaku sejarahnya: memukul mejanya keras, apa tidak). Kyai Ahmad Dahlan mengajukan dua pertanyaan. Kalau hadirin bisa menjawab silahkan Muhammadiyah menjadi partai politik. Pertanyaannya sangat sederhana. Pertama, apa saudara-saudara tahu, faham betul apa Islam itu? Kedua, apa saudara berani beragama Islam? Yang hadir bungkam semua. Termasuk Haji Agus Salim sendiri tidak sanggup menjawab.
Pak Hadjid ketika bercerita kepada saya mengomentari peristiwa itu: “Bukan main tulusnya pertanyaan Kiyai Haji Ahmad Dahlan itu. Bukannya kami tidak tahu pertanyaan itu, tetapi kami tidak sanggup menjawab pertanyaan itu. Kami mengerti betul yang dimaksud pertanyaan itu. Apa Islam itu kami mengerti”.
Saya kemudian juga menjadi tahu apa bentuk pertanyaan itu dalam salah satu pelajaran beliau, ketika beliau mengungkap ayat dalam surat al-An-am ayat 162-163. “Qul inna shalati wa-nusuqi wa mahyaaya, wa mamaati lillaahi rabbil alamin”. (Katakanlah hai Muhammad, sesungguhnya shalatku, pengorbananku, hidup dan matiku hanya untuk Allah). Lillah di sini sebagai adamul khasr, menegaskan ‘hanya untuk Allah’, Rabbil ‘alamin, pengatur alam semesta. Laa syariikalah, tidak ada sekutu bagi-Nya; tidak untuk selain Allah. Tidak untuk anak-anakku, tidak untuk isteri, keluargaku, tidak untuk bangsaku, tidak untuk tanah airku. Wa bidzaalika umirtu, dan dengan itu, hidup yang model seperti itu, aku ini diperintah, tidak untuk yang lain-lain.
Melihat maknanya yang demikian, beliau-beliau ini tidak sanggup menjawab dua perta-nyaan Kyai Dahlan tersebut. Apalagi dengan pertanyaan: “Beranikah kamu beragama Islam”. Tidak ada yang berani menjawab!
Dua pertanyaan Kiyai Haji Ahmad Dahlan itu, 57 tahun kemudian terjawab satu. Yaitu pada Muktamar Muhammadiyah ke-40 di Surabaya tahun 1978. Di sana ada Komisi Ideo-logi yang membahas tentang Prinsip-prinsip Dasar Islam yang dikonsep oleh Pak Djindar Tamimy. Baru di sana itu kita mendapatkan rumusan tentang Islam. Itupun ternyata tidak gampang diterjemahkan. Sebab, kalau bukan Pak Djindar dan orang-orang yang dekat, tidak sanggup mengungkap hasil Muktamar ke-40 tersebut. Namun, sudah menjadi kesepakatan bahwa itu adalah gagasan tentang Islam. Pertanyaan yang kedua, sampai sekarang ini belum ada yang berani menjawab.

Kyai R.H. Hadjid dan Tujuh Serangkai
Terkait dengan ungkapan berani beragama Islam, saya akan menceritakan tentang tokoh yang lain, yaitu murid beliau yang bernama Kiyai R.H. Hadjid. Beliau adalah satu-satunya murid yang mencatat pelajaran KHA Dahlan, dan mantan Direktur Mu’allimin yang kedua. Di Muhammadiyah ini beliau mendapat julukan Asyaddul Muhammadiyah (Singanya Muham-madiyah). Di masa-masa tuanya, beliau biasa disebut dengan sebutan Jago Tuanya Muham-madiyah. Sebab kalau beliau ini berpidato di hadapan massa sangat bersemangat. Kalau mendidik kader-kadernya anak-anak Mu’alli-min, kalau mau dibenum (istilahnya demikian), ditugaskan ke luar daerah, murid-murid tersebut diajak ke Pantai Parangtritis, pada jam 2-3 dini hari untuk menantang Nyi Roro Kidul. Itu merupakan latihan mental yang cukup berat. Padahal Nyi Roro Kidul itu dapat dikatakan tuhannya orang Jawa.
Saya mengambil banyak pelajaran dari beliau, dari sisi keberanian. Kalau tadi saya mengungkap kalimat: “Beranikah beragama Islam” memang yang menonjol dari Pak Hadjid adalah dalam hal ini.
Tahun 1926, ada pegawai Pamongpraja, pegawai pemerintah, termasuk juga sebagai murid KHA Dahlan, karena pernah mengikuti pengajiannya Kyai Haji Ahmad Dahlan, seorang lulusan sekolah pemerintah. Satu saat dia melaporkan kepada Muhammadiyah kalau ada rencana Pemerintah Hindia Belanda mau membubarkan Muhammadiyah.
Mendengar kabar itu, Tujuh Serangkai: Ki Bagus Hadikusumo, Kyai Sujak, Kyai Ibrahim, Kyai Hisyam, Kyai Fachruddin (bukan bapak-nya Pak AR Fachruddin), Kyai Muchtar, dan yang paling muda Kyai Raden Haji Hadjid, pergi ke pantai Parangtritis. Mereka duduk melingkar berbaiat untuk mempertahankan Muhammadiyah sampai titik darah yang penghabisan.
Cerita ini juga tidak terungkap dalam sejarah. Tapi, ada lagu yang bisa menggam-barkan bagaimana semangat mereka, yang sayangnya saat ini sudah tidak dikenal lagi di kalangan anak muda. Lagu ini memakai bahasa Jawa. Syairnya dari Abdurrahman Al-Kawakibi, tangan kanannya Al-Ikhwan. Lagunya diambil dari lagu Revolusi Perancis, berikut ini.

WIS SIAP MATI
(Mars Revolusi Perancis)

Pra prajurit kang wus padha nampa
Baiate kang Maha Mulya
Dhatan mundhi mring sopo-sopo
Mung Allah ingkang kuwasa
Sanajan tumeking palastra
Ngibarke gendera agama
Islam…..agama sak donya
Amrih rukune pra jalma
Nyernaken sedaya sangsara
Gempur…..panguwasa angkara
Nyegah…. laku murka
Ben Santosa ing sedyanira
Wus mesthi tumeka

(Di-bahasa Indonesiakan oleh H. Budi Setiawan dan M. Bazzar Marzuqi sebagai berikut.)

SUDAH SIAP MATI

Hai prajurit yang t’lah trima
Baiatnya yang Maha Mulia
Tidak menyembah k’pada siapa
Hanya Allah yang Maha Kuasa
Meski sampai mati pun
Kibarkan bendera agama
Islam …agama se dunia
Agar damainya manusia
Hilangkan semua sengsara
Gempur…. Penguasa angkara
Cegah…. langkah aniaya
Agar sentosa kalian semua
Yang pasti ‘kan datang

Kalau Bapak-Bapak punya buku tentang Kyai haji Ahmad Dahlan karangan Solichin Salam, di situ ada foto atau gambarnya pasukan Nabi Muhammad. Jadi, semangat para pimpinan Muhammadiyah pada waktu itu seperti itu dalam menghadapi penguasa Belanda.
Saya tambah satu lagi. Di atas telah saya sebut nama Kyai Fachruddin. Ada catatan kecil tentang beliau. Sayang, beliau terlalu muda ketika meninggal dunia. Tapi beliau sempat menjadi Pahlawan Nasional. Haji Fachruddin adalah tokoh yang sangat mukhlis, ikhlas. Biasa datang di kantor PP Muhammadiyah, melayani orang-orang Ranting yang datang ke sana. Kalau mendidik kader-kader Mubaligh selalu beliau tanyai: mau tabligh di mana. Kemudian ditanya lagi (misalnya mau tabligh di Magelang): kalau tabligh di Magelang, sekiranya yang mende-ngarkan kamu cuma tiga orang: protokol, panitia dan yang punya rumah, apa kamu kecewa?. Sebelum muridnya menjawab, dijawab sendiri oleh Kyai Fachruddin: kalau kamu kecewa, jangan berangkat. Atau kamu nanti datang ke Magelang, kamu disambut meriah dengan pawai dan pasukan drumb band, kemudian kamu dikalungi tikus, apa kamu bangga? Kalau bangga, jangan berangkat. Inilah semangat keikhlasan beliau di dalam berjuang, berdakwah, berjihad, jangan sampai dipengaruhi oleh hawa nafsu senang dan susah. Ini yang sering menjadi penyakit di Muhammadiyah dewasa ini.Tidak diberi bekal sesuai harapannya, kecewa. Kemudian ketika pulang dari tugas tidak diberi sesuatu juga kecewa. Inilah yang membuat kita seperti ini ya begini ini.





___________

• Transkrip Ceramah Ustadz Ibnu Juraimi dalam Baitul Arqam Ketua-Ketua PDM se-Indonesia Putaran IV, MPKSDI PP Muhammadiyah, Kaliurang 25-27 April 2003. Ditranskrip oleh Arief Budi

Rabu, 15 Oktober 2008

JILBAB SYAR'I


Sesungguhnya agama Islam memerintahkan setiap orang muslim agar mencintai saudaranya bagaikan mencintai dirinya sendiri, kemudian menghindari mereka dari keburukan sebagaimana ia menghindarkan diri daripadanya, nasehat menasehati demi menta'ati kebenaran yang telah didatangkan dari Allah dan Rasul-Nya, baik itu berupa perintah maupun larangan, dengan hati rela mematuhinya.

Di saat agama Islam tiba dan kaum Jahiliyah membenci bayi perempuan, bahkan tega buah hati sendiri dikubur hidup-hidup, tidak memberikan harta warisan kepada wanita, terkadang mempusakai wanita bagaikan harta yang lain dengan jalan paksa.

Maka Allah serta Rasul-Nya melarang perbuatan keji tersebut, menjaga dan mengangkat derajat wanita bagaikan mutiara berharga, dengan memberikan hak-haknya sebagaimana agama menghormati dan memberikan hak-haknya kepada seorang lelaki.

Demi kesucian masyarakat serta demi keutuhan dan kehormatan seorang muslimah dari kemaksiatan dan dari kecerobohan orang jahil, maka Islam menganjurkan perkawinan dan mengharamkan perbuatan zina. Maka demi kesucian dan keutuhan, Allah Maha Penyayang memerintahkan para muslimah agar mengenakan hijab (jilbab), supaya berada di sisi Allah, dan ditempat sejauh mungkin dari perbuatan keji yang dapat menimpa pada diri kaum muslimah.

Simak baik-baik ayat Al Qur'an ini : Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan pehiasaannya kecuali yang biasa nampak dari pandangan. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau keapda ayah mereka, atau putra-putra mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putra-putra suami mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan- pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap kaum wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat kaum wanita. dan janganlah mereka memukul kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (Qs An Nur : 31)

Bagaimana jilbab yang dimaksud dalam ayat diatas, setidaknya harus memenuhi syarat-syarat hijab atau jilbab sebagai berikut dan inilah jilbab yang syar'i dan benar :

Menutupi seluruh tubuh, sebagaimana yang difirmankan Allah, Hendaklah mereka itu mengeluarkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. (Qs Al Ahzab : 59)

Maksud daripada berhijab adalah untuk menutup tubuh wanita dari pandangan laki-laki. Jadi, bukan yang tipis, yang pendek, yang ketat, tau berkelir serupa dengan kulit, maupun yang bercorak dan yang bersifat mengundang penglihatan laki-laki.

Harus yang longgar, sehingga tidak menampakkan tempat- tempat yang menarik pada anggota tubuh.

Tidak diberi wangi-wangian, hal ini telah diperingatkan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam : Sesungguhnya seorang wanita yang memakai wangi-wangian kemudian melewati kaum (laki-laki) bermaksud agar mereka mencium aromanya, maka ia telah melakukan perbuatan zina. (HR Tirmidzi)

Pakaian wanita tidak boleh menyerupai laki-laki,
Nabi saw melaknat laki-laki yang mengenakan pakaian wanita, dan seorang wanita yang mengenakan pakaian laki-laki. (HR Abu Dawud dan An Nasai).

Tidak menyerupai pakaian orang kafir,
Siapa yang meniru suatu kaum, maka ia berarti dari golongan mereka. (HR Ahmad)

Berpakaian tanpa bermaksud supaya dikenal, baik itu dengan mengenakan pakaian yang berharga mahal maupun yang murah, jika niatnya untuk dibanggakan karena harganya atau- pun yang kumal jika bermaksud agar dikenal sebagai orang yang ta'at (riya'). Siapa yang mengenakan pakaian tersohor (bermaksud supaya dikenal) di dunia, maka Allah akan mem- berinya pakaian hina di hari Kiamat, lalu dinyalakan apa pada pakaian tersebut. (HR Abu Dawud)


Sungguh fenomena jilbab pada saat sekarang, membuat kita di satu sisi patut bersyukur, wanita sudah tidak malu lagi untuk berjilbab di manapun tempatnya sehingga jilbab benar-benar telah membudaya di masyarakat dan dianggap sesuatu yang lumrah. Namun di sisi lain jilbab yang sesungguhnya harus memenuhi prasyarat jilbab syar'i sebagaiman tersebut di atas seakan telah berubah fungsi dan ajaran, banyak sekali dan telah bertebaran dimana-mana jilbab yang bukan lagi syar'i tapi lebih terkesan trendy dan mode atau lebih dikenal dengan jilbab funky yang kebanyakan dari semua itu adalah menyimpang dari syarat-syarat syara'i jilbab yang sebenarnya.


Diantara penyimpangan-penyimpangannya yang ada, antara lain :

Tidak ditutupnya seluruh bagian tubuh. Seperti yang biasa dan di anggap sepele yaitu terbukanya bagian kaki bawah, atau bagian dada karena jilbab diikatkan ke leher, atau yang lagi trendy, remaja putri memakai jilbab tapi lengan pakaiannya digulung atau dibuka hingga ke siku mereka.

Sering ditemui adanya perempuan yang berjilbab dengan pakaian ketat, pakaian yang berkaos, ataupun menggunakan pakaian yang tipis, sehingga walaupun perempuan tersebut telah menggunakan jilbab, tapi lekuk-lekuk tubuh mereka dapat diamati dengan jelas.
Didapati perempuan yang berjilbab dengan menggunakan celana panjang bahkan terkadang memakai celana jeans.

Yang perlu ditekankan dan telah diketahui dengan jelas bahwa celana jeans bukanlah pakaian syar''i untuk kaum muslimin, apalagi wanita.

Banyak wanita muslimah di sekitar kita yang memakai jilbab bersifat temporer yaitu jilbab dipakai hanya pada saat tertentu atau pada kegiatan tertentu, kendurian, acara pengajian kampung dsb, setelah itu jilbab dicopot dan yang ada kebanyakan jilbab tersebut sekedar mampir alias tidak sampai menutup rambut atau menutup kepala.

Terkadang, kalau ditanyakan kepada mereka, mengapa kalian berbuat (melakukan) yang demikian, tidak memakai jilbab yang syar'i, padahal telah mengetahui bagaimana jilbab yang syar'i, sering didapati jawaban, Yaa, pengen aja , atau Belum siap , atau Mendingan begini daripada tidak memakai jilbab sama sekali, atau Jilbab itu khan tidak hanya satu bentuk, jilbab khan bisa dimodifikasi yang penting khan menutup aurat terkadang didapati juga jawaban, Kok kamu yang ribut, khan emang sudah menjadi mode yang seperti ini!

Padahal, dituntutnya jilbab dengan syarat-syarat yang telah ditentukan sesuai dengan hukum syara'i yang disebutkan di atas, sesungguhnya akan membawa kebaikan bagi kita sendiri, baik di dunia maupun di akhirat dan bukan didasari atas nafsu atau ditujukan untuk mengekang kita.

Janganlah sampai suatu kaum, dimana mereka meremehkan perempuan-perempuan/muslimah yang berjilbab hanya karena memakai pakaian/jilbab yang tidak sesuai dengan hukum syara'i.

Apabila kaum telah meremehkan hal ini, maka bagaimana dengan pandangan (penilaian) Allah dan Rasul -Nya terhadap wantia yang seperti ini ? Tidakkah ada bedanya antara perempuan yang berjilbab dengan perempuan yang tidak berjilbab ?

Hadiah yang Paling Berharga Adalah Senyum


Terkadang hadiah yang paling berharga dan berkesan adalah senyum dan kata-kata yang baik lagi santun
Ketika Rasulullah mengajak para sahabatnya untuk saling memberikan hadiah, dengan tujuan untuk menghilangkan permusuhan atau kemarahan diantara mereka sehingga kemudian mendatangkan persahabatan dan kecintaan. Beliau bersabda:
تصافحوا يذهب الغل، وتهادوا تحابوا وتذهب الشحناء
Saling berjabat-tanganlah kalian, maka akan hilang kedengkian, dan saling memberi hadiahlah kalian, maka kalian akan saling mencintai."
Sesungguhnya, manusia dengan tabiatnya, merasa bahagia ketika mendengar ada orang yang memujinya atau mengkhususkannya, ataupun menyanjungnya dengan sanjungan yang layak, atau bila ada orang yang menghormati dirinya. Maka dia akan merasa dianggap harga dirinya, dan akan bertambah rasa saling mencintai antar sesama.
Sesungguhnya hadiah, adalah satu dari sekian banyak sarana untuk menciptakan suasana yang bermakna pujian, sanjungan, dan penghormatan diantara sesama, sebab dengan itu keinginan untuk mengungkapkan perasaan-perasaan dari sesama kita bisa tercapai> Misalnya dari ketetanggaan, kita memberikan hadiah dengan penuh senyum dan ucapan-ucapan yang santun akan menggenapkan maksud dan tujuan yang pada gilirannya akan menambah kedekatan hubungan kemanusiaan, dan semakin berkembang rasa cinta dan penghormatan.
Dan sesuai dengan apa yang dikemukakan psikolog, "Sesungguhnya hadiah termasuk salah satu jenis solusi kejiwaan untuk mengobati "kegersangan jiwa itu sendiri", dimana hadiah tersebut merupakan implementasi penghargaan, penghormatan, kekaguman kepada orang lain yang bermuara pada membahagiakan orang lain."
Kalau hadiah itu diberikan kepada orang yang paling dekat kepada kita, seperti seorang suami kepada isteri, ataupun sebaliknya, atau seorang anak atau puteri kepada kedua orang tuanya atau pun sebaliknya, atau seorang sahabat atau kawan jauh, maka itu semua sangat bernilai dihadapan orang yang menerima hadiah."
Sesungguhnya, nilai hadiah bukanlah pada nilai nominalnya, melainkan pada kedudukannya yang bisa memaknakan perasaan kemanusiaan. Yang demikian krena manusia butuh kepada bantuan kejiwaan secara terus-menerus, baik dari orang di sekelilingnya, ataupun kerabat, dalam berbagai jenis hadiahnya. Contohnya: ketika mengunjungi orang sakit disamping memang hal itu wajib, akan tetapi dengan memberikan hadiah, ... kata-kata yang memotivasinya adalah hadiah, ...surat-menyurat adalah hadiah, ... dan hadiah adalah bermacam-macam.
Sesungguhnya hadiah yang baik akan melanggengkan persahabatan, dan orang yang menerima hadiah pun menganggapnya sebagai sesuatuyang indah. Orang yang memberinya pun akan bahagia karena bisa memberikan sesuatu yang berharga kepada sahabatnya. Sesungguhnya hadiah merupakan solusi terhadap segala problematika persahabatan, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat, dimana ia bisa menambah kuat ikatan kekerabatan, antara pemberi dan penerima hadiah.
Oleh karena itu, sudah semestinya, kita semuanya, yang besar maupun kecil untuk membiasakan diri untuk selalu berbuat baik kepada sesama. Kita memberinya hadiah, ataupun kenang-kenangan pada berbagai kesempatan yang ada dan kita tambahkan dengan dua hadiah lainnya, yaitu senyum yang ikhlas dan ucapan yang santun yang keduanya tidak perlu membeli.

INSTRUKSI PP MUHAMMADIYAH

MENJAGA KEMURNIAN DAN KEUTUHAN MUHAMMADIYAH

MENGHADAPI PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

Bismillahirrahmanirrahim



Pimpinan Pusat Muhammadiyah sesuai dengan prinsip-prinsip khittah dan kebijakan-kebijakan yang selama ini berlaku tentang politik menyampaikan Instruksi dalam menghadapi Pemilihan Umum tahun 2009 sebagai berikut:

1. Menegaskan bahwa sebagai organisasi/gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang bergerak dalam lapangan keagamaan dan kemasyarakatan maka sesuai dengan khittah, Muhammadiyah tidak bergerak dalam lapangan dan kegiatan politik, tetapi tetap berada dalam posisi independen, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari suatu organisasi politik apapun.
2. Melarang Pimpinan Persyarikatan beserta Majelis, Lembaga, Ortom, Amal Usaha, dan institusi-institusi lainnya yang berada dalam lingkungan Persyarikatan melibatkan organisasi/Persyarikatan untuk kepentingan mendukung atau menolak partai politik dan/atau calon-calon anggota legislatif dari partai politik tertentu baik secara langsung maupun melalui kerjasama dengan partai politik dan/atau tim sukses partai politik/calon anggota legislatif dari partai politik tertentu.

3. Meminta kepada Pimpinan Persyarikatan, Majelis, Lembaga, Ortom, Amal Usaha, dan institusi-institusi lainnya yang berada dalam lingkungan Persyarikatan jika ada anggota pimpinan/fungsionaris yang menjadi anggota Tim Sukses partai politik dan/atau calon-calon anggota legislatif dari partai politik tertentu maka yang bersangkutan harus dinonaktifkan dari jabatannya sampai selesainya kegiatan Pemilu.

4. Melarang penyelenggaraan kegiatan-kegiatan Persyarikatan termasuk di lingkungan Majelis, Lembaga, Ortom, Amal Usaha, dan institusi-institusi lainnya yang dimanfaatkan untuk kampanye partai politik dan/atau calon-calon anggota legislatif dalam bentuk apapun.

5. Melarang penggunaan lambang/simbol, dana, sarana, prasarana, dan fasilitas milik Persyarikatan seperti gedung sekolah/kampus, rumah sakit/poliklinik/balai pengobatan, masjid/mushalla, panti asuhan, kantor Persyarikatan, dan lain-lain dengan perlengkapannya untuk kegiatan apapun yang diselenggarakan oleh partai politik.

6. Menganjurkan kepada seluruh jajaran Pimpinan Persyarikatan maupun warga Muhammadiyah untuk ikut mendorong dan mensukseskan penyelenggaraan Pemilu yang jujur, bersih, demokratis, damai, dan memihak kepada kepentingan rakyat, serta dapat mencegah dan menjauhkan diri dari praktek-praktek kekerasan/anarkhis, praktek politik uang dan hal-hal yang melanggar norma-norma agama dalam Pemilu tersebut. Pimpinan Pusat Muhammadiyah meminta semua pihak untuk tidak menjadikan kampanye sebagai ajang konflik, kekerasan, dan hal-hal lain yang merugikan manusia dan hajat hidup publik, termasuk dalam kehidupan keluarga, masyarakat, dan bangsa.

7. Memberikan kebebasan kepada anggota/warga Muhammadiyah untuk menggunakan hak politik/hak pilih/hak asasi sesuai hati nuraninya, dengan sebaik-baiknya secara cerdas, kritis, disertai istikharah, dan mempertimbangkan kemaslahatan/kepentingan Persyarikatan, umat, dan masyarakat baik secara nasional, maupun di wilayah/daerah yang bersangkutan. Kebebasan menggunakan hak tersebut dimaknai sebagai wujud pertanggungjawaban amanah kepada Allah SWT dalam menentukan arah masa depan bangsa dan negara Indonesia.

8. Menghimbau warga Muhammadiyah yang memasuki dan apalagi menjadi pimpinan partai politik/tim sukses, selain dapat membawa missi Muhammadiyah juga tetap beraqidah dan berakhlaq Islam, serta memperjuangkan kepentingan rakyat dengan sebaik-baiknya.

9. Menyerukan kepada segenap warga dan Pimpinan Muhammadiyah untuk tetap menjaga keutuhan, meningkatkan kebersamaan dan lebih mempererat ukhuwah/persaudaraan antara anggota pimpinan khususnya serta antara anggota Muhammadiyah umumnya, sehingga Muhammadiyah tetap dapat melaksanakan perannya dalam rangka dakwah Islam amar ma`ruf nahi munkar.

Garis kebijakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah tersebut dimaksudkan agar supaya pimpinan Persyarikatan tetap dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan lancar di samping dapat berfungsi sebagai pengayom bagi warga Muhammadiyah secara keseluruhan yang berbeda dan beragam wadah dan saluran politiknya. Sedangkan bagi warga Muhammadiyah yang duduk di pimpinan partai, dengan adanya pengaturan dan pembagian tugas tersebut, tidak merasa terganggu bahkan dapat berperan maksimal dalam partai serta bisa memberikan keteladanan yang baik.

Demikianlah instruksi ini kami sampaikan agar dapat disosialisasikan kepada segenap Pimpinan Persyarikatan beserta Unsur Pembantu Pimpinannya, Amal Usaha, Ortom, dan warga Persyarikatan di tingkatan masing-masing untuk mendapat perhatian sepenuhnya dan dapat dilaksanakan dengan penuh kebijakan, kesadaran dan ketulusan. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan pertolongan dan perlindungan kepada kita.

Nasrun min Allah wa fathun qarib.

Yogyakarta, 16 Rajab 1429 H
19 Juli 2008 M

Pimpinan Pusat Muha

Ketua Umum, Sekretaris Umum,

Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin, M.A. Drs. H. A. Rosyad Sholeh

Selasa, 14 Oktober 2008

WAHAI IBU, BANTULAH SUAMIMU MENJADI BAPAK


Ada 20 trik buat para ibu atau calon ibu untuk membantu suaminya menjadi seorang bapak yang baik, yaitu:
1. Sebelum melahirkan, bicarakanlah dengan suamimu hal-hal yang mungkin akan terjadi dengan kehadiran bayi dalam keluarga.
2. Dengan kelahiran bayi yang pertama, suami akan merasa cemas atau khawatir dengan "tanggung jawab barunya", maka berilah ia motivasi -tentu saja dengan cara yang menyenangkan- dan yakinkan bahwa dengan tanggung jawab yang baru ini pasti ia bisa menjadi bapak yang baik.
3. Mungkin suamimu banyak menemui situasi yang bermacam-macam sepanjang perjalanannya, maka terimalah ia dengan lapang dada dan tanpa komplain. Misalnya, ketika suamimu menggendong bayi dengan kaku, maka jangan engkau mencegahnya atau menyalahkannya sepanjang tidak membuat rasa sakit atau membahayakan sang bayi.
4. Jangan engkau mengulang-ulang ungkapan "Engkau memang suami yang tidak berguna" atau "Engkau selalu saja membuat kesalahan yang serupa". Karena ungkapan-ungkapan yang demikian membuatnya minder atau merasa tidak mampu, bahkan bisa membuatnya frustasi.
5. Ketika suamimu baru pulang dan masuk rumah, maka jangan segera disuguhi permasalahan anak/bayi, akan tetapi carilah waktu yang tepat untuk mengungkapkannya, sehingga dia pun mempunyai kesiapan untuk berbincang-bincang dan berdiskusi.
6. Tanyakanlah kepada dirimu, dan jawablah dengan jujur, "Apakah anakmu tersebut merupakan anak kalian (isteri dan suami) berdua? Ataukah engkau (isteri) lebih banyak memiliki anakmu itu ?"
7. Engkau harus senang dari hati yang paling dalam bahwa anakmu (bayi/anak) tersebut adalah juga anaknya (suamimu) yang juga memiliki hak untuk mendidik dengan caranya.
8. Keluar rumah sesekali dan meninggalkan anak tersebut bersama Bapaknya (suamimu) di rumah, akan menumbuhkan rasa percaya diri pada suami anda bahwa ia mampu untuk mengemban tanggung jawab pembinaan anaknya.
9. Bersama-sama suami dan anakmu bermain dan bersenda-gurau akan menciptakan suasana kebersamaan dan kebahagiaan, apalagi apabila dibandingkan dengan pentingnya menghilangkan perasaan suami "mengemban tugas barunya sendirian".
10. Menumbuhkembangkan kejujuran dan kecintaanmu kepada suamimu, dan memberikan kesempatan kepadanya untuk turut-serta merasakan hal itu adalah sebesar-besar pengaruh bagi kesatuan fungsi "Bapak" baginya.
11. Hati-hatilah, jangan sampai suamimu merasa bahwa dirimu capek/lelah atau kamu berat mengemban tugas sebagai ibu, akan tetapi tunjukanlah hal itu kepada suamimu dengan isyarat yang halus sehingga ia berkenan membantumu.
12. Usahakanlah tetap terjalin diskusi antara ibu dan bapak tentang pendidikan anak yang mengandung unsur komprehensif, unggul, menyenangkan, dan aman bagi anaknya.
13. Ketika suamimu memintamu melakukan sesuatu, janganlah sampai engkau mengatakan, "Iya, nanti saja !!", akan tetapi katakanlah, "Iya, saya kerjakan, dan bantulah saya untuk ini atau itu", sehingga ia tahu bahwa dirimu selalu membutuhkan bantuannya dalam mengurus anak.
14. Jadilah engkau orang yang sabar bersama suamimu, karena tanggung jawab tentang anak bukanlah hal yang mudah bagi suamimu, maka jangan sekali-kali engkau mencelanya bila bersalah. Akan tetapi jadikanlah urusan itu seperti bercanda sehingga kalian tertawa berdua.
15. Sesungguhnya suasana emosional anak menjadi tinggi ketika sedang bersama ayah dan ibunya.
16. Janganlah sampai perhatianmu kepada anakmu yang begitu besar menjadikanmu lupa kepada mertuamu, sehingga tidak terjadi kecemburuan antara kedua mertuamu.
17. Sebagian laki-laki komplain apabila isterinya bersama mencari rizqi (bekerja) sehingga akhirnya ia kurang bersyukur kepada suaminya, maka janganlah engkau seperti itu.
18. Suami adalah orang pertama yang seharusnya mengetahui pointer-pointer ini, sehingga ia mengetahui seluk-beluk anaknya dengan sebenar-benarnya, dan juga apa yang terjadi di dalam rumahnya.
19. Biarkanlah kesempatan kepada suamimu untuk berkumpul dengan kawan-kawannya di luar rumah, atau pun mengerjakan hobinya sehingga ia mampu mengemban segalanya dengan baik secara terus-menerus.
20. Terakhir, Ibu yang terhormat, .. Bapak yang terhormat, ... janganlah engkau berdua melupakan; "hidup sendiri sesekali waktu yang jauh dari kepribadian Ibu dan Bapak", akan tetapi hiduplah dengan jiwa kalian berdua.