tag:blogger.com,1999:blog-20277051020595168152024-03-13T18:27:18.647-07:00-Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.comBlogger29125tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-90616424727550218922009-02-03T18:26:00.000-08:002009-02-03T18:30:16.088-08:00PENTINGNYA KALIMAT SYAHADAT“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Jika mereka telah melakukan hal itu, terperiharalah darah dan harta benda mereka kecuali dengan haknya, sedangkan hisab mereka kepada Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim).<br />Pentingnya mengerti, memahami, dan melaksanakan syahadatain. Manusia berdosa akibat melalaikan pemahaman dan pelaksanaan syahadatain.<br />“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.” [QS. Muhammad (47): 19].<br />Kalimat “dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan” menunjukan bahwa ketidakkonsistenan sikap seseorang dengan pernyataan tauhidnya (Laa ilaaha illallah) adalah perbuatan dosa. Karena pernyataan tersebut pada hakikatnya adalah pernyataan ikrar kecintaan, ketaatan, dan rasa takut hanya kepada Allah semata. Maka, bila seseorang muslim tidak menunaikan shalat, tidak menutup aurat, dan atau terlibat dalam pergaulan bebas antar lawan jenis, hal itu merupakan sikap tidak konsisten dengan pernyataan Laa ilaaha illallah. Karena dengan sikap seperti itu, cinta, taat, dan rasa takutnya tidak diarahkan kepada Allah, tetapi kepada hawa nafsunya sendiri.<br />Manusia menjadi kafir karena menyombongkan diri terhadap Laa ilaha illallah dan tidak mau mengesakan Allah.<br />“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah” (tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah), mereka menyombongkan diri.” [QS. As-Shaffat (37): 35].<br />Yang dimaksud menyombongkan diri ketika diperdengarkan kalimat ”Laa ilaaha illallah” tidak semata-mata karena tidak mau mengucapkan atau mendengarkannya, tetapi yang yang dimaksud adalah substansinya, yaitu hanya taat, takut dan cinta kepada Allah. Karena itu kesombongan diri dalam ayat ini maksudnya adalah sikap tidak mau taat dan tunduk kepada perintah Allah, seperti tidak mau mengerjakan shalat, tidak menutup aurat, tidak menjauhi pergaulan bebas, berkhalwat dengan yang bukan mahramnya, dan sebagainya.<br />Yang dapat bersyahadat dalam arti sebenarnya adalah hanya Allah, para malaikat, dan orang-orang yang berilmu, yaitu para nabi dan orang yang beriman kepada mereka.<br />“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan; para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu): tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [QS. Ali Imran (3): 18].<br />Manusia bersyahadah di alam arwah sehingga fitrah manusia mengakui keesaan Allah. Ini perlu disempurnakan dengan syahadatain sesuai ajaran Islam.<br />Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mMereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” [QS. Al-A’raf (7): 172].<br />Syahadat adalah Ringkasan Ajaran Islam<br />Pemahaman muslim terhadap Islam bergantung kepada pemahamannya terhadap syahadatain. Sebab, seluruh ajaran Islam terdapat dalam dua kalimat yang sederhana ini.<br />Ada 3 hal prinsip syahadatain :<br />A. Pernyataan Laa ilaha illallah merupakan penerimaan penghambaan atau ibadah kepada Allah saja. Melaksanakan minhajillah (way of life yang ditetapkan Allah) merupakan ibadah kepada-Nya.<br />B. Menyebut Muhammad Rasulullah merupakan dasar penerimaan cara penghambaan itu dari Muhammad saw. Dan Rasulullah adalah tauladan dalam mengikuti Manhaj Allah.<br />C. Penghambaan kepada Allah meliputi seluruh aspek kehidupan. Ia mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan dirinya sendiri, dan dengan masyarakatnya.<br />Makna Laa ilaha illa Allah adalah penghambaan kepada Allah [QS. Al-Anbiya' (21): 25], dan Rasul diutus dengan membawa ajaran tauhid.<br />“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” [QS. Al-Baqarah (2): 21].<br />Manusia diciptakan untuk menghambakan dirinya kepada Allah semata.<br />“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” [QS. Az-Dzariyat (51): 56].<br />Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya, “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” [QS. Al-Anbiya’ (21): 25].<br />Muhammad saw. adalah tauladan dalam setiap aspek kehidupan [QS. Ali Imran (3): 31], dan aktifitas hidup orang yang beriman kepada Allah, hendaknya mengikuti ajaran Muhammad saw.<br />“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [QS. Al-Ahzab (33): 21].<br />Meneladani Rasulullah menjadi parameter keimanan dan kecintaan seseorang kepada Allah. Bukti cinta kepada Allah adalah dengan mengikuti ajaran Rasulullah saw.<br />Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. Ali Imran (3): 31].<br />Seluruh aktivitas hidup manusia secara individu, masyarakat dan negara mesti ditujukan kepada mengabdi Allah swt. saja.<br />“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An’am: 162).<br />Islam adalah satu-satunya syariat yang diridhai Allah dan tidak dapat dicampur dengan syariat lainnya.<br />“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” [QS. Ali Imran (3): 19].<br />“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” [QS. Ali Imran (3): 85].<br />“Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” [QS. Al-Jatsiyah (45): 18].<br />“Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalannya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” [QS. Al-An’am (6): 153].<br />Syahadat adalah Dasar Sebuah Perubahan<br />Syahadatain mampu mengubah manusia dalam aspek keyakinan, pemikiran, maupun jalan hidupnya. Perubahan itu juga meliputi berbagai aspek kehidupan manusia secara individu atau masyarakat.<br />Ada perbedaan penerimaan syahadatain pada generasi pertama umat Muhammad dengan generasi sekarang. Perbedaan tersebut disebabkan perbedaan derajat kepahaman terhadap makna syahadatain secara bahasa dan pengertian, dan sikap konsisten terhadap syahadah tersebut dalam pelaksanaan ketika menerima maupun menolak.<br />Umat terdahulu langsung berubah ketika menerima syahadatain. Sehingga mereka yang tadinya bodoh menjadi pandai, yang kufur menjadi beriman, yang bergelimang dalam maksiat menjadi takwa dan abid, yang sesat mendapat hidayah. Masyarakat yang tadinya bermusuhan menjadi bersaudara di jalan Allah.<br />Syahadatain dapat merubah masyarakat dahulu, maka syahadatain pun dapat mengubah umat sekarang menjadi baik.<br />Penggambaran Allah tentang perubahan yang terjadi pada para sahabat Nabi, yang dahulunya berada dalam kegelapan jahiliyah kemudian berada dalam cahaya Islam yang gemilang.<br />“Dan apakah orang yang sudah mati (maksudnya ialah orang yang telah mati hatinya yakni orang-orang kafir) kemudian dia kami hidupkan dan kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” [QS. Al-An’am (6): 122].<br />Perubahan individu contohnya terjadi pada Mush’ab bin Umair yang sebelum mengikuti dakwah Rasul merupakan pemuda yang paling terkenal dengan kehidupan yang glamour di kota Mekkah. Tetapi setelah menerima Islam, ia menjadi pemuda sederhana yang dai, duta Rasul untuk kota Madinah, kemudian menjadi syuhada Uhud. Saat syahidnya, Rasulullah membacakan ayat ini.<br />“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak mengubah (janjinya).” [QS. Al-Ahzab (33): 23].<br />Reaksi masyarakat Quraisy terhadap kalimat tauhid [QS. Al-Buruuj (85): 6-10], reaksi musuh terhadap keimanan kaum mukminin kepada Allah [QS. Al-Kahfi (18): 2], musuh memerangi mereka yang konsisten dengan pernyataan Tauhid [QS. Al-Anfal (8): 20].<br />Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: Laa ilaaha illallah (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah), mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata, “Apakah kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?” Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran dan membenarkan rasul-rasul (sebelumnya). [QS. As-Shaffat (37): 35-37].<br />“Ketika mereka duduk di sekitarnya. Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.” [QS. Al-Buruj (85): 6-10].<br />“Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal shalih, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik.” [QS. Al-Kahfi (18): 2].<br />“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” [QS. Al-Anfal (8): 30].<br />Syahadat adalah Hakikat Dakwah Para Rasul<br />Setiap rasul, semenjak Nabi Adam a.s. hingga Nabi Muhammad saw., membawa misi dakwah yang satu, yaitu syahadah. Apa yang diwahyukan kepada Rasulullah sama dengan apa yang diwahyukan kepada nabi-nabi sebelumnya. Allah berfirman,<br />“Sesungguhnya kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan kami berikan Zabur kepada Daud.” [QS. An-Nisa’(4): 163].<br />Mereka semua mengajak manusia untuk mentauhidkan Allah semata dan hanya menyembah kepada-Nya. Seperti yang diserukan Nuh a.s. kepada kaumnya.<br />Sesungguhnya kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata, “Wahai kaumku, sembahlah Allah. Sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), Aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).” [QS. Al-A’raf (7): 59].<br />Nabi Ibrahim berdakwah kepada masyarakat untuk membawa mereka menuju kepada pengabdian Allah saja serta membebasakan diri dari kesyirikan.<br />Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya; ketika mereka berkata kepada kaum mereka, “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya, “Sesungguhnya Aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan Aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”. (Ibrahim berkata), “Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat, dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.” [QS. Al-Mumtahanah (60): 4].<br />(Catatan: Nabi Ibrahim pernah memintakan ampunan bagi bapaknya yang musyrik kepada Allah: Ini tidak boleh ditiru, karena Allah tidak membenarkan orang mukmin memintakan ampunan untuk orang-orang kafir. Lihat surat An-Nisa ayat 48).<br />Para nabi membawa dakwah bahwa ilah yang satu yaitu Allah saja.<br />Katakanlah, “Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” [QS. Al-Kahfi (18): 110].<br />Syahadat adalah Kalimat dengan Ganjaran Yang Besar<br />Banyak ganjaran yang diberikan oleh Allah dan dijanjikan oleh Nabi Muhammad saw. Di antaranya seseorang akan dimasukkan ke dalam surga dan dikeluarkan dari neraka seperti sabda Rasulullah saw.<br />عَنْ عُبَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنْ الْعَمَلِ<br />Ubadah bin Shamit meriwayatkan dari Nabi saw., beliau bersabda, “Barangsiapa mengatakan tiada ilah selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah utusan-Nya dan Rasul-Nya, bahwa Isa adalah hamba dan utusan-Nya, kalimat-Nya yang dicampakkan kepada Maryam dan ruh dari-Nya, dan bahwa surga adalah hak serta neraka itu hak. Allah akan memasukkannya ke surga, apapun amal perbuatannya.” (Bukhari).<br />عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَخْرُجُ مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ شَعِيرَةٍ مِنْ خَيْرٍ وَيَخْرُجُ مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ بُرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ وَيَخْرُجُ مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ<br />Dari Anas, Nabi saw. bersabda, “Keluar dari neraka orang yang mengucapkan la ilaha illallah dan di hatinya ada seberat rambut kebaikan. Keluar dari neraka orang yang mengucapkan la ilaha illallah sedang di hatinya ada seberat gandum kebaikan. Dan keluar dari neraka orang yang mengatakan la ilaha illallah sedang di hatinya ada seberat zarrah kebaikan.” (Bukhari).<br />Orang yang mengikrarkan syahadat akan mendapatkan syafaat Rasulullah di hari Kiamat. Seperti sabda beliau,<br />عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ<br />Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw. ditanya, “Siapakah orang yang paling berbahagia dengan syafaatmu di hari Kiamat?” Rasulullah saw. bersabda, “Aku telah mengira, ya Abu Hurairah, bahwa tidak ada seorang pun yang tanya tentang hadits ini yang lebih dahulu daripada kamu, karena aku melihatmu sangat antusias terhadap hadits. Orang yang paling bahagia dengan syafaatku di hari Kiamat adalah yang mengatakan la ilaha illallah secara ikhlas dari hatinya atau jiwanya.” (Bukhari).Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-4029909754029338462009-01-21T08:00:00.000-08:002009-01-21T16:51:47.923-08:00Dunia itu FatamorganaBanyak sekali ayat ataupun hadits-hadits Rasulullah, yang menyatakan tentang perbandingan antara keutamaan dan kenikmatan kehidupan akhirat dan kehidupan dunia, yang mana akan didapati betapa jauhnya kemuliaan diantara keduanya, bahkan tidak sedikit akan adanya celaan terhadap kehidupan dunia. Akan tetapi celaan tersebut tidaklah ditujukan kepada siang dan malamnya, bumi tempat dunia ini berada, lautan, sungai-sungai, hutan dan yang lainya karena semua itu adalah nikmat Allah bagi hamba-hambaNya, tetapi celaan itu ditujukan kepada polah tingkah anak Adam dan penghuninya terhadapnya. Allah Ta'ala berfirman :”ketahuilah sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan, senda gurau yang melalaikan, perhiasan, saling berbangga diri diantara kalian dan saling berlomba untuk memperbanyak harta dan anak”. (QS. Al-Hadid : 20) <br />Dunia ini hanyalah jalan menuju surga dan neraka, tempat manusia mengumpulkan perbekalan untuk menuju kehidupan abadi, dan bertemu Allah Ta'ala Sang Pencipta alam semesta, Yang akan menilai dan menerima bekal tersebut serta mengganjarnya, jika baik maka nikmat surga yang akan ia dapatkan dan jika buruk maka azdab yang pedihlah yang akan dirasakan. <br />Sikap Manusia Terhadap Kehidupan Dunia <br />Pertama ; Orang-orang yang mengingkari adanya negeri pembalasan setelah alam dunia. Dalam hal ini Allah Ta'ala berfirman :”Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, merasa puas dengan kehidupan dunia dan merasa tentram dengan kehidupan itu serta orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami , mereka itu tempatnya adalah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan”. (QS. Yunus : 7) <br />Kedua; Orang-orang yang meyakini adanya alam pembalasan setelah kematian. Merekalah orang-orang Yang mengikuti para Rasul. Dalam hal ini mereka tergolongkan menjadi tiga, yaitu: <br />• Zhalimun linafsih, orang yang menzhalimi diri sendiri. Bagi mereka dunia adalah segalanya, terbuai oleh keindahannya yang menipu. Mereka ridha, murka, setia (berwala’) dan benci (bara’) karena tendensi dan motivasi dunia semata. Mereka beriman kepada akhirat secara global tetapi mereka tidak mengerti tujuan hidup didunia, bahwa tidak lain ia adalah suatu tempat untuk berbekal menuju kehidupan berikutnya. <br />• Muqtashid, mereka adalah orang-orang yang menikmati dunia dari arah yang dibenarkan, mubah. Mereka melaksanakan seluruh yang wajib, akan tetapi membiarkan dirinya bersenang-senang dengan kenikmatan dunia. Mereka tidak mendapatkan hukuman akan tetapi derajat mereka rendah. Umar bin Khattab berkata : “Seandainya derajat surgaku tidak dikurangi pasti aku akan menantang kalian dalam hal kehidupan dunia. Tetapi aku mendengar Allah mencela suatu kaum dalam firman-Nya yang artinya :”Kalian sia-siakan rezki kalian yang baik-baik hanya untuk kehidupan didunia saja dan kalian bersenang-senang dengannya”. (QS. Al-Ahqaf : 20) <br />• Sabiqun bil khairat bi idznillah. Mereka adalah orang-orang yang paham tujuan dari dunia dan beramal sesuai dengannya. Mereka mengerti bahwa Allah menempatkan hamba-hambaNya dinegeri ini untuk diuji, siapa yang paling baik amalnya, yang paling zuhud kapada dunia dan paling cinta kepada akhirat. Firman Allah Ta'ala :”Dan sesungguhnya Kami jadikan apa saja yang ada dimuka bumi ini sebagai hiasan baginya, supaya kami uji siapa diantara mereka yang paling baik amalnya”. (QS. Al-Kahfi : 7). Golongan yang ketiga ini merasa cukup dengan mengambil dunia sekadar sebagai bekal seorang musafir.<br /><br />Bahaya Mencintai Dunia <br />Cinta dunia akan melengahkan seseorang dari cinta kepada Allah Ta'ala dan berdzikir kepadaNya, barang siapa dilengahkan oleh harta bendanya dia termasuk dalam kelompok orang-orang yang merugi. Dan hati, jika telah lalai dari dzikrullah, pasti akan dikuasai setan dan disetir sesuai kehendaknya. Setan akan menipunya sehingga ia merasa telah mengerjakan banyak kebaikan padahal ia baru melakukan sedikit saja atau bahkan tidak melakukannya sama sekali. <br />Abdullah bin Mas’ud pernah berkata :”Bagi semua orang dunia ini adalah tamu, dan harta itu adalah pinjaman. Setiap tamu pasti akan pergi lagi dan setiap pinjaman pasti harus dikembalikan”. Ulama yang lain berkata :”Cinta dunia itu pangkal dari segala kesalahan dan pasti merusak agama ditinjau dari berbagai sisi, diantaranya : <br />• Pertama; berakibat pengagungan terhadap dunia secara berlebihan, padahal ia di sisi Allah sangatlah remeh, adalah termasuk dosa yang sangat besar mengagungkan sesuatu yang di anggap remeh oleh Allah. <br />• Kedua; Allah telah melaknat, memurkai dan membencinya, kecuali yang ditujukan untuk Allah. barang siapa mencintai sesuatu yang telah dilaknat, dimurkai dan dibenci Allah berarti ia menyediakan diri untuk mendapat siksa dan kemurkaan dari Allah <br />• Ketiga; orang yang cinta dunia akan lebih cenderung menjadikannya sebagai tujuan akhir dari segalanya, sehinggga ia terjatuh dalam kesalahan, yaitu menjadikan sarana sebagai tujuan dan berusaha untuk mendapatkan dunia dengan amalan akhirat. Allah Ta'ala berfirman “ Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka Kami penuhi balasan pekerjaan-pekerjaannya di dunia dan mereka tidak akan dirugikan sedikitpun. Tetapi di akhirat tidak ada bagi mereka bagian selain neraka. Dan sia-sialah apa-apa yang mereka perbuat di dunia dan batallah apa-apa yang mereka amalkan”. (QS. Hud : 15-16) demikianlah bahwa cinta dunia dapat menghalangi seseorang dari pahala, merusak amal, bahkan bisa menjadikannya orang yang pertama kali masuk neraka. <br />• Keempat; mencintai dunia akan menghalangi seorang hamba dari aktivitas yang bermanfaat untuk kehidupan akhirat, ia akan sibuk dengan apa yang dicintainya. Ada yang disibukkan oleh kecintaannya dari iman dan syari’at, dari kewajiban-kewajiban yang seharusnya ia laksanakan, atau dalam waktu yang tidak tepat, atau hanya sebatas pelaksanaan lahiriahnya saja, paling tidak kecintaanya terhadap dunia akan melalaikan hakikat kebahagiaan seorang hamba yaitu kosongnya hati selain untuk mencintai Allah dan diamnya lisan selain berdzikir kepadaNya, juga ketaatan hati dan lisan dengan Rabbnya. <br />• Kelima; berlebihan mencintai dunia akan menjadikan harapan utama pelakunya ketika hidup adalah dunia itu sendiri. <br />• Keenam; orang yang berlebihan mencintai dunia adalah manusia dengan adzab yang paling berat. Mereka disiksa di tiga negeri; di dunia, di alam barzakh, dan di akhirat. Didunia mereka di adzab dengan kerja keras untuk mendapatkannya dan persaingan dengan orang lain. Adapun di alam barzakh mereka diazab dengan perpisahan dengan kekayaan dunia dan kerugian yang nyata atas apa yang mereka kerjakan. Di sana tidak sesuatupun yang menggantikan kedudukan kecintaannya kepada dunia, kesedihan, kedukaan, dan kerugian terus-menerus mencabik-cabik ruhnya, seperti halnya cacing dan belatung melakukan hal yang sama kepada jasadnya, demikianlah pecinta dunia akan di azab dikuburnya, dan juga pada hari akhirat nanti yaitu pada hari pertemuan dengan Rabbnya. Allah Ta'ala berfirman yang artinya :”Janganlah engkau ta’jub dengan harta dan anak-anak mereka. Sesungguhnya Allah menghendaki untuk menyiksa mereka dengannya dalam kehidupan dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka sedang mereka dalam keadaan kafir”. (QS. a-Taubah : 55) <br />Menafsirkan ayat diatas sebagian ulama salaf berkata :”Mereka diazab dengan jerih payah dan kerja keras dalam mengumpulkannya. Nyawa mereka akan melayang karena cintanya dan mereka menjadi kafir karena tidak menunaikan hak Allah sehubungan dengan kemegahan dunia itu”. <br />• Ketujuh; orang yang rindu dan cinta kepada dunia sehingga lebih mengutamakannya dari pada akhirat adalah makhluk yang paling tidak mengerti, bodoh, dungu dan tidak berakal. Karena mereka lebih mendahulukan khayalan dari pada sesuatu yang hakiki, mendahulukan impian daripada kenyataan, mendahulukan kenikmatan sesaat daripada kenikmatan abadi dan mendahulukan negeri yang fana dari pada negeri yang kekal selamanya. Mereka menukar kehidupan yang kekal itu dengan kenikmatan yang semu. Manusia yang berakal cerdas (baca : bertaqwa) tentunya tidak akan tertipu dengan hal semacam ini.<br /><br />Sesuatu yang paling mirip dengan dunia adalah baying-bayang, disangka memiliki hakikat yang tetap padahal tidak demikian. Dikejar untuk digapai, sudah pasti tidak akan pernah sampai. <br />Dunia juga sangat mirip dengan ‘FATAMORGANA’, orang yang kehausan menyangkanya sebagai air, padahal jika ia mendekatinya ia tidak akan mendapati sesuatu pun. Justru yang ia dapati adalah Allah Ta'ala dengan hisabNya, dan Allah sangat cepat hisabNya. <br />Maka saudaraku, marilah kita berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan, untuk meraih ridha Allah Ta'ala, surgaNya dan apa-apa yang telah dijanjikanNya serta keutamaan-keutamaan di alam akhirat yang kekal abadi, yang mana Allah Ta'ala telah menegaskan dalam firmanNya bahwa :”Dan kehidupan akhirat itu adalah lebih baik dan lebih kekal”.(QS. al-A’laa: 17), jangan sampai kita tertipu oleh tipu daya setan yang senantiasa menggoda anak cucu adam agar tergelincir, sehingga terjerumus kepada kesesatan, penyimpangan, memperturutkan segala keinginan hawa nafsu sehingga lupa hak-hak Allah Ta'ala yang harus ditunaikan serta lupa dari kenikmatan-kenikmatan yang tak pernah terlihat oleh pandangan mata, tak pernah terdengar oleh telinga dan tak pernah terbayangkan dalam benak hati manusia. Itulah kenikmatan yang Allah Ta'ala janjikan bagi hamba-hambaNya yang mendapatkan rahmat dariNya. Wallahu a’lam.Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-74190065652745219032009-01-19T20:42:00.000-08:002009-01-19T20:44:40.566-08:00Dunia Adalah Tempat Ujian dan CobaanSesungguhnya dunia adalah 'darul-bala’ (tempat ujian). Siapa yang tidak mendapat ujian atau musibah dalam hartanya, akan diuji jasadnya. Siapa yang tidak diuji jasadnya akan diuji anak-anaknya. Maka sudah merupakan sunnatullah bahwa setiap insan pastilah akan mendapatkan ujian dan cobaan baik berupa keburukan atau kebaikan. Allah Ta’ala berfiman, artinya, "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah" (QS. al-Balad:4). <br /><br />Abdul Malik bin Abhar berkata, "Tidak ada seorang manusia pun, melainkan akan diuji dengan kesehatan untuk melihat apakah ia mensyukurinya. Atau diuji dengan musibah untuk melihat apakah ia bersabar atasnya". <br /><br />Allah Ta’ala telah mengabarkan bahwa kehidupan di dunia ini adalah ujian dan cobaan sebagaimana firmanNya, artinya, "Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya." (QS. al-Mulk: 2) dalam firmanNya yang lain, artinya, "Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan." (QS. al-Anbiya`: 35). <br />Saudaraku .. apabila engkau telah yakin bahwa engkau tidak akan terhindar dari ditimpanya sebuah cobaan ataupun ujian, maka apakah engkau telah menanamkan dalam dirimu sebuah kesabaran, jika mendapati ujian keburukan? Dan apakah engkau siap bersyukur terhadap kebaikan yang diberikan serta ridha terhadap taqdir? <br /><br />Sesungguhnya kebenaran iman seseorang tidak akan tampak dengan jelas, kecuali ketika ia tertimpa suatu musibah, maka saat itulah akan terlihat secara jelas perbedaan orang yang sabar dan orang yang murka (terhadap musibah tersebut). Antara orang yang beriman dan orang yang ragu-ragu. <br /><br />Sebagian ulama Salaf berkata, “Saya melihat kebanyakan manusia mengalami kegelisahan yang sangat mendalam melebihi batas ketika tertimpa sebuah musibah seolah-olah mereka tidak tahu bahwa dunia ini memang diadakan untuk hal itu. Bukankah orang yang sehat tidaklah menunggu kecuali kapan datangnya sakit? Orang yang dewasa tidaklah menunggu kecuali kapan datangnya masa tua? Dan sesuatu yang 'ada' (selain Allah Ta’ala) tidaklah menunggu melainkan kapan 'ditiadakan'.' <br /><br />Beberapa Adab dan Etika ketika Tertimpa Musibah <br />Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Sangat mengherankan urusan orang mukmin itu, sesungguhnya seluruh perkara (yang menimpanya) baginya adalah semuanya baik. Tidaklah hal itu dimiliki oleh siapa pun kecuali bagi seorang mukmin, jika ia mendapatkan kebaikan, maka ia bersyukur dan hal itu adalah baik baginya, dan jika ia tertimpa suatu musibah maka ia bersabar dan itu adalah baik baginya". (HR. Muslim) <br />Hadits tersebut menunjukkan kebaikan sebuah musibah atau cobaan yang menimpa seorang mukmin apabila ia bersabar. al-Hasan berkata, "Sabar adalah harta simpanan dari tabungan kebaikan yang tidaklah Allah Ta’ala berikan melainkan kepada seorang hamba yang mulia disisiNya". <br /><br />Dan di antara bentuk-bentuk kesabaran atau adab ketika tertimpa musibah adalah : <br />• Hendaknya sabar itu terjadi di awal kejadian, yaitu ketika terjadi bencana yang besar, seperti kematian, sakit keras, kecurian, kebakaran atau yang sejenisnya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Hanyasanya sabar itu adalah ketika di awal kejadian". (HR. al-Bukhari dan Muslim) <br /><br />• Tenangnya seluruh anggota badan dengan menjauhkannya dari hal-hal yang dilarang oleh syari`at, seperti menampar-nampar pipi, membentur-benturkan kepala, merobek baju, menjambak-jambak rambut dan yang semisalnya kecuali menangis karena hal itu dibolehkan. Ahli hikmah berkata, "Kesedihan dan kegelisahan tidak akan mengembalikan sesuatu yang hilang, akan tetapi akan menambah kegembiraan orang yang senang ketika orang lain tertimpa musibah". <br /><br />• Tidak terlihatnya perubahan yang berarti akibat musibah yang menimpa, seolah-olah sama antara ketika ia tertimpa musibah dan tidak tertimpa musibah. Bakr bin Abdullah al-Muzani berkata, "Adalah pernah dikatakan, “Termasuk lemah (bersedih yang berlebihan) adalah berdiam di rumah setelah terjadinya musibah". Khalid bin Abi Utsman berkata, "Anak laki-laki saya meninggal dunia lalu Sa`id bin Jubair melihat saya dalam keadaan menutup wajah (menutup diri), maka ia berkata kepadaku, “Jauhilah olehmu menutup wajah (menutup diri) karena hal itu termasuk bersedih yang berlebihan (lemah tidak bersemangat akibat musibah). Sedangkan menangis tanpa mengeluarkan suara, ataupun bersedih yang tidak berlebihan, dan tidak mengucapkan perkataan-perkataan yang diharamkan, maka hal tersebut tidak menafikan kesabaran dan ridha. Allah Ta’ala berfirman berkaitan dengan Nabi Ya`qub alaihis salam ,, artinya, "Dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya). (QS.Yusuf :84). Qatadah berkata, “Menahan amarah karena sedih, maka ia tidaklah mengucapkan sesuatu kecuali kebaikan,” dalam ayat berikutnya, artinya, "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya". (QS. Yusuf: 86). <br /><br />• Di antara yang dapat menafikan kesabaran sehingga seseorang tidak dikatakan sabar adalah, memperlihatkan musibah yang menimpanya, berkeluh kesah dan menceritakan hal tersebut kepada orang lain tanpa adanya faidah yang diperoleh. Imam al-Ahnaf berkata, "Kedua mataku telah buta sejak 40 tahun, dan tidak pernah aku ceritakan hal tersebut kepada seorang pun". Fudhail bin Iyad berkata kepada seseorang yang sedang mengeluh kepada orang lain, "Wahai saudaraku... engkau mengeluhkan sesuatu yang engkau harapkan dapat mengasihimu kepada yang tidak mampu memberikan kasih sayang…! ".<br /><br />Tips agar Tetap Tegar dan Tidak Stres ketika Tertimpa Musibah <br />Sudah maklum bahwa musibah adalah sebuah ujian dan cobaan yang datang dari Allah Ta’ala untuk menguji hambaNya sebagai pembersih dan penghapus dosa-dosanya serta menjadikannya dalam timbangan kebaikan mereka apabila bersabar. Ironisnya sebagian kaum muslimin yang lemah imannya tidak mampu bersabar ketika mendapatkan musibah. Sampai-sampai ada yang nekad bunuh diri, stress, atau yang lainnya. Sungguh sangat memprihatinkan. <br />Adapun tips agar seseorang tetap tegar dan tidak stress ketika tertimpa musibah di antaranya adalah : <br />• Hendaknya ia mengetahui, bahwa dunia adalah tempat ujian dan cobaan. <br />• Harus dipahami bahwa musibah adalah merupakan sebuah ketetapan atau sunnatullah. <br />• Memahami bahwa di sana masih ada musibah yang lebih besar dan banyak jumlahnya. <br />• Mengambil pelajaran dari keadaan orang-orang yang tertimpa musibah yang sama, karena hal itu akan mendatangkan ketenangan <br />• Memandang keadaan orang-orang yang tertimpa musibah yang lebih besar dari musibah yang menimpanya, sehingga ia lebih bersyukur karena musibah yang menimpanya ternyata masih ringan. <br />• Berdo’a dan mengharapkan ganti yang lebih baik, dari apa yang telah hilang darinya. Jika yang menimpanya sesuatu yang dapat tergantikan dengan yang lain seperti hilangnya harta, meninggalnya anak, pasangan hidup atau yang semisalnya. <br />• Mengharap pahala dan balasan kebaikan dari Allah Ta’ala dengan bersabar. <br />Hendaknya seorang hamba tahu bahwa bagaimana pun berjalannya sebuah ketetapan atau taqdir adalah merupakan sesuatu yang terbaik bagi dirinya. <br />• Mengetahui bahwa beratnya cobaan dan dahsyatnya ujian hal itu adalah dikhususkan bagi orang-orang pilihan. Jika hal itu terjadi terhadap orang yang ahli ibadah, maka hal itu menunjukkan bahwa ia adalah termasuk pilihan. <br />• Memahami bahwa ia adalah seorang hamba (makhluk yang dimiliki) dan seseorang yang dimiliki tidaklah ia memiliki dirinya sedikit pun. <br />• Musibah yang terjadi adalah berdasarkan ridha dari Yang Empunya (Allah), maka sudah merupakan kewajiban bagi seorang hamba untuk ridha terhadap apa yang diridhai oleh Allah Subhanahu wata’ala. <br />• Mengoreksi diri ketika ia bersedih akibat musibah. Hal tersebut adalah sesuatu yang perlu dilakukan. <br />• Memahami bahwa musibah adalah hanya sesaat saja, seolah-olah ia tidak pernah terjadi. Mungkin bisa dibenarkan orang yang mengatakan, “Badai pasti berlalu”.<br /><br />Beberapa Faidah dari Ujian dan Cobaan <br />Ujian dan cobaan memilki hikmah rabbaniyyah dan faidah yang sangat agung. Hal itu dapat diketahui melalui penelitian, atau dari kenikmatan-kenikmatan yang diperoleh akibat musibah yang menimpa seseorang. Dan ada pula hikmah-hikmah yang mungkin belum tersingkap yang mana Allah Ta’ala simpan untuk suatu hikmah yang lain. Alah berfirman, artinya, "Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak". (QS. an-Nisaa`: 19). <br /><br />Di antara faidah dan hikmah dari ujian dan cobaan adalah sebagai berikut: <br />• Membersihkan dan menghapus dosa-dosa dan kesalahan serta menghantarkannya kepada derajat yang tinggi di surga. Tidaklah hal itu diperoleh melainkan bagi mereka yang mampu bersabar dan meng-harap pahala dari Allah Ta’ala Tali <br />• Memotivasi seseorang untuk benar-benar ikhlas dalam berdo’a. Kembali bertaubat dengan sesungguhnya, pasrah dan berserah diri kepada. Allah berfirman, artinya, "Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilang-kannya melainkan Dia sendiri". [(QS. al-An`am :17). Sebagian ulama Salaf berkata, "Merupakan sunnatullah bahwasannya Allah Ta'ala menyeru hambanya untuk beribadah kepadaNya dengan diberikan keluasan rizqi, kesehatan yang terus menerus agar mereka kembali kepada Allah dengan sebab kenikmatan-kenikmatan tersebut. Jika mereka tidak mau melakukannya juga, maka Allah Ta’ala timpakan kepada mereka musibah sebagai peringatan berupa kemiskinan dan kesusahan mudah-mudahan mereka kembali kepadaNya". <br />• Mengetahui betapa besar kenikmat-an dan kesehatan yang diberikan, bagi mereka yang lupa akan kenikmatan tersebut. Karena kenyataan menunjukkan bahwa apabila dibandingkan antara kenikmatan dan kesehatan akan jauh lebih besar dan lebih banyak porsinya daripada kesengsaraan atau musibah yang didapatkan. <br />• Tidak peduli terhadap gemerlapnya dunia karena kefanaannya, dan semangat dalam memotivasi diri untuk berlomba beramal dalam mempersiapkan hari pertemuannya dengan Rabb Penguasa alam. Sesungguhnya seorang hamba apabila berfikir dengan akal sehatnya tentang berpulangnya orang-orang yang dicintainya, niscaya ia akan sadar diri, bahwa mereka telah mereguk air pelepas dahaga dengan gelas yang mana ia harus melaluinya dengan gelas yang sama yaitu kematian.<br /><br />Saudaraku… menjadilah kalian orang-orang yang senantiasa bersabar terhadap musibah yang menimpa, bersyukur ketika mendapat kenikmatan, bersabar atas segala kesengsaraan, karena sabar adalah penghapus kesalahan dan dosa. Allah Ta’ala berfirman, artinya, "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar". (QS. al-Baqarah: 155)Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-57306576233505043302009-01-19T20:40:00.000-08:002009-01-19T20:41:56.699-08:00JALAN MENUJU ISTIQOMAH<meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CIRMAWA%7E1%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Arial Narrow"; panose-1:2 11 5 6 2 2 2 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:647 0 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} a:link, span.MsoHyperlink {color:blue; text-decoration:underline; text-underline:single;} a:visited, span.MsoHyperlinkFollowed {color:purple; text-decoration:underline; text-underline:single;} p {mso-margin-top-alt:auto; margin-right:0in; mso-margin-bottom-alt:auto; margin-left:0in; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 13pt; font-family: "Arial Narrow";" lang="SV">Kaum muslimin <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">rahimakumullah, </span></em>di dalam kehidupan manusia, Allah telah menetapkan jalan yang harus ditempuh oleh manusia melalui syariat-Nya sehingga seseorang senantiasa Istiqomah dan tegak di atas syariat-Nya, selalu menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya serta tidak berpaling ke kanan dan ke kiri. Allah <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">ta’ala </span></em>telah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk senantiasa istiqomah.<o:p></o:p></span></p> <p style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 13pt; font-family: "Arial Narrow";" lang="SV">Allah <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">Ta’ala </span></em>berfirman yang artinya, <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Robb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap beristiqomah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita, mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan (di dunia)”</span></em> (QS. Al Ahqaaf [46]: 13-14)<o:p></o:p></span></p> <p style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 13pt; font-family: "Arial Narrow";" lang="SV">Akan tetapi bagaimana pun juga seorang hamba tidak mungkin untuk senantiasa terus dan sempurna dalam istiqomahnya. Terkadang seorang hamba luput dan lalai yang menyebabkan nilai istiqomah seorang hamba menjadi berkurang. Oleh karena itu, Allah memberikan jalan keluar untuk memperbaiki kekurangan tersebut yaitu dengan beristigfar dan memohon ampun kepada Allah <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">ta’ala</span></em> dari dosa dan kesalahan. Allah <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">ta’ala </span></em>berfirman yang artinya, <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">Maka beristiqomahlah (tetaplah) pada jalan yang lurus menuju kepada Allah dan mohonlah ampun kepada-Nya”. </span></em>(QS. Fushshilat [41]: 6)<em><span style="font-family: "Arial Narrow";">.</span></em> Di dalam al-Qur’an maupun Sunnah telah ditegaskan cara-cara yang dapat ditempuh oleh seorang hamba untuk bisa meraih istiqomah. Cara-cara tersebut adalah sebagai berikut:<o:p></o:p></span></p> <p style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify;"><strong><span style="font-size: 13pt; font-family: "Arial Narrow";" lang="SV">Pertama</span></strong><span style="font-size: 13pt; font-family: "Arial Narrow";" lang="SV">, memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar. Allah <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">Ta’ala </span></em>berfirman, <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ‘ucapan yang teguh’ dalam kehidupan di dunia dan di akhirat” </span></em>(QS. Ibrahim [14] : 27). Makna <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">“ucapan yang teguh” </span></em>adalah dua kalimat syahadat. Sehingga, Allah akan meneguhkan orang yang beriman yang memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat ini di dunia dan di akhirat.<o:p></o:p></span></p> <p style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify;"><strong><span style="font-size: 13pt; font-family: "Arial Narrow";" lang="SV">Kedua</span></strong><span style="font-size: 13pt; font-family: "Arial Narrow";" lang="SV">, membaca al-Qur’an dengan menghayati dan merenungkannya. Allah berfirman yang artinya, <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">“Katakanlah: ‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan al-Qur</span></em>‘<em><span style="font-family: "Arial Narrow";">an itu dari Robb-mu </span></em>dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. An Nahl [16]:102)<o:p></o:p></span></p> <p style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 13pt; font-family: "Arial Narrow";" lang="SV">Ketiga, berkumpul dan bergaul di lingkungan orang-orang saleh. Hal ini sangat membantu seseorang untuk senantiasa istiqomah di jalan Allah <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">ta’ala</span></em>. </span><span style="font-size: 13pt; font-family: "Arial Narrow";" lang="FI">Teman-teman yang saleh akan senantiasa mengingatkan kita untuk berbuat baik serta mengingatkan kita dari kekeliruan. Bahkan dalam al-Qur’an disebutkan bahwa hal yang sangat membantu meneguhkan keimanan para sahabat adalah keberadaan Rasulullah <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">shallallahu ‘alaihi wa sallam, </span></em>Allah berfirman yang artinya, <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">“Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rosul-Nya pun berada di tengah-tengah kalian? Dan barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” </span></em>(QS. Ali ‘Imran [3]:101)<o:p></o:p></span></p> <p style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify;"><strong><span style="font-size: 13pt; font-family: "Arial Narrow";" lang="FI">Keempat</span></strong><span style="font-size: 13pt; font-family: "Arial Narrow";" lang="FI">, berdoa kepada Allah <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">ta’ala</span></em> agar Dia senantiasa memberikan kepada kita istiqomah hingga akhir hayat. Bahkan Ummu Salamah <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">radhiyallahu ‘anha</span></em> mengatakan bahwa doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">shallallahu ‘alaihi wa sallam</span></em> adalah doa, “<em><span style="font-family: "Arial Narrow";">Yaa muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘ala diinik </span></em>” artinya “Wahai Zat yang membolak-balikkan hati teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. Tirmidzi, Ahmad, Hakim, dishahihkan oleh Adz Dzahabi, lihat pula <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">Shahihul Jami’</span></em>)<o:p></o:p></span></p> <p style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify;"><strong><span style="font-size: 13pt; font-family: "Arial Narrow";" lang="FI">Kelima</span></strong><span style="font-size: 13pt; font-family: "Arial Narrow";" lang="FI">, membaca kisah Rasulullah, para sahabat dan para ulama terdahulu untuk mengambil teladan dari mereka. Dengan membaca kisah-kisah mereka, bagaimana perjuangan mereka dalam menegakkan diinul Islam, maka kita dapat mengambil pelajaran dari kisah tersebut sebagaimana firman Allah <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">ta’ala </span></em>yang artinya, <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.”</span></em> </span><span style="font-size: 13pt; font-family: "Arial Narrow";">(QS. Huud [11]: 120)<o:p></o:p></span></p> <p style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 13pt; font-family: "Arial Narrow";">Kaum muslimin <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">rahimakumullah </span></em>demikianlah sedikit yang dapat kami sampaikan sebagai renungan bagi kita semua untuk meniti jalan <a href="http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/meniti-jalan-istiqomah.html" title="Meniti jalan istiqomah">istiqomah</a>. Semoga Allah <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">ta’ala </span></em>memberikan keteguhan kepada kita untuk senantiasa menjalankan syariat-Nya hingga kelak kematian menjemput kita semua. <em><span style="font-family: "Arial Narrow";">Amiin ya Mujibbassaailiin. </span></em><o:p></o:p></span></p> Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-68730866112841428672008-11-09T07:10:00.001-08:002008-11-09T07:18:41.215-08:00Muhammadiyah Jateng Tetapkan DPD KH. Drs. MarpujiI. KETERANGAN PRIBADI<br /><br />1. Nama Lengkap : KH. DRS. MARPUJI<br />2. Tanggal Lahir : 21 Agustus 1951<br />3. Tempat Lahir : Klaten<br />4. Nomor Buku : 545 571<br />5. Alamat : Jaten RT 02 RW 05 Desa Beku, Kecamatan Karanganom <br /> Kabupaten Klaten 57475<br />6. Isteri : Siti Zulaichah (Klaten, 1951)<br />7. Anak : a. Isna Fahmi Uswati (Surakarta, 1981)<br /> b. Tazkiyatun Ni'mah (Surakarta, 1982)<br /> c. Zumana Masriyatur Rahmah (Surakarta, 1984)<br />8. Spesialisasi : Ilmu Agama Islam/Syari'ah<br /><br />II. PENDIDIKAN<br /><br />1. 1962 SR Negeri 6 Tahun Karangan, Karanganom<br />2. 1968 PGAP Muhammadiyah (4tahun) di Karanganom<br />3. 1971 PGAA Negeri (6tahun) di Klaten<br />4. 1974 Baccalaureat IAIN Sunan Kalijaga Fakultas Syari'ah<br />5. 1978 Doktoral IAIN Sunan Kalijaga Fakultas Sayari'ah<br />6. 1983 Program Latihan Penelitian Agama (PLPA) Departemen Agama <br />RI di Jakarta<br />7. 2006 Program Magister Studi Islam (Ekonomi Islam) UII <br /><br />III. RIWAYAT PEKERJAAN<br /><br />1. 1978-1979 Staf Redaksi Penerbitan Bulan Bintang Jakarta<br />2. 1979-1980 Dosen IKIP Muhammadiyah Surakarta, pada mata kuliah <br />Al -Islam/Kemuhammadiyahan<br />3. 1981-1983 Guru Al-Islam SPG Muhammadiyah Surakarta<br />4. 1981- 2008 Dosen Fakultas Agama Islam UMS <br /><br />IV. PENGALAMAN JABATAN<br />1. 1979-1981 Sekretaris BKK IKIP Muhammadiyah Surakarta (UMS)<br />2. 1981-1983 Sekretaris Fakultas Ushuluddin UMS<br />3. 1984-1986 Dekan Fakultas Agama Islam UMS<br />4. 1985-1988 Sekretaris BKS-PTIS Jawa Tengah<br />5. 1986-1988 Dekan Fakultas Agama Islam UMS (jabatan Ke II)<br />6. 1987-1988 Ketua Pusat Pengkajian Islam UMS<br />7. 1988-1992 Pembantu Rektor III UMS<br />8. 1992-1996 Pembantu Rektor IV UMS<br />9. 1966-2000 Pembantu Rektor III UMS<br /><br />V. PENGALAMAN/JABATAN DALAM MUHAMMADIYAH<br /><br />A. Di Lingkungan Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM)<br />1. 1966-1967 Ketua Pimpinan Ranting IPM PGAM Karanganom<br />2. 1968-1969 Ketua Pimpinan Cabang IPM di Karanganom<br />3. 1971-1972 Sekretaris Pimpinan Daerah IPM Kabupaten Klaten<br />4. 1972-1973 Anggota Pengurus Komisariat IMM Fakultas Syari’ah IAIN<br />Sunan Kalijaga Yogyakarta<br />5. 1973-1974 Sekretaris Pimpinan Wilayah IPM Jawa Tengah<br />6. 1975-1976 Ketua I Pimpinan Wilayah IPM Jawa Tengah<br /> <br />B. Di Lingkungan Muhammadiyah<br />1. 1978-1979 Sekretaris BKP-AMM Daerah Klaten<br />2. 1983-1985 Ketua BKP-AMM Daerah Kodia Surakarta<br />3. 1986-1991 Wakil Sekretaris II Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kodia <br /> Surakarta<br />4. 1986-1991 Sekretaris PWM Majlis Tarjih Jawa Tengah<br />5. 1992-1996 Wakil Ketua PWM Majlis Tarjih Jawa Tengah<br />6. 1996-2000 Wakil Bendahara PWM Jateng<br />7. 2000-2005 Wakil Ketua PWM Jawa Tengah<br />8. 2000-2005 Wakil Ketua BPH Universitas Muhammadiyah Surakarta<br />9. 2005-2009 Wakil Ketua BPH Universitas Muhammadiyah Surakarta<br />10. 2005-2010 Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah<br /><br />VI. PENGALAMAN/KUNJUNGAN KE LUAR NEGERI<br />1. 1987 Singapura (kunjungan ke Muhammadiyah Singapura)<br />2. 1987 Malaysia (kunjungan ke Pusat Islam Malaysia, Bank Islam Malaysia, <br /> Tabung dan Urusan Haji Malaysia dan Islam di Kelantan)<br />3. 1990 Konferensi Kemahasiwaan Asia-Pasifik di Kuala Lumpur<br />4. 1995 Brunei Darussalam (Seminar Tentang Perkembangan Ilmu-ilmu Islam di <br /> Asia Tenggara).<br />5. 2001 Studi Banding ke berbagai Perguruan Tinggi di Australia.<br /><br />VII. KARYA ILMIAH<br />1. Syari’at Islam di dalam Memelihara Anak Yatim, Risalah Baccalaureat Fakultas Syari’ah IAIN.<br />2. Studi Perbandingan tentang Daya Ikat Perundang-undangan Hukum Positip dan Hukum Islam, Skripsi Doktoral Fakultas Syari’ah IAIN.<br />3. Konversi Agama ke Islam di Kalangan Orang-orang Tiong Hwa di Surakarta, hasil penelitian.<br />4. Gelandangan di Daerah Kartasura, hasil penelitian.<br />5. Profil Jama’ah Haji Kotamadia Surakarta tahun 1991, hasil penelitian.<br />6. Konversi Agama (Studi Kasus Dalam Tabloid Al-Hikmah) Tahun 1996, hasil penelitian.<br />7. Pandangan Ibnu Hazm Tentang Nafkah Isteri Kepada Suami, hasil penelitian tahun 2002.<br />8. Moralitas Titik Tolak Pembangunan Umat, makalah.<br />9. Keluarga Berencana dalam Tinjauan Islam, makalah.<br />10. Membina Keluarga Bahagia dan Sejahtera, makalah.<br />11. Urgenitas Akal dan Wahyu dalam Kajian Fiqh, makalah.<br />12. Keluarga Sakinah, makalah.<br />13. Essensi Ibadah dalam Islam, makalah.<br />14. Prinsip-prinsip Akidah Islam, makalah.<br />15. Sejarah Hukum Islam di Indonesia pada masa Kolonial, makalah.<br />16. Akhlak Qur’ani, makalah.<br />17. Perkembangan Hukum Islam di Indonesia sesudah Kemerdekaan RI., makalah<br />18. Muhammadiyah menjelang Muktamar ke-42, makalah.<br />19. Profil dan Perkembangan Perguruan Tinggi Islam Swasta, makalah.<br />20. Pandangan Islam mengenai Aborsi, makalah.<br />21. Metode Memahami Islam Secara Integratif, makalah.<br />22. Sejarah Peradilan Islam di Indonesia, makalah.<br />23. Pemikiran Islam di Indonesia & Kontribusinya pada Pembangunan, dalam Akademika, Edisi No. 3/th. VIII/95.<br />24. Prinsip-Prinsip Kerjasama dalam Perburuhan, Perspektif Islam, dalam Shuhuf, Edisi No. 1, th. VIII/96.<br />25. Tauhid Lingkungan Hidup, dalam Akademika, Edisi No. 2, th. XIV/96.<br />26. Risalah Kehidupan Beragama dalam Masyarakat yang Majemuk, dalam Shuhuf, Edisi No. 2, th. VIII/96.<br />27. Tanggung Jawab Fungsionaris Mahasiswa dalam Pengembangan Studi Islam dan Kemuhammadiyahan, dalam Tata Kerja Kemahasiswaan, Edisi Mei 1996.<br />28. Spiritualitas Masyarakat Islam di Era Globalisasi, dalam Shuhuf, Edisi No. 1, th. IX/97.<br />29. Teori Penggantian Hukum Syar’i dalam Ushul Al-Fiqh Klasik, dalam Ishraqi, Vol. 1, Nomer 2, Juli – Desember 2002.<br />30. ETIKA BISNIS ISLAMI (Tinjauan Terhadap Praktek Monopoli di Indonesia), dalam Jurnal Ilmu Hukum, Vol.7, No. 2, 2 September 2004.<br />31. ETIKA BISNIS DALAM ISLAM (Kritik Terhadap Kapitalisme), dalam Shabran, Edisi 02, Vol. XIX, 2005.<br />32. KONTRIBUSI BMT DALAM PEMBERDAYAAN UMAT ( Studi Kasus BMT Ben Taqwa Kabupaten Grobogan Jawa Tengah), Tesis Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2006.<br /><br />Demikian Riwayat Hidup ini saya buat sebenar-benarnya, dan harap menjadikan maklum.Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-30748259057989049062008-11-07T18:21:00.000-08:002008-11-07T18:22:21.702-08:00Hijablah Diri-Diri Kalian!Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. [QS. An-Nuur:31]<br />My dear sisters,…<br />Telah sampai padaku ilmu tentang empat orang wanita yang harus aku, sebagai lelaki, pertanggung jawabkan di “yaumil akhir” nanti, mereka adalah…Ibu, saudara perempuan, isteri dan anak-anak perempuanku.<br />My dear sisters,…<br />Banyak hal yang ingin aku sampaikan kepada kalian, hal yang mungkin juga sudah kalian ketahui, entah dari buku yang kalian baca, pengajian yang kalian ikuti dan dengarkan, atau yang lebih mutakhir..email dan internet.<br />Jika kali ini aku ingin mengulanginya lagi, harap jangan kalian gusar, ini hanya sebagai bentuk kasih sayang dan tanggung jawabku, sebagaimana Allah telah tetapkan untukku.<br />Seandainya aku abaikan, ketakutanku hanya satu, kemurkaan-Nya.<br />Oleh karena itu, tolonglah aku dari murka-Nya, dengan membaca dan meresapkan apa yang akan aku sampaikan ini, agar merasuk kedalam kalbu, menetap didalam hati, dan berbuah amaliyah yang abadi.<br />My dear sisters,…<br />Hidup kita dibatasi waktu, usia kita bertambah sedangkan jatah hidup kita berkurang<br />sadarkah bahwa kita pastinya akan kembali menjumpai-Nya, Pencipta Yang Agung dan Maha Segala? sudahkah kita siapkan segala sesuatunya?<br />Bukan harta benda, bukan pangkat kedudukan, bukan pula gelar kebangsawanan…<br />Tidak..bukan itu semua…tapi Taqwa!!<br />Yaa…Taqwa…hanya ketaqwaan itu yang akan menyelamatkan kita, kini dan nanti, dunia akhirat.<br />Aku sangat paham bahwa kalianpun sudah mengetahui hal ini, tapi sudahkan kalian memulai mengayun langkah berjalan menuju Taqwa?<br />sudahkan pengetahuan itu membawa kepada kesadaran bahwa hidup kita bisa berakhir kapan saja…bahkan mungkin detik ini….<br />dan jika saat itu datang, mungkinkah diraih “khusnul khotimah” jika tidak kita persiapkan?<br />My dear sisters,…<br />Aku sadar dan mengerti jika kalian menganggap bahwa aku sendiri belumlah pantas menyandang gelar taqwa dan untuk itu belum pantas menasihati kalian…<br />dan itu benar, akupun teramat sadar akan hal itu…<br />aku belum separuh jalan menuju taqwa, bahkan seperempatnya pun belum…<br />jauh..masih jauh dari taqwa sebagaimana tuntunan Nabi kita<br />hanya saja Rasulullah sendiri telah bersabda, “Ballighu anni walau ayyah" (Sampaikanlah apa yang kalian dapat dariku walau hanya satu ayat)...<br />sedangkan Allah berfirman " . . . .Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu, tinggalkanlah . . . . " [Al Hasyr:7]<br />Kini aku sampaikan kepada kalian, walau “hanya” soal Taqwa, walau hanya satu ayat...renungilah...bawalah dalam tidur malam kalian yang panjang...tadaburilah<br />Setiap hari, setiap jam, setiap detik dalam hidupku<br />Tak sekejappun aku lupa akan kalian, sebagai bagian dari hisabku dihadapanNya kelak…<br />Ketahuilah, lebih mudah bagiku menyampaikan kebenaran kalam-kalam Nya dan sunnah-sunnah rasulNya kepada Ibu, Istri dan anak-anakku..<br />Itu karena Ibu dan anak-anakku berada pada masa yang berbeda dengan kita…<br />Pada ibu, hormat dan kasihku sudah sampai padanya sebelum aku berbicara, karena keluasan hati dan pengalamannya…<br />Bagi anak-anakku, aku adalah panutan yang harus di gugu dan ditiru..<br />dengan seijin Allah, aku berusaha menjadi sebagaimana aku mengharapkan mereka menjadi sesuai harapan kami, orangtua mereka<br />Sedangkan istriku,…InsyaAllah dia sangat paham bahwa mematuhi saya, selama tidak menyekutukanNya, adalah bentuk pengabdian yang akan membawa dia ke Jannah Nya..<br />Akan halnya kalian, adik dan kakakku….usia kita tidaklah terpaut jauh...jaman kita sama…pendidikan kita setara…pergaulanlah yang membedakan kita..<br />Untuk itu, adikku…kakakku…pahamilah…aku berusaha untuk tidak menggurui kalian<br />Aku tidak melebihi dari kalian sebagai hambaNya<br />Anggaplah aku teman yang sekedar mengingatkan kalian sekaligus mengingatkan dirinya sendiri..<br />Bahwa hanya Taqwa yang memungkinkan kita berada bersama rasul-rasul dan orang-orang saleh..<br />Dan pakaian taqwa yang langsung membedakan perempuan-perempuan kekasihNya dengan yang bukan adalah Hijab!!!<br />Karena itu, tolonglah aku untuk menolong jiwa kalian,…<br />Hijablah diri-diri kalian…sesungguhnya itu lebih baik dari dunia dan seisinya…<br />Tidak, sekali-kali aku tidak memerintah kalian,..tidak…bukan aku, tapi Dia, Allah Tuhan segala Illah!<br />Dia yang memerintahkan, RasulNya yang menyampaikan, dan aku sekedar penyambung lidah..<br />My dear sisters,…<br />Telah aku sampaikan kalimatNya,…<br />Kini terserah pada kalian, apakah bersedia memenuhi dan meninggikan seruanNya<br />Atau menjalani kehidupan “sewajarnya” menurut anggapan kalian dan sebagian besar umat<br />Hijab adalah wajib bagi kalian perempuan sebagaimana wajibnya Sholat…<br />Hijab bukan sunnah, bukan pula adat istiadat,…bukan..<br />Janganlah kebiasaan dan kewajaran dunia melampaui apa-apa yang telah ditetapkanNya<br />Jalani hidup mengikuti aturan-aturanNya dan sunnah rasulNya<br />Maka keselamatan dunia akhirat ganjarannya<br />Dia, Allah, pemilik semesta dan seisinya..sudah sepantasnyalah kita berhukum dengan hukum-hukumNya..<br />Maka kebenaran hukum manakah yang kalian pilih?<br />Dia, Allah, pemilik sah diri dan jiwa manusia…kepadaNyalah sebenar-benar kita akan kembali..<br />Maka kemana kalian akan sembunyi jika maut datang meminang?Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-19971167393980985772008-10-25T17:09:00.001-07:002008-10-25T17:12:28.482-07:00Ukhti, Yakinlah Jodohmu Kan Datang....<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLZEmwtFJ5aXmuQq42VUQgQzin5HJOZSkmi4r_67NsfrJY6rUVbYfTmfzDQdl8fgUXqBWAAsDG-WpCabaCCN8c1c9o9Ro3EvF-FvBxBX8SlcUo80HGtvLgmJ7Ob72GlYMa_YsxIlAQ8JpD/s1600-h/busana-muslim-kerudung-taaj-9.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 222px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLZEmwtFJ5aXmuQq42VUQgQzin5HJOZSkmi4r_67NsfrJY6rUVbYfTmfzDQdl8fgUXqBWAAsDG-WpCabaCCN8c1c9o9Ro3EvF-FvBxBX8SlcUo80HGtvLgmJ7Ob72GlYMa_YsxIlAQ8JpD/s320/busana-muslim-kerudung-taaj-9.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5261248376179401474" /></a><br />Perawan tua! Wuih, sadis banget…Yup, itulah julukan yang diberikan untuk kaum hawa yang belum menikah di usia ‘senja’. Ketika saya mengikuti sebuah acara perlombaan anak-anak TPA di daerah Bantul, saya bertemu dengan seorang sosok wanita yang saya pikir waktu itu adalah seorang guru yang sekaligus ibu rumah tangga.<br />Tampilan sederhana dengan jilbab yang menjulur ke dadanya. Kebetulan, kami menjadi juri pada lomba yang sama. Untuk menghindari kekakuan, saya mencoba memperkenalkan diri dan sedikit berbincang dengan beliau. Beliau seorang guru TK kelahiran tahun 1969. Dengan usia yang sekian, saya berpikir beliau telah berkeluarga dengan beberapa orang anak. Ketika saya Tanya “putra pinten bu?” (punya anak berapa bu?-jawa) beliau menjawab, “dereng nikah mba, mboten payu”.(belum menikah mba, ngga laku-jawa)…Terkejut sekali saya waktu, ditambah rasa bersalah kalau pertanyaan saya tadi menyinggung perasaan beliau. Alhamdulillah, beliau tidak tersinggung malah kami bisa semakin akrab.<br />Sosok lain, saya teringat murobbiyah-murobbiyah saya. Di tengah kesibukan yang ekstra padat, mereka masih meyempatkan waktu untuk membina kami. Dari ketiga akhawat yang pernah menjadi murobbiyah saya (selamanya akan tetap menjadi murobbiyah saya) semuanya belum menikah. Mereka rata-rata sudah berumur 25-up. Untuk lingkungan kampus, usia sekian tentu bukan menjadi masalah ketika belum menikah. Tetapi, ketika pulang ke kampung halaman dengan hidup bertetangga tentu akan menimbulkan pertanyaan yang kurang mengenakkan. Kapan nikah mba? Itu pertanyaan yang kerapkali terdengar. Bahkan saya yang ‘baru’ berusia 22 tahun pun tidak lepas dari pertanyaan tersebut ketika saya sudah pulang kampung. Menyegerakan menikah adalah sesuatu ayng dianjurkan. Akan tetapi ketika jodoh belum juga datang, apakah itu sesuatu hal yang harus dipaksakan?<br />Saya teringat satu nasehat dari seorang ustadz di Yogya ketika mengikuti kajian pagi hari di Masjid Mardliyah. Beliau menyampaikan materi pernikahan. Salah satu pesan beliau, “Jadi akhawat jangan suka mancing-mancing ikhwan, misal dengan sms ‘koq ngga nikah-nikah akh’ dan sebagainya”. Beliau melanjutkan ketika akhawat berkepala 2 belum menikah itu sesuatu yang wajar. Ketika berkepala 3 belum menikah juga, mungkin Allah masih ‘menahan’ jodoh kita. Ketika sudah berkepala 4 dan belum menikah juga, mungkin laki-laki dunia belum ada yang ocok untuk kita dan seterusnya. Beliau menambahkan agar kita tidak berburuk sangka terhadap Allah.<br />Benar sekali, di tengah penantian panjang yang belum tahu kapan berujung tidak sedikit akhawat yang mulai putus asa. “Apa karena aku yang kurang cantik?” dan pertanyaan-pertanyaan retorik sejenis yang ada di kepala akhawat muslimah. Akhirnya, mereka mulai melakukan treatment untuk menjaga penampilan. Mereka tidak lagi enggan merogoh kocek hanya sekedar untuk antri di salon berjam-jam. Akibatnya, dana infak berkurang, jadwal dakwah terabaikan dan banyak sekali konsekuensi yang harus ditanggung ketika memutuskan untuk menjadi wanita yang ‘berbeda’.<br />Pola pikir akhawat yang seperti ini, bukan 100% kesalahan mereka. Kalau mau jujur, berapa banyak ikhwan yang ridho beristri akhawat ‘biasa’. Kebanyakan kaum ikhwan tentu akan pilih-pilih wanita untuk menjadi pendamping hidupnya. Amat disayangkan, sebab yang menjadi kriteria bukan sekedar agamanya yang oke, tapi juga harus cantik, putih, lulusan fakultas kedokteran (bukan karena saya alumni fakultas kehutanan lho…) dan seterusnya. Itu adalah sesuatu yang manusiawi tentunya, tapi tidak sedikit dari mereka yang tidak melanjutkan proses ta’aruf hanya karena salah satu kriteria duniawi itu tidak terpenuhi.<br />Jodoh, rezeki dan semua yang kita alami adalah atas kehendakNya. Ketika saya silaturrahim ke rumah seorang ustadzah di Boyolali, beliau berpesan tsiqoh saja terhadap Allah Karena pasti ia akan memeberi yang trebaik untuk hambanya. Saya jadi teringat pada Q.S Al-Baqarah ayat 216 “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.<br />Untuk para ukhti sholihah, yakinlah jika saatnya tepat “pangeran berkuda putih” itu akan datang menjemputmu.Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-69256555690480978902008-10-25T17:03:00.000-07:002008-10-25T17:07:20.444-07:00Bila Kematian telah memanggilBila waktu telah memanggil<br />Teman sejati hanyalah amal<br />Bila waktu telah terhenti<br />Teman sejati hanyalah sepi<br />Sekiranya seperti itulah syair lagu religi yang diciptakan sekaligus dinyanyikan oleh Opick. Lagu yang mampu membuat bulu kuduk saya ikut merinding mendengarnya demi menghayati setiap untaian kata-katanya. Walau begitu saya tidak jera untuk me-replay MP3 yang sering saya dengar di sela-sela aktivitas sehari-hari.<br />Sesungguhnya tidak ada didunia ini yang paling saya resahkan selain “Kematian”. Ketika kematian pasti akan terjadi pada semua makhluk-Nya yang hidup. Kematian yang selalu menyimpan begitu banyak misteri yang sangat sulit ditembus dengan akal manusia yang sangat terbatas ini.<br />Dulu saya termasuk orang yang sangat tidak peduli dengan kematian. Saya berpikir kematian itu hal yang lumrah saja dan tidak perlu dipusingkan karena pasti menimpa siapa saja yang hidup. Sampai akhirnya.. Innalillahi wa innalillahi roji'un.. saya harus kehilangan seorang ayah tercinta (semoga almarhum diampuni semua dosa-dosanya). Allah Subhana wata'ala masih berkenan mengingatkan saya melalui perpisahan itu. Hati saya sedih karena perpisahan itu harus saya alami tanpa diberi kesempatan untuk bertemu yang terakhir kalinya, karena waktu itu saya masih harus tinggal di Hong Kong.<br />Tepat dibulan Ramadhan tahun 2006 ayah berpulang, meninggalkan kami semua. Pukulan yang cukup membuat saya tersadar akan arti kehidupan dan kematian. Begitu kehilangan dan merasa sangat berdosa karena sebagai anaknya saya merasa belum pernah mampu membahagiakannya apalagi membalas jasa-jasa beliau semasa hidupnya.<br />Belum lama saya harus belajar menerima kehilangan ayah, kembali saya harus mendapatkan kabar meninggalnya seorang teman saya yang belum lama bekerja di Taiwan, disinyalir kematiannya itu karena sakit yang dideritanya semenjak di Indonesia. Dia seorang teman yang saya kenal saat masih sama-sama bekerja di Hong Kong. Tidak terlalu dekat namun sempat akrab beberapa saat menjelang kepulangannya ke Indonesia dulu sampai akhirnya dia mendaftarkan diri untuk mencoba peruntungannya di negeri Taiwan itu. Cita-citanya untuk berikhtiar agar bisa merubah hidupnya harus kandas karena ajal tidak bisa ditunda untuk segera menjemputnya.<br />Melalui kejadian itu semua, saya mulai tergugah untuk lmulai membaca-baca buku pengetahuan tentang kehidupan setelah kematian. Saya mulai mencari-cari buku yang bisa membantu saya meredakan rasa penasaran saya tentang apa sebenarnya yang terjadi setelah kematian menimpa, setelah nafas terhenti dan jantung tak berfungsi lagi. Ketika jasad mulai ditimbun dengan tanah, lantas jasad itu benar-benar sendiri dan hanya berteman dengan amalan-amalan semasa hidupnya. Sering pula saya ketakutan membayangkan bila hal serupa menimpa saya padahal saya merasa belum siapkan diri dengan amalan yang ada. Namun semua adalah kuasa-Nya. Tidak ada daya kita untuk menolaknya.<br />Kini saya semakin menyadari cinta Allah Subhana wata’ala kepada saya, sampai detik ini masih diberikan kesempatan untuk terus memperbaiki diri dari semua dosa yang pernah saya lakukan. Sampai detik ini diberi-Nya kemudahan untuk terus bermunajad memohon ampunan dan syawal ini, semoga dosa-dosa terampuni dan kembali menjadi hamba yang fitrah . Amin amin ya rabbal ‘alamin..<br /><em>"Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan." </em>(Q.S.AL MUNAAFIQUUN ayat 11)Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-24555750551235967862008-10-23T08:26:00.000-07:002008-10-23T08:35:15.136-07:00MENGGAIRAHKAN KEMBALI GJDJ<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjO6WCwZt6xWR8qoXbQMyR8M6WCbulUKbPG1bQrMYn-ekCtuchrOXnLLLlZ_dBSq0yJr3vAqfCcwLHBz37tKaCnzgTXHgvILeOAMUpud8CPfGjivaxLnKAlKRvUcuqDVo_KjGuDkNXweoS4/s1600-h/Foto074.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 256px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjO6WCwZt6xWR8qoXbQMyR8M6WCbulUKbPG1bQrMYn-ekCtuchrOXnLLLlZ_dBSq0yJr3vAqfCcwLHBz37tKaCnzgTXHgvILeOAMUpud8CPfGjivaxLnKAlKRvUcuqDVo_KjGuDkNXweoS4/s320/Foto074.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5260373011059073906" /></a><br />I. PENDAHULUAN<br />Sesungguhnya da’wah kepada agama Allah SWT merupakan jalan yang ditempuh oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya. Adapun misi da’wah itu sesungguhnya adalah mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang, dari kekufuran menuju keimanan, dari kesyirikan menuju tauhid dan dari neraka menuju syurga. Allah Berfirman :<br /><br /><em>Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan Aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".</em> ( QS Yusuf : 108 )<br /><em>Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", …</em> ( QS An Nahl : <em>36Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku". </em>( QS Al Anbiya’ : 25 )<br />Konsepsi dan manifestasi dakwah harus bisa merangkum dimensi kerisalahan, kerahmatan, dan kesejarahan dalam kehidupan manusia. Sebagai program jangka panjang, gerakan dakwah membutuhkan banyak sarana, metode, dan penunjang yang mesti diupayakan berjalan sinergis, integral, dan saling melengkapi dalam upaya mewujudkan kemaslahatan hidup umat manusia. <br />Sebagai organisasi Islam, sejak awal Muhammadiyah telah menjadikan dakwah sebagai salah satu misi dan agenda kerja utama. Dakwah yang dijalankan oleh Muhammadiyah hingga sekarang tetap berlandas pada AL Qur’an dan As Sunnah Shahihah. Motivasi dakwah yang lil-Lahi Ta’ala itu digerakan melalui berbagai media maupun metode, baik kepada umat ijabah maupun umat dakwah, untuk menghantarkan manusia kepada kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat. Karena kuatnya misi dakwah yang dilakukan gerakan ini, maka Muhammadiyah menegaskan identitasnya sebagai gerakan Islam dakwah amar ma’ruf nahi munkar.<br />II. EMPAT LANGKAH AWAL DAKWAH<br />Menurut pemikiran KH. Ahmad Dahlan, Muhammadiyah adalah wujud konkret dari realisasi pesat Al Qur’an untuk berpegang teguh pada agama Allah, bersikap dan menifestasikan taqwa, serta selalu mengajak kepada Islam. Allah berfirman :<br />Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.<br /><em>Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” </em>( QS Ali Imran : 101 – 104 ) <br />Dalam keyakinan KH. Ahmad Dahlan, orang yang telah mampu memhami Islam sebagai risalah Allah, akan mewujudkan ajaran – ajaran Islam melalui perjuangan dengan menggunakan seluruh kemampuannya untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sebagai konsep hidup ditengah – tengah masyarakat, sehingga cita – cita mengenai baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur ( masyarakat utama, adil makmur yang diridlai Allah SWT) dapat terwujud. Kunci utama dalam keseluruhan usaha tersebut adalah keharusan bagi umat untuk melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar.<br />Ayat diatas mengisyaratkan pengarahan Allah berupa empat langkah pokok yang harus ditempuh dan diupayakan secara terus menerus guna mewujudkan masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah. Keempat langkah tersebut :<br />1. Pembinaan masyarakat muslim diatas nilai – nilai ketaqwaan yang sebenar – benarnya sehingga seluruh aspek kehidupan manusia mencerminkan keteguhan pada syari’at Islam.<br />2. Umat harus didorong gar berkemmpuan memahami dan menjabarkan seluruh ajaran Agama Islam, dan menjadikannya sebagai konsepsi hidup secara konkret, jelas dan lengkap.<br />3. Diperlukan usaha keras untuk menghimpun potensi umat secara total, kompak dan diorganisasi secara baik.<br />4. Membangun kemampuan melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar terhadap masyarakat pada umumnya dengan metode yang tepat sehingga ajaran – ajaran agama Islam dapat diwujudkan dalam masyarakat.<br />Dilatarbelakngi pemikiran dan usaha konkret KH. Ahmad Dahlan yang telah dikerjakannya itu, maka Muktamar ke – 38 tahun 1971 di Makassar akhirnya menetapkan keputusan “ dalam membina masyarakat dengan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar, untuk mencapai maksud dan tujuannya yang paling tepat adalah mengadakan gerakan jama’ah dan dengan dakwah jama’ah.”<br /><br />III. PENGERTIAN GERAKAN JAMAAH DAN DAKWAH JAMAAH<br />Beberapa point dibawah ini meruapakan pengertian seputar Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah ( GJDJ ) :<br />1. Pengertian Jama’ah disini adalah sekelompok keluarga / rumah tangga dalam satu lingkungan tempat tinggal dan merupakan satu ikatan yang dijiwai kesadaran hidup berjama’ah, yang pembentukan dan pembinaanya diusahakan oleh anggota Persyarikatan.<br />2. Jamaah merupakan organisasi informal yang tidak perlu membawa – bawa nama Muhammadiyah, karena jama’ah adalah lembaga masyarakat, bukan eselon Persyarikatan.<br />3. Inti Jamaah adalah sekelompok anggota Muhammadiyah yang mengambil inisiatif membentuk dirinya sebagai potensi penggerak.<br />4. Pembinaan kepada jama’ah dilakukan dengan cara dakwah jama’ah. Dakwah jama’ah ini menjadi suatu system dakwah, yang aktifitas dakwahnya bertumpu sepenuhnya kepada mutu, kegiatan, dan pengorganisasian anggota Persyarikatan seumumnya tanpa kecuali.<br />Berdasarkan pengertian diatas, maka GJDJ itu bergerak pada basis kelompok – kelompok umat. Dengan kata lain bisa disebutkan, bahwa GJDJ merupakan gerakan dakwah yang berbasiskan komunitas atau satuan unit masyarakat untuk menata dan mewujudkan alam kehidupan yang lebih baik, sesuai dengan perintah dan Sunah-Nya. Dihitung berdasarkan jumlah jama’ah, idealnya GJDJ terdapat sepuluh sampai lima belas kepala keluarga. Melalui dan di dalam komunitas – komunitas tersebut, warga dan aktifis Muhammadiyah bisa menjalankan kewajiban dakwahnya.<br />IV. PRINSIP – PRINSIP PENGEMBANGAN GJDJ<br />Sebagai sebuah konsep dan strategi dakwah, maka untuk menjalankan dan mengembangkan GJDJ ini dibutuhkan gagasan dan perencanaan yang bisa diterapkan. Pokok – pokok pikiran berikut perlu dipertimbangkan sebagai prinsip – prinsip pemgembangan kegiatan GJDJ dalam rangka pemberdayaan umat dan komunitas masyarakat :<br />1. Fokus utama pengembangan kegiatan dan dakwah jamaah harus diarahkan untuk memperkuat kemampuan masyarakat local ( komunitas ) dalam memobilisasi sumber – sumber local dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Satuan social yang dipilih adalah berdasarkan lokalitas ( ruang local ), sebab warga akan lebih siap diberdayakan melalui isu – isu lokal.<br />Pengertian lokal adalah tempat orang berada untuk berkreasi dan mengembangkan diri di sebuah tempat. Dalam konteks lokal , warga akan berinteraksi satu dengan yang lain dengan intensitas yang hampir bersinggungan dan biasanya mereka terikat secara geografis maupun organisasional. Satuan lokal itu bisa berupa RT, kelompok pengguna air (irigasi) kelompok tani, kelompok arisan, kelompok pengajian, dan organisasi – organisasi yang menjadi tumbuhnya pengembangan dan interaksi pribadi masyarakat. Inisiatif dan penentuan kebutuhan warga dibuat di tingkat lokal oleh warga setempat melalui proses partisipatif.<br />2. Pengembangkan kegiatan dan dakwah jamaah harus mengakui adanya variasi dan perbedaan, baik antar aktor yang terlibat maupun variasi potensi dan permasalahan lokal yang tidak sama. Satuan pengambil keputusan bukanlah sosok yang tunggal, melainkan prural yang mencakup individu, keluarga, birokrasi local, perusahaan – perusahaan yang berskala kecil, dan organisasi – organisasi kemayarakatan lokal. Semua aktor tersebut akan berpartisipasi dan memobilisasi sumber – sumber pembangunan / potensi lokal yang sangat variatif.<br />3. Cara mencapai tujuan bersama program pengembangan jama’ah dilakukan melalui proses pembelajaran sosial ( social learning ). Pengembangan kemampuan dilakukan melalui proses interaksi dalam memecahkan persoalan bersama secara langsung. Komunitas didorong terus menerus untuk belajar aktif melalui pengalaman empirik dan aksi sehingga dapat membangun kapasitas komunitas dalam memahami, mengidentifikasi, serta memformulasikan potensi yang dimilikinya, merumuskan permasalahan yang dihadapinya, penyusunan alternatif – alternatif pemecahan masalah yang perlu dilakukan.<br />Dalam hal ini peran fasilitator adalah sebagai agen perubahan dan organisator dalam rangka menumbuhkan kesadaran kritis, melatih ketrampilan, dan meningkatkan kepercayaan diri warga komunitas. Di satu sisi, komunitas pembelajar demikian akan dapat memunculkan sikap kerja yang dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing mereka dan meningkatkan kecerdasan kolektif komunitas; disisi lain, dapat memperkokoh solidaritas dan persaudaraan antar warga dalam komunitas.<br />4. Untuk menjamin efektifitas program, berbagai bentk kegiatan dan dakwah jama’ah dalam rangka pemberdayaan masyarakat harus terorganisasikan, terkoordinasikan, dan terintegrasikan dengan rapi, cermat, dan berkelanjutan dalam satuan – satuan sosial wilayah tempat tinggal. Dengan demikian semua kegiatan masyarakat yang terorganisasikan (organized community activities ), dan bukan merupakan fragmen – fragemen kegiatan yang berserak dan terpisah.<br /><br />V. PENUTUP<br />Sebagi gerakan Islam dakwah amar ma’ruf nahi munkar, Muhammadiyah menjadikan aktifitas dakwah sebagai bagian tak terpisahkan dari selurauh program dan agenda aksinya. Diera modern ini, Muhammadiyah juga dituntut untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas dakwahnya termasuk strategi dan metodenya. Sebab kalau kita berdakwah secara konvensional ( bertabligh secara umum) maka tentu kita akan ketinggalan dengan dakwahnya para penentang Syari’at Islam melalui media massa. Diperlukan inovasi dan kreasi dalam mengembangkan dakwah, Gerakan Jama’ah dan Dakwah Jamaah (GJDJ) adalah salah satu strategi ( metode ) yang ditemukan oleh Muhammadiyah, namun belum mampu diaplikasikan di tengah masyarakat karena beberapa factor. Diantara factor tersebut adalah ; kurang percaya dirinya sebagian kader / aktifis Muhammadiyah untuk melaksanakan program ini, kurangnya sosialisasi tentang konsep dakwah ini, kurangnya Juklak dan Juknis di tingkat lapangan, kurangnya pelatihan tentang konsep dakwah ini. <br />Mudah – mudahan sedikit informasi ini mampu membangkitkan semangat dan memompa potensi kita untuk menjalankan misi gerakan kita sebagai Gerakan Islam amar ma’ruf nahi munkar sehingga terwujud masyarakt utama, adil makmur yang diridloi Allah.Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-90158841793508516382008-10-19T22:48:00.000-07:002008-10-19T22:52:19.662-07:00Bahaya Penyimpangan Pada Aqidah<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9pPWmdoRfeWTQA6LYx13mtBNx2LHRptcJvc1HifEFiLSVhS1OwVBnvJfl-MrrrcMW0hvcJLerSzo0aBBohygdkZ3mbAI6ue-Wv2LJccsnD4Amwbf9zqqUoQjPr_q1wG-a1CAhzR0uVyvb/s1600-h/Caligraf2_15.JPG"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9pPWmdoRfeWTQA6LYx13mtBNx2LHRptcJvc1HifEFiLSVhS1OwVBnvJfl-MrrrcMW0hvcJLerSzo0aBBohygdkZ3mbAI6ue-Wv2LJccsnD4Amwbf9zqqUoQjPr_q1wG-a1CAhzR0uVyvb/s320/Caligraf2_15.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5259109673289517666" /></a><br />Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh seseorang berakibat <br />fatal dalam seluruh kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai <br />kesengsaraan yang tidak berkesudahan di akherat kelak. Dia akan berjalan tanpa <br />arah yang jelas dan penuh dengan keraguan dan menjadi pribadi yang sakit personaliti. <br />Biasanya penyimpangan itu disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya: <br />1. Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian <br />dan perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang <br />aqidah yang benar.<br />2. Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah <br />yang benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan <br />menerima aqidah yang dibawa oleh para Nabi dalam Surat Al-Baqarah 170 :<br /><em><br />"Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutlah apa yang telah diturunkan <br />Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa <br />yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." (Apabila mereka <br />akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu <br />apapun, dan tidak mendapat petunjuk."</em>3. Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi <br />yang tepat sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh <br />panutannya sesat, maka ia ikut tersesat.<br />4. Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh yang sudah meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan. Hal itu karena menganggap mereka sebagai penengah/arbiter antara dia dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yang artinya:<br /><em><em>Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr".( QS Nuh : 23 )</em></em><br /><br /><br />5. Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajaran Islam disebabkan silau terhadap <br />peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir <br />dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima <br />tingkah laku dan kebudayaan mereka.<br />6. Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam, sehingga anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan yang artinya: "Setiap anak terlahirkan berdasarkan fithrahnya, maka kedua orang tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya, atau memajusikannya" (HR: Bukhari). Apabila anak terlepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan dipengaruhi oleh acara / program televisi yang menyimpang, lingkungannya, dan lain sebagainya. <br />7. Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan keagamaan seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam pelajaran agama, itupun dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass media baik cetak maupun elektronik banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya secara besar-besaran. Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari hal-hal yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan Aqidah Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan dunia dan akherat kita, Allah SWT berfirman :<br /><em>Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.”</em> ( QS An Nisa’ : 69 )<br /><br /><em>Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan.” </em>( QS An-Nahl : 97 )Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-77342052351113537012008-10-16T07:58:00.000-07:002008-10-16T08:01:43.102-07:00Agama dan Problematika Remaja<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjA6XS07wjM1d_1wL3FqmqIiqN6RCmnraET-xMNmrBqfU4otTd1_h82Suz40Amd08FsfgMIfESllArIgEWMu3jqQF60i6R70Wc1ufuQDPApoqjJakpHoC3mplKqO8lUnTI-ZS6oqCu__xPw/s1600-h/Remaja+gaul.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjA6XS07wjM1d_1wL3FqmqIiqN6RCmnraET-xMNmrBqfU4otTd1_h82Suz40Amd08FsfgMIfESllArIgEWMu3jqQF60i6R70Wc1ufuQDPApoqjJakpHoC3mplKqO8lUnTI-ZS6oqCu__xPw/s320/Remaja+gaul.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5257766765210525010" /></a><br />Masa-masa remaja adalah masa yang paling indah, namun penuh dengan pergolakan dan problematika hidup. Remaja juga dipandang sebagai salah satu masa proses pencarian identitas diri. Remaja merupakan suatu fase pertumbuhan dan perkembangan yang akan dihadapi oleh setiap manusia, sebagai ciptaan Allah. Dikatakan remaja, karena ia telah melewati usia anak-anak dan akan memasuki usia dewasa.<br /><br />Untuk itu, usia remaja kadang disebut banyak orang sebagai masa-masa transisi yang penuh dengan ketidaktentuan dan ketidakpastian. Pada masa-masa ini, seorang remaja dihadapkan kepada godaan atau tarikan-tarikan perbuatan yang serba tidak menentu dan tidak jelas. Apakah ia akan melakukan pekerjaan yang mengarah kepada kebaikan, atau ia akan mengerjakan perbuatan yang menjerumuskan dirinya kepada keburukan.<br /><br />Sejak dulu kala, para remaja atau kaum pemuda menjadi harapan masa depan bangsa. Di atas pundaknyalah, masa depan bangsa ini dipikulkan. Mereka dapat dipastikan akan menjadi pengendali, penentu, dan pemimpin masa depan. Karena, merekalah yang akan menggantikan generasi-generasi pendahulu mereka. Dengan demikian, tugas dan tanggung jawab mereka sangat berat. Bagaimana Islam memandang problematika dan masa depan remaja?<br /><br />Remaja di jalan Allah<br /><br />Pertumbuhan dan perkembangan seseorang dapat dilihat dari segi pembatasan usia, yang bisa dibagi dua fase: sebelum dan setelah akil balig. Bagi seorang wanita, akil balig ditandai dengan keluarnya darah haid, sedangkan bagi laki-laki ditandai dengan keluar sesuatu dari alat kelaminnya saat mimpi basah. Atau, kalau misalnya tidak mengalami haid dan mimpi basah, maka fase akil balig ditandai oleh usia tertentu yaitu maksimal lima belas tahun. Pandangan batas usia akil balig yang akan dialami oleh seseorang, baik laki-laki maupun perempuan, ini dikemukakan oleh banyak ulama.<br /><br />Namun, batas usia bagi akil balig seperti disebutkan di atas akan membawa konsekuensi, bahwa seseorang seusia tersebut-yang biasa juga disebut remaja, akan dianggap sebagai mukallaf yang terkena beban taklif: kewajiban dan larangan. Maka, bila ia melakukan kebaikan-sekalipun ia masih remaja, seperti dilakukan orang dewasa, maka ia akan mendapatkan pahala sebagaimana dijanjikan Allah. Begitu juga sebaliknya. Bila ia melanggar perintah-perintah Allah, maka ganjaran yang akan ia peroleh adalah dosa, yang sebenarnya berasal dari dirinya sendiri.<br /><br />Islam menempatkan kalangan remaja kepada kedudukan yang istimewa dan sangat khas. Banyak hadis Nabi Muhammad dan pernyataan para hukama yang memperlakukan remaja sebagai masa-masa yang istimewa dan khusus. Dalam sebuah hadis Rasulullah yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim, misalnya, disebutkan, bahwa ada tujuh kelompok orang yang akan diberikan perlindungan Allah pada hari akhir nanti, dan tiga dari tujuh kelompok tersebut adalah golongan remaja-meskipun yang bukan remaja juga bisa termasuk di dalamnya.<br /><br />Di dalam ketujuh kelompok itu ada seorang pemuda yang tumbuh dan berkembang di jalan ibadah kepada Tuhan. Seorang pemuda ini dapat dikatakan istimewa, karena dalam usianya yang penuh gejolak yang biasanya menjauh dari jalan Tuhan, ia malah memilih untuk hidup di jalan ibadah kepada Allah. Sangat jarang memang ditemukan seorang pemuda menentukan pilihan hidupnya untuk mendekatkan diri kepada Allah.<br />Di dalam ketujuh kelompok itu juga ada dua orang remaja yang saling mencintai karena Allah. Mereka berkumpul dan berpisah karena Allah. Ketiga tipologi pemuda atau remaja yang digambarkan hadis Rasulullah ini seharusnya menjadi rujukan baik bagi remaja masa kini. Ada lagi profil remaja yang sebaiknya dijadikan referensi bagi remaja. Yaitu, seorang remaja laki-laki menolak undangan atau ajakan seorang gadis atau remaja perempuan yang mempunyai kedudukan dan kecantikan, karena ia belum menjalin ikatan pernikahan, dan dengan alasan "Aku takut kepada Allah" (inni akhafullah). Juga sebaliknya. Seorang gadis atau remaja perempuan menolak rayuan remaja laki-laki, karena alasan yang sama, yaitu takut kepada Allah. Penolakan semacam itu bukan karena jual mahal atau sebagainya. Remaja dengan tipologi seperti itu, baik laki-laki maupun perempuan, akan mendapat jaminan perlindungan dari Allah. Inilah contoh yang digambarkan Rasulullah buat para remaja, yang menjadi rujukan hasanah bagi remaja masa kini. Seorang remaja masih tetap berada dalam jalur-jalur kebenaran dari Allah, meskipun ia sering mengalami gejolak diri yang kadang menjurus kepada keburukan.<br /><br />Sebuah rambu buat remaja<br /><br />Keluarga sebetulnya mempunyai peran besar untuk membentuk karakter dan profil remaja ideal dambaan umat, seperti digambarkan hadis Nabi Muhammad. Di dalam keluargalah, seorang remaja tumbuh, berkembang, berkreativitas, berinovasi, dan menanam pahala-pahala yang dapat dinikmati di kemudian hari. Tanpa perhatian dan bimbingan keluarga, bisa jadi perjalanan hidup seorang remaja tidak terarah dan tanpa tujuan yang jelas.<br /><br />Dalam dunia pendidikan, proses mendidik seseorang, termasuk juga para remaja untuk bertanggung jawab bukanlah pekerjaan yang instan, seperti membalik telapak tangan. Proses pendidikan sangat membutuhkan waktu yang cukup lama, yang bisa berlangsung sejak seorang manusia berada di dalam kandungan hingga masa kematian menjemputnya. Proses pendidikan seseorang berlangsung terus-menerus tanpa henti-hentinya, kecuali ia mencapai waktu ajalnya.<br /><br />Islam, misalnya, memerintahkan setiap orang untuk mendidik anak-anaknya yang berusia dini untuk mendirikan shalat. Pendidikan semacam ini merupakan bagian dari latihan tanggung jawab kepada Allah, dan sebagai latihan disiplin bagi anak-anak. Proses latihan tanggung jawab dan disiplin ini sangat penting bagi seorang anak untuk menanamkan pendidikan pada masa-masa remaja di kemudian hari.<br /><br />Selain itu, keluarga juga bertanggung jawab untuk mengarahkan para remajanya yang sedang berada di tengah-tengah pergaulan sesama mereka. Selama ini, banyak pergaulan remaja, khususnya di kota-kota besar, tidak berlandaskan rambu-rambu agama. Kita misalnya sering melihat seorang remaja laki-laki dan perempuan berjalan berduaan, padahal mereka belum menikah. Tangan mereka bergandengan mesra, bahkan, berciuman-seperti sering terjadi ketika remaja-remaja kita merayakan valentine day setiap setahun sekali.<br /><br />Sebenarnya, Islam tidak membenarkan mereka berduaan-sekalipun mereka tidak melakukan hal-hal yang 'tidak diinginkan'. Islam melarang seorang pemuda dan seorang gadis berduaan tanpa ikatan pernikahan. Islam juga tidak memperbolehkan dan memperkenankan mereka berduaan di dalam masjid, sekalipun mereka sama-sama melakukan iktikaf. Karena, perbuatan tersebut dikhawatirkan dapat mendatangkan bahaya, baik bagi dirinya maupun lingkungan keluarga mereka.<br /><br />Alquran telah memberi rambu-rambu dan pedoman yang jelas bagi seorang laki-laki dan wanita yang bukan 'muhrim' dalam bergaul. Pergaulan antarremaja, khususnya bagi kalangan remaja laki-laki dan remaja perempuan, memiliki aturan yang jelas dan ketat. Allah berfirman, "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.' Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya'". (QS. Al-Nuur, 24: 30-31).<br /><br />Demikian aturan pergaulan antara remaja laki-laki dan remaja perempuan. Peraturan tegas tersebut seharusnya dipatuhi oleh para remaja kita sekarang. Remaja ideal adalah remaja yang berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Islam. Remaja semacam ini menjadi harapan besar bagi kebangkitan Islam. Melanggar peraturan tersebut, berarti kita tidak mematuhi ajaran-ajaran yang digariskan Alquran. Wallahu a'lam.<br /><br />Islam menempatkan kalangan remaja kepada kedudukan yang istimewa dan sangat khas. Banyak hadis Nabi Muhammad dan pernyataan para hukama yang memperlakukan remaja sebagai masa-masa yang istimewa dan khusus.Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-52958631102561248372008-10-16T07:48:00.002-07:002008-10-16T07:50:51.173-07:00Meneladani KepemimpinanMakna Keteladanan<br />Ayat 21 dari Surat Al-Ahzab yang sangat terkenal (“laqod kana lakum fi Rasu-lullahi uswatun hasanah, liman kana yarjullaha wal yaumal-akhira wadzaka-rallaha katsira”) ini sering dipotong oleh para pencera-mah/ muballigh, dalam menerangkannya dicu-kupkan hanya sampai pada “uswatun hasanah”, sehingga maknanya menjadi kurang berbobot, sebab dua kalimat yang terpadu dalam satu ayat ini adalah satu rangkaian yang mestinya diung-kap secara utuh. Memang maksudnya pence-ramah mengungkap sampai uswatun khasanah itu untuk menampilkan bahkan menonjolkan Nabi Muhammad Saw. sudah cukup baik. Namun, karena terpotong lalu menjadi agak pincang. Orang mungkin kagum dengan ketela-danan beliau, tetapi nampaknya belum ada upaya bagaimana kemudian bisa meneladani beliau. Ayat “liman kana yarjullah” dan seterus-nya itu memberi makna yang dalam bahwa keteladanan uswah khasanah Nabi itu “liman”. “Li” yang kita kenal sebagai harfuj-jar itu bermakna adamul khasr. Uswah khasanah teladan Nabi itu hanya untuk orang yang mengharap ridhanya Allah dan hari kemudian, ditandai dengan banyaknya ingat kepada Allah. Artinya, orang yang memang berniat untuk meneladani beliau adalah orang yang mendam-bakan ridhanya Allah. Nonsens orang menela-dani Nabi tidak mendapati yang namanya ridhanya Allah. Ungkapan mengharap ridhanya Allah ini penting sekali sebab terutama orang zaman sekarang dalam meneladani orang itu biasanya dalam hal-hal yang pragmatis. Disinilah kita bisa menangkap isyarat mengapa perlu diungkap secara utuh. Hanya orang yang mengharap ridha Allah yang siap meneladani uswah khasanah Rasulullah Saw.<br /> Dalam sepak terjang perilaku orang, nam-paknya tidak kelihatan upaya untuk mene-ladani beliau itu kemudian bisa diduga siapa yang dicari, yang dituju dan dimaksud dengan sema-ngat kiprah perjuangannya katakanlah, khusus-nya, dalam Muhammadiyah.<br /> Dalam bentuk operasional kita melihat satu keteladanan yang bagus sekali ketika Nabi merasakan betapa beratnya tantangan dakwah di Mekah yang kemudian beliau alihkan sasaran-nya ke Thaif, yang biasa disebut dengan Hijrah Dakwah yang pertama. Setelah sekian lama hanya menangani dakwah di Mekah, beliau ber-niat menuju ke Thaif, dengan didampingi oleh Zaid bin Tsabit selaku sahabat dan anak angkat hadiah perkawinannya dengan Hadijah. Namun, rupanya niat keberangkatan beliau tercium oleh Abu Jahal. Abu Jahal segera mengontak pendu-duk Thaif tentang berita kedatangan Muham-mad. Begitu sampai di Thaif di sana telah siap sejumlah ‘preman’ dan ‘anak-anak jalanan’ dengan batu lemparan dan alat pemukul. Nabi belum sempat menyeru kepada umat di Thaif, sambutan yang didapatkan adalah lemparan batu. Walaupun Zaid mencoba melindungi tubuh Nabi dengan badannya agar tidak terkena lemparan, tetapi karena banyaknya lemparan dari sejumlah preman itu Nabi menga-lami luka berdarah. Berdua kemudian mereka meninggal-kan kota Thaif.<br /> Di perjalanan pulang itu mereka ditemui Malaikat Jibril. Kita tahu Malaikat Jibril itu tidak pernah punya keinginan, maka ia tidak bisa marah. Namun, kali itu nampaknya Jibril ada kelainan. Melihat Muhammad dianiaya sebegitu rupa oleh penduduk Thaif, Jibril mena-warkan kepada Muhammad sekiranya beliau menghendaki, dua gunung yang mengapit kota Thaif akan dipertemukannya untuk melumatkan penduduk Thaif. Tetapi, menarik sekali jawaban Nabi, “Jangan, Aku berharap generasi mudanya yang akan menerima Islam”. Kalimat ini penting kaitannya dengan masalah keteladanan.<br /> Di lembaga amal usaha Muhammadiyah, terutama di bidang pendidikan, cukup dipahami, misalnya di UMM, UMS atau di mana saja termasuk di UM Makassar, dari sekian puluh mahasiswa, walaupun saya tidak pernah masuk ke kampus UM Makassar, saya berani me-ngatakan bahwa yang menjadi mahasiswa di sana 90 persen lebih bukan anaknya orang Muhammadiyah. Sebab anaknya Hasyim Muza-di pun ada di UM Malang. Di UMS atau UMY saya melihat betul, karena dulu pernah ada Mahasiswa UMY yang dipesantrenkan selama satu minggu secara bertahap sebanyak 10 angkatan, kebetulan saya menjadi pengisi tetap, itu 90 persen lebih shalatnya memakai ushalli dan ‘tidak ushalli’. Maksudnya, ‘tidak ushalli’ itu tidak shalat. Jadi karena itu jangan heran kalau anak-anak PRD itu kemudian ada di kampus-kampus Muhammadiyah. <br /> Kembali ke ungkapan Rasulullah “Aku berharap kepada generasi mudanya yang akan menrrima Islam”, bahwa 90 persen mahasiswa PTM yang bukan anak Muhammadiyah itu, merah hijau agamanya dapat dikatakan berada di tangan Muhammadiyah. Silahkan orang tuanya tetap “dhalal”, tetapi hijau dan merahnya mahasiswa itu di tangan kita. Kalau mereka masuk di UMM dan PTM-PTM yang lain itu shalatnya memakai “ushalli” kemudian setelah tamat shalatnya masih memakai ‘ushalli’ berarti telah gagal pendidikan Muhammadiyah. Ini yang saya maksud mengapa kita perlu mencer-mati masalah keteladanan. Sebab, darimana lagi kita mengharapkan penerus kalau tidak dari sini. Setiap tahun 40 ribu sarjana diwisuda oleh PTM. Maaf, kalau kemudian saya bertanya: “Dari 40 ribu itu berapa yang menjadi Mujahid Dakwah Muhammadiyah?” Hal ini merupakan masalah yang cukup serius. Selama 5 sampai 6 tahun mereka di tangan kita, mau diapakan mereka selama itu. Pertanyaan ini merupakan pengantar untuk menuju upaya kita meneladani.<br /><br />Kisah AR Sutan Mansur dan AR Fachruddin<br /> Berikutnya, saya akan mengungkapkan dua figur di Muhammadiyah. Pertama, pendiri Mu-hammadiyah sendiri, kaitannya dengan masalah keteladanan, yaitu kisah Kyai Haji Ahmad Dahlan ketika memberi pengajian di Pekajangan Pekalongan. Ketika beliau sedang asyik me-nyampaikan pengajiannya, datang seorang alim, orang itu tertegun melihat pembicaraan Kyai Ahmad Dahlan. Baru sekali itu ia mendengar ada orang Jawa bisa berceramah seperti itu. Diperhatikannya secara seksama wajah dan gerak gerik serta mimik Kyai Dahlan ketika memberi pengajian tersebut. Ia lalu berpendapat bahwa Kyai Dahlan adalah seorang yang sangat alim, apalagi kemudian Kyai Dahlan mengaku sebagai seorang pimpinan organisasi Muham-madiyah yang baru didirikannya di Yogyakarta. Nampaknya, orang itu belum puas. Tanpa sepengetahuan Kyai Dahlan diikutinya Kyai Dahlan ketika kembali ke Yogyakarta. Dicari tahunya tempat biasanya Kyai Dahlan melak-sanakan. Shalat. Lalu, setengah jam sebelum Shubuh ia sudah menuju tempat tersebut untuk mengetahui jam berapa Kyai Dahlan datang ke Masjid. Ternyata Kyai Dahlan sudah berada di Masjid itu. Orang itu mengangguk-anggukkan kepalanya dan mengungkapkan komentarnya: “Pantas kalau Kyai Dahlan mengaku sebagai pimpinan Muhammadiyah”. Orang yang meng-awasi Kyai Dahlan itu tidak lain adalah Buya AR Sutan Mansur muda. <br /> Masalah shalat, kelihatannya adalah soal sepele. Namun, tampaknya dalam hal inilah tolok ukurnya orang yang shaleh dan alim itu dapat dilihat. Keteladanan Kyai Dahlan dalam hal inilah yang antara lain menyebabkan banyak orang Minang kemudian masuk ke organisasi Muhammadiyah dan menyebarkan Muham-madiyah ke luar Jawa, sebab mereka terkenal sebagai para perantau. Buya Hamka adalah salah satu contohnya. Bertahun-tahum beliau me-ngembangkan Muhammadiyah di Pasangkayu Sulawesi Selatan. Kemudian Ghozali Sahlan, masuk ke belantara Sulsel dalam waktu yang cukup lama. Ini yang saya tahu persis bagai-mana orang Minang mengambil peran dalam Muhammadiyah di luar Jawa, yang berawal dari masalah keteladanan Kyai Dahlan di atas.<br /> Tokoh yang kedua, yang sudah cukup kita kenal, paling tidak di layar kaca televisi, beliau adalah tokoh yang paling lama memimpin Muhammadiyah: Bapak AR Fachruddin. Maaf, di mata saya, Pak AR adalah satu-satunya seorang ketua PP Muhammadiyah yang sampai akhir hayatnya tidak memiliki rumah pribadi, hidup dengan sangat sederhana, dan segala kekuatan yang beliau miliki disumbangkan sepenuhnya untuk dakwah Islam. Seluruh tenaga, ilmu bahkan hartanya yang tidak seberapa disumbangkannya untuk kepentingan Islam. <br />Pak AR, saya sebut, adalah orang yang paling zuhud. Kalau beliau diminta ceramah di suatu tempat dan mendapatkan amplop, biasa-nya isinya habis diberikan kepada para karyawan kantor PP Muhammadiyah yang gajinya masih sangat kecil. <br />Para pengurus PP Muhammadiyah kalau sakit biasanya dilayani oleh Rumah Sakit Muhammadiyah, di Jogja oleh RSU PKU Mu-hammadiyah Yogyakarta dan kalau di Jakarta oleh Rumah Sakit Islam Jakarta. Suatu kali Pak AR sakit dan akan melakukan operasi Katarak. Pak AR tidak ingin PP Muhammadiyah tahu tentang sakitnya itu sehingga ia diberi fasilitas pengobatan gratis di RSU PKU. Namun, sebuah kelompok pengajian kecil di dekat rumahnya mengetahui dan mengumpulkan uang untuk membantu biaya operasi. Dari mereka terkum-pul uang sebanyak 600 ribu rupiah yang kemudian diserahkan kepada Pak AR. <br />Ketika selesai operasi, pengurus kelompok pengajian tadi diundang Pak AR. Beliau meng-ucapkan terima kasih dan menyerahkan sebuah bingkisan kepada pengurus pengajian tersebut yang ternyata isinya uang 300 ribu. Uang tersebut adalah sisa biaya operasi bantuan dari kelompok pengajian tersebut. Pak AR mengembalikan sisanya karena biaya operasinya hanya 300 ribu. <br />Suatu kali beliau didampingi oleh H. Ahmad Dimyati, seorang tokoh Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, menghadiri suatu acara Muhammadiyah di daerah Jawa Tengah. Oleh Panitia tempat tidur mereka berdua ditempatkan di sebuah ruang kelas di lantai yang diberi kasur. Pak Dimyati merasa penasaran, masak seorang ketua PP tidurnya ditempatkan hanya di lantai yang diberi kasur. Ketika Pak Dimyati bermak-sud mencari panitianya untuk mengadukan masalah ini, Pak AR dengan santai malah mengatakan: “Sudahlah, dengan begini saya malah enak, tidak mungkin jatuh dari tempat tidur”. <br />Inilah profil tokoh kita yang bernama AR Fachruddin. Bukan main kesederhanaan beliau. Sekarang ini kita kesulitan menemukan orang-orang yang seperti itu. Kalau toh ada hanya segelintir. Padahal Muhammadiyah telah ber-kembang sedemikian luas. <br /><br />Tujuh Pelajaran Kyai Ahmad Dahlan<br />Perlu diketahui bahwa Kiyai Dahlan bermuhammadiyah hanya 11 tahun (!912-1923). Dan selama 11 tahun itu beliau baru sempat membumikan dan mengaplikasikan ayat-ayat Alquran tidak lebih dari 50 ayat. <br />Di tahun 1964, kami anak-anak muda yang kebetulan menjadi murid salah satu murid Kyai Dahlan yang paling muda (yakni Kyai Raden Haji Hadjid) membukukan pelajaran Kyai Dahlan dalam bentuk stensilan untuk menyong-song Munas Tabligh di Surabaya, menjelang Gestapu. Kami tahu persis bagaimana pelajaran Kyai Dahlan yang dicatat oleh Kyai Raden Haji Hadjid. Kyai Raden Haji Hadjid adalah satu-satunya murid yang sempat mencatat pelajaran-pelajaran Kyai Haji Ahmad Dahlan itu.<br />Yang saya tangkap, cara Kyai Haji Ahmad Dahlan dalam mengungkap ayat Alquran itu cukup menarik. Bayangkan, yang namanya pelajaran Alquran 100 tahun yang lalu, kira-kira seperti apa yang diajarkan di kalangan umat. Paling tinggi mungkin dengan terjemahan, itu sudah lumayan. Kalau pun ada tafsirnya, alhamdulillah. Sebab, yang banyak, Alquran itu hanya untuk hafalan. Namun, Kyai Dahlan, saya sebut, luar biasa dalam menangkap isyarat-isyarat ayat-ayat Alquran. <br />Ada surat pendek yang paling disenangi makmum kalau surat itu dibaca iman shalat tarawih, yaitu surat Wal-Ashri (Al-Ashr). Surat ini ternyata diajarkan oleh Kyai Dahlan kepada murid-muridnya selama 7 bulan. Dan nama Wal Ashri ini diabadikan dalam satu lembaga yaitu Pengajian Wal Ashri yang sampai sekarang masih ada. <br />Demikian pula dalam mengungkap surat Al-Maun. Kalau orang bisa mendengarkan kete-rangan tafsirnya saja dari Kyai Dahlan mungkin sudah mengangguk-angguk, tetapi lebih dari itu, ternyata kemudian malah melahirkan satu karya yang luar biasa, berupa karya sosial dan karya pendidikan, dengan mengungkapkan kandungan surat Al-Maun tersebut. Peristiwa ini cukup menggegerkan. Dulu, dikenal pula istilah “ge-gernya Ara’aital”. Alquran yang biasanya ha-nya untuk bacaan, oleh Kyai Dahlan diwujudkan dalam bentuk karya amal. <br />Konon, kata Cak Nur (Nurcholis Majid), yang pernah mengamati organisasi Islam baik di Indonesia maupun di dunia, organisasi Islam yang terbesar di Indonesia dan dunia adalah Muhammadiyah. Maksudnya, organisasi yang punya warisan yang membekas dalam bentuk amal itu tidak ada yang seperti Muhammadiyah. Bayangkan, perguruan tinggi yang dimiliki Muhammadiyah berjumlah 130 lebih. Setiap tahun 40 ribu sarjana diwisuda. Setiap tahun berapa juta lulusan sekolah dihasilkan dari sekolah Muhammadiyah. <br />Tentang hal ini pernah saya gugat di Malang, ketika itu ada Pak Syafii Maarif dan Pak Umar Anggoro Jenie. Dari sekian juta yang telah diluluskan dari sekolah Muhammadiyah berapa yang kembali pada Muhammadiyah? Pak Yunan Yusuf agak bingung juga menjawab pertanyaan ini. Demikian pula, dari sekian jumlah itu berapa yang kemudian menjadi Mujahid Dakwah Muhammadiyah. Kita kesu-litan untuk menjawab. <br />Pesan akhir pernah disampaikan Kyai Dahlan kepada Ki Bagus Hadikusumo dalam bahasa Jawa: “Gus, pokoke agama iku di-ngamalke” (Ki Bagus, agama itu intinya di-amalkan). <br />Muhammadiyah menjadi besar dan gagah serta diperhitungkan karena karya amalnya. Kalau umpamanya begitu banyak tokoh-tokoh yang tampil dengan berbagai bidang disiplin ilmu, baik itu ahli tafsir, ahli hadis, dan macam-macam, kalau kita lihat berapa sebenarnya kitab yang dibaca oleh Kyai Ahmad Dahlan, tidak ada 10 kitab. Kalau kita baca bukunya Yusron (Drs. Yusron Asrofie) bisa kita lihat berapa kitab yang dibaca Kyai Dahlan. Namun, yang menarik adalah beliau sanggup menampilkan Islam ini dalam bentuk karya amal. <br />Inilah rupanya yang sekarang ini menjadi persoalan. Beberapa waktu lalu rombongan dari UMY datang ke Bandung, ke Pondoknya Aa Gym, Darut Tauhid. Alhamdulillah, kesan dari beliau-beliau ini bahwa yang dilakukan Darut Tauhid sejalan dengan faham kita. Dalam hal berdoa ketika menyebut nama Rasulullah, tidak memakai sayyidina. Ada yang berkomentar: “Mengapa di Muhammadiyah tidak ada yang seperti di Darut Tauhid? Yang dikembangkan itu tidak hanya seminar saja, tetapi juga proyek-proyek yang nyata. Koq sepertinya hampir-hampir tidak ada di Muhammadiyah yang seperti itu. Kalau misalnya ditanya, siapa kira-kira pengganti, penerus yang kira-kira siap meneruskan generasi Kyai Dahlan itu. Sebuah tanda tanya besar!<br />Ketika kami bersama Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah pergi ke Sumatera Barat. Secara jujur beliau mengatakan bahwa di Sumatera Barat sudah hampir habis yang namanya Buya. Tetapi kalau ‘Buya Ekonomi’ banyak. ‘Buya Politik’ juga banyak. Buya yang dikenal sesuai aslinya hampir sudah tidak nampak. <br />Kita dapati dalam buku Pelajaran Kyai Dahlan, salah satu beliau cara mengajar Alquran adalah selalu dengan menanyakan kepada murid-muridnya apakah sudah diamalkan atau belum ayat-ayat yang telah diajarkan. Jika belum, Kyai Dahlan akan menerangkan lagi, sampai akhirnya murid-muridnya menjawab sudah mengamalkan baru kemudian Kyai Dahlan menambahkan pelajaran yang baru. Itulah mengapa Kyai Dahlan mengajarkan surat Wal-Ashri sampai selama tujuh bulan! <br />Sayang, pelajaran-pelajaran Kyai Dahlan ini hampir tidak dikenal oleh para aktifis Muhammadiyah sekarang ini. <br />Ada peristiwa bersejarah yang tidak pernah diungkap oleh sejarah. Tahun 1921 ada Sidang Hoofdbestuur (Pimpinan Pusat) Muham-madiyah. Di situ para Assabiqunal Awwalun Muhammadiyah berkumpul, para pendiri dan generasi pertama pimpinan dan aktivis Muham-madiyah. Yang menarik, dalam pertemuan itu ada tokoh yang tidak pernah kita kenal sebagai orang atau aktivis Muhammadiyah. Menariknya adalah beliau bisa tampil meyakinkan dalam forum para pembesar, pimpinan Muhammadiyah generasi pertama, berkumpul. Berarti orang itu memang telah akrab dengan para tokoh Muhammadiyah. Orang itu adalah Haji Agus Salim. <br />Haji Agus Salim punya gagasan sebaiknya Muhammadiyah menjadi partai politik. Kita tahu, saat itu sedang semangat dan bangkitnya SI. SI sudah tahu kalau Muhammadiyah memiliki ummat. Rupanya Haji Agus Salim mencoba mendekati Muhammadiyah karena punya ummat. Kita tahu kira-kira bagaimana beliau yang diplomat dan politikus ulung itu menjelaskan tentang partai politik. Semua yang hadir dalam sidang itu terpukau dan setuju untuk menjadikan Muhammadiyah sebagai partai politik. <br />Kyai Dahlan yang tadinya memimpin sidang dengan duduk, lalu berdiri sambil memukul meja. (Saya tidak sempat bertanya kepada guru saya, Kiyai Hadjid, pelaku sejarahnya: memukul mejanya keras, apa tidak). Kyai Ahmad Dahlan mengajukan dua pertanyaan. Kalau hadirin bisa menjawab silahkan Muhammadiyah menjadi partai politik. Pertanyaannya sangat sederhana. Pertama, apa saudara-saudara tahu, faham betul apa Islam itu? Kedua, apa saudara berani beragama Islam? Yang hadir bungkam semua. Termasuk Haji Agus Salim sendiri tidak sanggup menjawab. <br />Pak Hadjid ketika bercerita kepada saya mengomentari peristiwa itu: “Bukan main tulusnya pertanyaan Kiyai Haji Ahmad Dahlan itu. Bukannya kami tidak tahu pertanyaan itu, tetapi kami tidak sanggup menjawab pertanyaan itu. Kami mengerti betul yang dimaksud pertanyaan itu. Apa Islam itu kami mengerti”. <br />Saya kemudian juga menjadi tahu apa bentuk pertanyaan itu dalam salah satu pelajaran beliau, ketika beliau mengungkap ayat dalam surat al-An-am ayat 162-163. “Qul inna shalati wa-nusuqi wa mahyaaya, wa mamaati lillaahi rabbil alamin”. (Katakanlah hai Muhammad, sesungguhnya shalatku, pengorbananku, hidup dan matiku hanya untuk Allah). Lillah di sini sebagai adamul khasr, menegaskan ‘hanya untuk Allah’, Rabbil ‘alamin, pengatur alam semesta. Laa syariikalah, tidak ada sekutu bagi-Nya; tidak untuk selain Allah. Tidak untuk anak-anakku, tidak untuk isteri, keluargaku, tidak untuk bangsaku, tidak untuk tanah airku. Wa bidzaalika umirtu, dan dengan itu, hidup yang model seperti itu, aku ini diperintah, tidak untuk yang lain-lain.<br />Melihat maknanya yang demikian, beliau-beliau ini tidak sanggup menjawab dua perta-nyaan Kyai Dahlan tersebut. Apalagi dengan pertanyaan: “Beranikah kamu beragama Islam”. Tidak ada yang berani menjawab! <br />Dua pertanyaan Kiyai Haji Ahmad Dahlan itu, 57 tahun kemudian terjawab satu. Yaitu pada Muktamar Muhammadiyah ke-40 di Surabaya tahun 1978. Di sana ada Komisi Ideo-logi yang membahas tentang Prinsip-prinsip Dasar Islam yang dikonsep oleh Pak Djindar Tamimy. Baru di sana itu kita mendapatkan rumusan tentang Islam. Itupun ternyata tidak gampang diterjemahkan. Sebab, kalau bukan Pak Djindar dan orang-orang yang dekat, tidak sanggup mengungkap hasil Muktamar ke-40 tersebut. Namun, sudah menjadi kesepakatan bahwa itu adalah gagasan tentang Islam. Pertanyaan yang kedua, sampai sekarang ini belum ada yang berani menjawab. <br /><br />Kyai R.H. Hadjid dan Tujuh Serangkai<br />Terkait dengan ungkapan berani beragama Islam, saya akan menceritakan tentang tokoh yang lain, yaitu murid beliau yang bernama Kiyai R.H. Hadjid. Beliau adalah satu-satunya murid yang mencatat pelajaran KHA Dahlan, dan mantan Direktur Mu’allimin yang kedua. Di Muhammadiyah ini beliau mendapat julukan Asyaddul Muhammadiyah (Singanya Muham-madiyah). Di masa-masa tuanya, beliau biasa disebut dengan sebutan Jago Tuanya Muham-madiyah. Sebab kalau beliau ini berpidato di hadapan massa sangat bersemangat. Kalau mendidik kader-kadernya anak-anak Mu’alli-min, kalau mau dibenum (istilahnya demikian), ditugaskan ke luar daerah, murid-murid tersebut diajak ke Pantai Parangtritis, pada jam 2-3 dini hari untuk menantang Nyi Roro Kidul. Itu merupakan latihan mental yang cukup berat. Padahal Nyi Roro Kidul itu dapat dikatakan tuhannya orang Jawa. <br />Saya mengambil banyak pelajaran dari beliau, dari sisi keberanian. Kalau tadi saya mengungkap kalimat: “Beranikah beragama Islam” memang yang menonjol dari Pak Hadjid adalah dalam hal ini. <br />Tahun 1926, ada pegawai Pamongpraja, pegawai pemerintah, termasuk juga sebagai murid KHA Dahlan, karena pernah mengikuti pengajiannya Kyai Haji Ahmad Dahlan, seorang lulusan sekolah pemerintah. Satu saat dia melaporkan kepada Muhammadiyah kalau ada rencana Pemerintah Hindia Belanda mau membubarkan Muhammadiyah. <br />Mendengar kabar itu, Tujuh Serangkai: Ki Bagus Hadikusumo, Kyai Sujak, Kyai Ibrahim, Kyai Hisyam, Kyai Fachruddin (bukan bapak-nya Pak AR Fachruddin), Kyai Muchtar, dan yang paling muda Kyai Raden Haji Hadjid, pergi ke pantai Parangtritis. Mereka duduk melingkar berbaiat untuk mempertahankan Muhammadiyah sampai titik darah yang penghabisan. <br />Cerita ini juga tidak terungkap dalam sejarah. Tapi, ada lagu yang bisa menggam-barkan bagaimana semangat mereka, yang sayangnya saat ini sudah tidak dikenal lagi di kalangan anak muda. Lagu ini memakai bahasa Jawa. Syairnya dari Abdurrahman Al-Kawakibi, tangan kanannya Al-Ikhwan. Lagunya diambil dari lagu Revolusi Perancis, berikut ini.<br /><br />WIS SIAP MATI<br />(Mars Revolusi Perancis)<br /><br />Pra prajurit kang wus padha nampa<br />Baiate kang Maha Mulya<br />Dhatan mundhi mring sopo-sopo<br />Mung Allah ingkang kuwasa<br />Sanajan tumeking palastra<br />Ngibarke gendera agama <br />Islam…..agama sak donya<br />Amrih rukune pra jalma<br />Nyernaken sedaya sangsara<br />Gempur…..panguwasa angkara<br />Nyegah…. laku murka<br />Ben Santosa ing sedyanira<br />Wus mesthi tumeka<br /><br />(Di-bahasa Indonesiakan oleh H. Budi Setiawan dan M. Bazzar Marzuqi sebagai berikut.)<br /><br />SUDAH SIAP MATI<br /><br />Hai prajurit yang t’lah trima<br />Baiatnya yang Maha Mulia<br />Tidak menyembah k’pada siapa<br />Hanya Allah yang Maha Kuasa<br />Meski sampai mati pun<br />Kibarkan bendera agama<br />Islam …agama se dunia<br />Agar damainya manusia<br />Hilangkan semua sengsara<br />Gempur…. Penguasa angkara<br />Cegah…. langkah aniaya<br />Agar sentosa kalian semua<br />Yang pasti ‘kan datang<br /><br /> Kalau Bapak-Bapak punya buku tentang Kyai haji Ahmad Dahlan karangan Solichin Salam, di situ ada foto atau gambarnya pasukan Nabi Muhammad. Jadi, semangat para pimpinan Muhammadiyah pada waktu itu seperti itu dalam menghadapi penguasa Belanda. <br /> Saya tambah satu lagi. Di atas telah saya sebut nama Kyai Fachruddin. Ada catatan kecil tentang beliau. Sayang, beliau terlalu muda ketika meninggal dunia. Tapi beliau sempat menjadi Pahlawan Nasional. Haji Fachruddin adalah tokoh yang sangat mukhlis, ikhlas. Biasa datang di kantor PP Muhammadiyah, melayani orang-orang Ranting yang datang ke sana. Kalau mendidik kader-kader Mubaligh selalu beliau tanyai: mau tabligh di mana. Kemudian ditanya lagi (misalnya mau tabligh di Magelang): kalau tabligh di Magelang, sekiranya yang mende-ngarkan kamu cuma tiga orang: protokol, panitia dan yang punya rumah, apa kamu kecewa?. Sebelum muridnya menjawab, dijawab sendiri oleh Kyai Fachruddin: kalau kamu kecewa, jangan berangkat. Atau kamu nanti datang ke Magelang, kamu disambut meriah dengan pawai dan pasukan drumb band, kemudian kamu dikalungi tikus, apa kamu bangga? Kalau bangga, jangan berangkat. Inilah semangat keikhlasan beliau di dalam berjuang, berdakwah, berjihad, jangan sampai dipengaruhi oleh hawa nafsu senang dan susah. Ini yang sering menjadi penyakit di Muhammadiyah dewasa ini.Tidak diberi bekal sesuai harapannya, kecewa. Kemudian ketika pulang dari tugas tidak diberi sesuatu juga kecewa. Inilah yang membuat kita seperti ini ya begini ini.<br /><br /><br /><br /><br /><br />___________<br /><br />• Transkrip Ceramah Ustadz Ibnu Juraimi dalam Baitul Arqam Ketua-Ketua PDM se-Indonesia Putaran IV, MPKSDI PP Muhammadiyah, Kaliurang 25-27 April 2003. Ditranskrip oleh Arief BudiAbu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-18393295938042312472008-10-15T20:47:00.000-07:002008-10-15T20:52:05.297-07:00JILBAB SYAR'I<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8qnyPUsErmaMWKslh27bG99ZP4PV662DE_FkbxhAOZy-OpBF5uxBCIcAgusNA38wDZlQib9d7GBrLYBZ9r50cvwTCs4yIfSM0LDCwa9hlFBE3JP-pMoJki2YLYTJ3THUiwpsFbnjepXY7/s1600-h/taaj_2_01.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8qnyPUsErmaMWKslh27bG99ZP4PV662DE_FkbxhAOZy-OpBF5uxBCIcAgusNA38wDZlQib9d7GBrLYBZ9r50cvwTCs4yIfSM0LDCwa9hlFBE3JP-pMoJki2YLYTJ3THUiwpsFbnjepXY7/s320/taaj_2_01.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5257594381552805666" /></a><br />Sesungguhnya agama Islam memerintahkan setiap orang muslim agar mencintai saudaranya bagaikan mencintai dirinya sendiri, kemudian menghindari mereka dari keburukan sebagaimana ia menghindarkan diri daripadanya, nasehat menasehati demi menta'ati kebenaran yang telah didatangkan dari Allah dan Rasul-Nya, baik itu berupa perintah maupun larangan, dengan hati rela mematuhinya. <br /><br />Di saat agama Islam tiba dan kaum Jahiliyah membenci bayi perempuan, bahkan tega buah hati sendiri dikubur hidup-hidup, tidak memberikan harta warisan kepada wanita, terkadang mempusakai wanita bagaikan harta yang lain dengan jalan paksa. <br /><br />Maka Allah serta Rasul-Nya melarang perbuatan keji tersebut, menjaga dan mengangkat derajat wanita bagaikan mutiara berharga, dengan memberikan hak-haknya sebagaimana agama menghormati dan memberikan hak-haknya kepada seorang lelaki. <br /><br />Demi kesucian masyarakat serta demi keutuhan dan kehormatan seorang muslimah dari kemaksiatan dan dari kecerobohan orang jahil, maka Islam menganjurkan perkawinan dan mengharamkan perbuatan zina. Maka demi kesucian dan keutuhan, Allah Maha Penyayang memerintahkan para muslimah agar mengenakan hijab (jilbab), supaya berada di sisi Allah, dan ditempat sejauh mungkin dari perbuatan keji yang dapat menimpa pada diri kaum muslimah. <br /><br />Simak baik-baik ayat Al Qur'an ini : Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan pehiasaannya kecuali yang biasa nampak dari pandangan. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau keapda ayah mereka, atau putra-putra mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putra-putra suami mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan- pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap kaum wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat kaum wanita. dan janganlah mereka memukul kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (Qs An Nur : 31) <br /><br />Bagaimana jilbab yang dimaksud dalam ayat diatas, setidaknya harus memenuhi syarat-syarat hijab atau jilbab sebagai berikut dan inilah jilbab yang syar'i dan benar : <br /><br />Menutupi seluruh tubuh, sebagaimana yang difirmankan Allah, Hendaklah mereka itu mengeluarkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. (Qs Al Ahzab : 59) <br /><br />Maksud daripada berhijab adalah untuk menutup tubuh wanita dari pandangan laki-laki. Jadi, bukan yang tipis, yang pendek, yang ketat, tau berkelir serupa dengan kulit, maupun yang bercorak dan yang bersifat mengundang penglihatan laki-laki. <br /><br />Harus yang longgar, sehingga tidak menampakkan tempat- tempat yang menarik pada anggota tubuh. <br /><br />Tidak diberi wangi-wangian, hal ini telah diperingatkan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam : Sesungguhnya seorang wanita yang memakai wangi-wangian kemudian melewati kaum (laki-laki) bermaksud agar mereka mencium aromanya, maka ia telah melakukan perbuatan zina. (HR Tirmidzi) <br /><br />Pakaian wanita tidak boleh menyerupai laki-laki, <br />Nabi saw melaknat laki-laki yang mengenakan pakaian wanita, dan seorang wanita yang mengenakan pakaian laki-laki. (HR Abu Dawud dan An Nasai). <br /><br />Tidak menyerupai pakaian orang kafir, <br />Siapa yang meniru suatu kaum, maka ia berarti dari golongan mereka. (HR Ahmad) <br /><br />Berpakaian tanpa bermaksud supaya dikenal, baik itu dengan mengenakan pakaian yang berharga mahal maupun yang murah, jika niatnya untuk dibanggakan karena harganya atau- pun yang kumal jika bermaksud agar dikenal sebagai orang yang ta'at (riya'). Siapa yang mengenakan pakaian tersohor (bermaksud supaya dikenal) di dunia, maka Allah akan mem- berinya pakaian hina di hari Kiamat, lalu dinyalakan apa pada pakaian tersebut. (HR Abu Dawud) <br /><br /><br />Sungguh fenomena jilbab pada saat sekarang, membuat kita di satu sisi patut bersyukur, wanita sudah tidak malu lagi untuk berjilbab di manapun tempatnya sehingga jilbab benar-benar telah membudaya di masyarakat dan dianggap sesuatu yang lumrah. Namun di sisi lain jilbab yang sesungguhnya harus memenuhi prasyarat jilbab syar'i sebagaiman tersebut di atas seakan telah berubah fungsi dan ajaran, banyak sekali dan telah bertebaran dimana-mana jilbab yang bukan lagi syar'i tapi lebih terkesan trendy dan mode atau lebih dikenal dengan jilbab funky yang kebanyakan dari semua itu adalah menyimpang dari syarat-syarat syara'i jilbab yang sebenarnya. <br /><br /><br />Diantara penyimpangan-penyimpangannya yang ada, antara lain : <br /><br />Tidak ditutupnya seluruh bagian tubuh. Seperti yang biasa dan di anggap sepele yaitu terbukanya bagian kaki bawah, atau bagian dada karena jilbab diikatkan ke leher, atau yang lagi trendy, remaja putri memakai jilbab tapi lengan pakaiannya digulung atau dibuka hingga ke siku mereka. <br /><br />Sering ditemui adanya perempuan yang berjilbab dengan pakaian ketat, pakaian yang berkaos, ataupun menggunakan pakaian yang tipis, sehingga walaupun perempuan tersebut telah menggunakan jilbab, tapi lekuk-lekuk tubuh mereka dapat diamati dengan jelas. <br />Didapati perempuan yang berjilbab dengan menggunakan celana panjang bahkan terkadang memakai celana jeans. <br /><br />Yang perlu ditekankan dan telah diketahui dengan jelas bahwa celana jeans bukanlah pakaian syar''i untuk kaum muslimin, apalagi wanita. <br /><br />Banyak wanita muslimah di sekitar kita yang memakai jilbab bersifat temporer yaitu jilbab dipakai hanya pada saat tertentu atau pada kegiatan tertentu, kendurian, acara pengajian kampung dsb, setelah itu jilbab dicopot dan yang ada kebanyakan jilbab tersebut sekedar mampir alias tidak sampai menutup rambut atau menutup kepala. <br /><br />Terkadang, kalau ditanyakan kepada mereka, mengapa kalian berbuat (melakukan) yang demikian, tidak memakai jilbab yang syar'i, padahal telah mengetahui bagaimana jilbab yang syar'i, sering didapati jawaban, Yaa, pengen aja , atau Belum siap , atau Mendingan begini daripada tidak memakai jilbab sama sekali, atau Jilbab itu khan tidak hanya satu bentuk, jilbab khan bisa dimodifikasi yang penting khan menutup aurat terkadang didapati juga jawaban, Kok kamu yang ribut, khan emang sudah menjadi mode yang seperti ini! <br /><br />Padahal, dituntutnya jilbab dengan syarat-syarat yang telah ditentukan sesuai dengan hukum syara'i yang disebutkan di atas, sesungguhnya akan membawa kebaikan bagi kita sendiri, baik di dunia maupun di akhirat dan bukan didasari atas nafsu atau ditujukan untuk mengekang kita. <br /><br />Janganlah sampai suatu kaum, dimana mereka meremehkan perempuan-perempuan/muslimah yang berjilbab hanya karena memakai pakaian/jilbab yang tidak sesuai dengan hukum syara'i. <br /><br />Apabila kaum telah meremehkan hal ini, maka bagaimana dengan pandangan (penilaian) Allah dan Rasul -Nya terhadap wantia yang seperti ini ? Tidakkah ada bedanya antara perempuan yang berjilbab dengan perempuan yang tidak berjilbab ?Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-22550104027916314472008-10-15T03:10:00.000-07:002008-10-15T03:19:29.265-07:00Hadiah yang Paling Berharga Adalah Senyum<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWQtIKYeeMjF8dB6FOiv51qjAI-02-fFWhibzStDWm5Hhq_ju3zGnzNe5bVBdadiZRUuJzxkIay1KaSYENv4uVO2W-5f-0ZRW0BKdm5FRpr1OiRcj2q_5s0fXMQn-bn7KJQlwLK8zNmghD/s1600-h/Foto000.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWQtIKYeeMjF8dB6FOiv51qjAI-02-fFWhibzStDWm5Hhq_ju3zGnzNe5bVBdadiZRUuJzxkIay1KaSYENv4uVO2W-5f-0ZRW0BKdm5FRpr1OiRcj2q_5s0fXMQn-bn7KJQlwLK8zNmghD/s320/Foto000.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5257322987408207874" /></a><br />Terkadang hadiah yang paling berharga dan berkesan adalah senyum dan kata-kata yang baik lagi santun<br />Ketika Rasulullah mengajak para sahabatnya untuk saling memberikan hadiah, dengan tujuan untuk menghilangkan permusuhan atau kemarahan diantara mereka sehingga kemudian mendatangkan persahabatan dan kecintaan. Beliau bersabda:<br />تصافحوا يذهب الغل، وتهادوا تحابوا وتذهب الشحناء<br />Saling berjabat-tanganlah kalian, maka akan hilang kedengkian, dan saling memberi hadiahlah kalian, maka kalian akan saling mencintai."<br />Sesungguhnya, manusia dengan tabiatnya, merasa bahagia ketika mendengar ada orang yang memujinya atau mengkhususkannya, ataupun menyanjungnya dengan sanjungan yang layak, atau bila ada orang yang menghormati dirinya. Maka dia akan merasa dianggap harga dirinya, dan akan bertambah rasa saling mencintai antar sesama.<br />Sesungguhnya hadiah, adalah satu dari sekian banyak sarana untuk menciptakan suasana yang bermakna pujian, sanjungan, dan penghormatan diantara sesama, sebab dengan itu keinginan untuk mengungkapkan perasaan-perasaan dari sesama kita bisa tercapai> Misalnya dari ketetanggaan, kita memberikan hadiah dengan penuh senyum dan ucapan-ucapan yang santun akan menggenapkan maksud dan tujuan yang pada gilirannya akan menambah kedekatan hubungan kemanusiaan, dan semakin berkembang rasa cinta dan penghormatan.<br />Dan sesuai dengan apa yang dikemukakan psikolog, "Sesungguhnya hadiah termasuk salah satu jenis solusi kejiwaan untuk mengobati "kegersangan jiwa itu sendiri", dimana hadiah tersebut merupakan implementasi penghargaan, penghormatan, kekaguman kepada orang lain yang bermuara pada membahagiakan orang lain."<br />Kalau hadiah itu diberikan kepada orang yang paling dekat kepada kita, seperti seorang suami kepada isteri, ataupun sebaliknya, atau seorang anak atau puteri kepada kedua orang tuanya atau pun sebaliknya, atau seorang sahabat atau kawan jauh, maka itu semua sangat bernilai dihadapan orang yang menerima hadiah."<br />Sesungguhnya, nilai hadiah bukanlah pada nilai nominalnya, melainkan pada kedudukannya yang bisa memaknakan perasaan kemanusiaan. Yang demikian krena manusia butuh kepada bantuan kejiwaan secara terus-menerus, baik dari orang di sekelilingnya, ataupun kerabat, dalam berbagai jenis hadiahnya. Contohnya: ketika mengunjungi orang sakit disamping memang hal itu wajib, akan tetapi dengan memberikan hadiah, ... kata-kata yang memotivasinya adalah hadiah, ...surat-menyurat adalah hadiah, ... dan hadiah adalah bermacam-macam.<br />Sesungguhnya hadiah yang baik akan melanggengkan persahabatan, dan orang yang menerima hadiah pun menganggapnya sebagai sesuatuyang indah. Orang yang memberinya pun akan bahagia karena bisa memberikan sesuatu yang berharga kepada sahabatnya. Sesungguhnya hadiah merupakan solusi terhadap segala problematika persahabatan, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat, dimana ia bisa menambah kuat ikatan kekerabatan, antara pemberi dan penerima hadiah.<br />Oleh karena itu, sudah semestinya, kita semuanya, yang besar maupun kecil untuk membiasakan diri untuk selalu berbuat baik kepada sesama. Kita memberinya hadiah, ataupun kenang-kenangan pada berbagai kesempatan yang ada dan kita tambahkan dengan dua hadiah lainnya, yaitu senyum yang ikhlas dan ucapan yang santun yang keduanya tidak perlu membeli.Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-28764801894201955432008-10-15T03:00:00.001-07:002008-10-15T03:05:03.069-07:00INSTRUKSI PP MUHAMMADIYAHMENJAGA KEMURNIAN DAN KEUTUHAN MUHAMMADIYAH<br /><br />MENGHADAPI PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009<br /><br />Bismillahirrahmanirrahim<br /><br /> <br /><br />Pimpinan Pusat Muhammadiyah sesuai dengan prinsip-prinsip khittah dan kebijakan-kebijakan yang selama ini berlaku tentang politik menyampaikan Instruksi dalam menghadapi Pemilihan Umum tahun 2009 sebagai berikut:<br /><br />1. Menegaskan bahwa sebagai organisasi/gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang bergerak dalam lapangan keagamaan dan kemasyarakatan maka sesuai dengan khittah, Muhammadiyah tidak bergerak dalam lapangan dan kegiatan politik, tetapi tetap berada dalam posisi independen, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari suatu organisasi politik apapun. <br />2. Melarang Pimpinan Persyarikatan beserta Majelis, Lembaga, Ortom, Amal Usaha, dan institusi-institusi lainnya yang berada dalam lingkungan Persyarikatan melibatkan organisasi/Persyarikatan untuk kepentingan mendukung atau menolak partai politik dan/atau calon-calon anggota legislatif dari partai politik tertentu baik secara langsung maupun melalui kerjasama dengan partai politik dan/atau tim sukses partai politik/calon anggota legislatif dari partai politik tertentu. <br /><br />3. Meminta kepada Pimpinan Persyarikatan, Majelis, Lembaga, Ortom, Amal Usaha, dan institusi-institusi lainnya yang berada dalam lingkungan Persyarikatan jika ada anggota pimpinan/fungsionaris yang menjadi anggota Tim Sukses partai politik dan/atau calon-calon anggota legislatif dari partai politik tertentu maka yang bersangkutan harus dinonaktifkan dari jabatannya sampai selesainya kegiatan Pemilu.<br /><br />4. Melarang penyelenggaraan kegiatan-kegiatan Persyarikatan termasuk di lingkungan Majelis, Lembaga, Ortom, Amal Usaha, dan institusi-institusi lainnya yang dimanfaatkan untuk kampanye partai politik dan/atau calon-calon anggota legislatif dalam bentuk apapun.<br /><br />5. Melarang penggunaan lambang/simbol, dana, sarana, prasarana, dan fasilitas milik Persyarikatan seperti gedung sekolah/kampus, rumah sakit/poliklinik/balai pengobatan, masjid/mushalla, panti asuhan, kantor Persyarikatan, dan lain-lain dengan perlengkapannya untuk kegiatan apapun yang diselenggarakan oleh partai politik. <br /><br />6. Menganjurkan kepada seluruh jajaran Pimpinan Persyarikatan maupun warga Muhammadiyah untuk ikut mendorong dan mensukseskan penyelenggaraan Pemilu yang jujur, bersih, demokratis, damai, dan memihak kepada kepentingan rakyat, serta dapat mencegah dan menjauhkan diri dari praktek-praktek kekerasan/anarkhis, praktek politik uang dan hal-hal yang melanggar norma-norma agama dalam Pemilu tersebut. Pimpinan Pusat Muhammadiyah meminta semua pihak untuk tidak menjadikan kampanye sebagai ajang konflik, kekerasan, dan hal-hal lain yang merugikan manusia dan hajat hidup publik, termasuk dalam kehidupan keluarga, masyarakat, dan bangsa.<br /><br />7. Memberikan kebebasan kepada anggota/warga Muhammadiyah untuk menggunakan hak politik/hak pilih/hak asasi sesuai hati nuraninya, dengan sebaik-baiknya secara cerdas, kritis, disertai istikharah, dan mempertimbangkan kemaslahatan/kepentingan Persyarikatan, umat, dan masyarakat baik secara nasional, maupun di wilayah/daerah yang bersangkutan. Kebebasan menggunakan hak tersebut dimaknai sebagai wujud pertanggungjawaban amanah kepada Allah SWT dalam menentukan arah masa depan bangsa dan negara Indonesia. <br /><br />8. Menghimbau warga Muhammadiyah yang memasuki dan apalagi menjadi pimpinan partai politik/tim sukses, selain dapat membawa missi Muhammadiyah juga tetap beraqidah dan berakhlaq Islam, serta memperjuangkan kepentingan rakyat dengan sebaik-baiknya.<br /><br />9. Menyerukan kepada segenap warga dan Pimpinan Muhammadiyah untuk tetap menjaga keutuhan, meningkatkan kebersamaan dan lebih mempererat ukhuwah/persaudaraan antara anggota pimpinan khususnya serta antara anggota Muhammadiyah umumnya, sehingga Muhammadiyah tetap dapat melaksanakan perannya dalam rangka dakwah Islam amar ma`ruf nahi munkar.<br /><br />Garis kebijakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah tersebut dimaksudkan agar supaya pimpinan Persyarikatan tetap dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan lancar di samping dapat berfungsi sebagai pengayom bagi warga Muhammadiyah secara keseluruhan yang berbeda dan beragam wadah dan saluran politiknya. Sedangkan bagi warga Muhammadiyah yang duduk di pimpinan partai, dengan adanya pengaturan dan pembagian tugas tersebut, tidak merasa terganggu bahkan dapat berperan maksimal dalam partai serta bisa memberikan keteladanan yang baik.<br /><br />Demikianlah instruksi ini kami sampaikan agar dapat disosialisasikan kepada segenap Pimpinan Persyarikatan beserta Unsur Pembantu Pimpinannya, Amal Usaha, Ortom, dan warga Persyarikatan di tingkatan masing-masing untuk mendapat perhatian sepenuhnya dan dapat dilaksanakan dengan penuh kebijakan, kesadaran dan ketulusan. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan pertolongan dan perlindungan kepada kita.<br /><br />Nasrun min Allah wa fathun qarib.<br /><br />Yogyakarta, 16 Rajab 1429 H<br />19 Juli 2008 M<br /><br />Pimpinan Pusat Muha<br /><br />Ketua Umum, Sekretaris Umum,<br /> <br />Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin, M.A. Drs. H. A. Rosyad SholehAbu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-40351347521186532702008-10-14T19:54:00.000-07:002008-10-14T19:58:15.186-07:00WAHAI IBU, BANTULAH SUAMIMU MENJADI BAPAK<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjDdkCZyCzGM0589UhqvuoiACeH6lkgLBfk3TNw8SkfA8jy0COpWsZN4AmzQ3SuxUxUjM8E56RcbGfhOcXqisjRAF1hqklHGUoVt_0k-g2C79E3iVfZr5ldCHjAqF0yf5M0v14noWO2xyac/s1600-h/busana-muslim-kerudung-taaj-6.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjDdkCZyCzGM0589UhqvuoiACeH6lkgLBfk3TNw8SkfA8jy0COpWsZN4AmzQ3SuxUxUjM8E56RcbGfhOcXqisjRAF1hqklHGUoVt_0k-g2C79E3iVfZr5ldCHjAqF0yf5M0v14noWO2xyac/s320/busana-muslim-kerudung-taaj-6.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5257209476423951602" /></a><br />Ada 20 trik buat para ibu atau calon ibu untuk membantu suaminya menjadi seorang bapak yang baik, yaitu:<br />1. Sebelum melahirkan, bicarakanlah dengan suamimu hal-hal yang mungkin akan terjadi dengan kehadiran bayi dalam keluarga.<br />2. Dengan kelahiran bayi yang pertama, suami akan merasa cemas atau khawatir dengan "tanggung jawab barunya", maka berilah ia motivasi -tentu saja dengan cara yang menyenangkan- dan yakinkan bahwa dengan tanggung jawab yang baru ini pasti ia bisa menjadi bapak yang baik.<br />3. Mungkin suamimu banyak menemui situasi yang bermacam-macam sepanjang perjalanannya, maka terimalah ia dengan lapang dada dan tanpa komplain. Misalnya, ketika suamimu menggendong bayi dengan kaku, maka jangan engkau mencegahnya atau menyalahkannya sepanjang tidak membuat rasa sakit atau membahayakan sang bayi.<br />4. Jangan engkau mengulang-ulang ungkapan "Engkau memang suami yang tidak berguna" atau "Engkau selalu saja membuat kesalahan yang serupa". Karena ungkapan-ungkapan yang demikian membuatnya minder atau merasa tidak mampu, bahkan bisa membuatnya frustasi.<br />5. Ketika suamimu baru pulang dan masuk rumah, maka jangan segera disuguhi permasalahan anak/bayi, akan tetapi carilah waktu yang tepat untuk mengungkapkannya, sehingga dia pun mempunyai kesiapan untuk berbincang-bincang dan berdiskusi.<br />6. Tanyakanlah kepada dirimu, dan jawablah dengan jujur, "Apakah anakmu tersebut merupakan anak kalian (isteri dan suami) berdua? Ataukah engkau (isteri) lebih banyak memiliki anakmu itu ?"<br />7. Engkau harus senang dari hati yang paling dalam bahwa anakmu (bayi/anak) tersebut adalah juga anaknya (suamimu) yang juga memiliki hak untuk mendidik dengan caranya.<br />8. Keluar rumah sesekali dan meninggalkan anak tersebut bersama Bapaknya (suamimu) di rumah, akan menumbuhkan rasa percaya diri pada suami anda bahwa ia mampu untuk mengemban tanggung jawab pembinaan anaknya.<br />9. Bersama-sama suami dan anakmu bermain dan bersenda-gurau akan menciptakan suasana kebersamaan dan kebahagiaan, apalagi apabila dibandingkan dengan pentingnya menghilangkan perasaan suami "mengemban tugas barunya sendirian".<br />10. Menumbuhkembangkan kejujuran dan kecintaanmu kepada suamimu, dan memberikan kesempatan kepadanya untuk turut-serta merasakan hal itu adalah sebesar-besar pengaruh bagi kesatuan fungsi "Bapak" baginya.<br />11. Hati-hatilah, jangan sampai suamimu merasa bahwa dirimu capek/lelah atau kamu berat mengemban tugas sebagai ibu, akan tetapi tunjukanlah hal itu kepada suamimu dengan isyarat yang halus sehingga ia berkenan membantumu.<br />12. Usahakanlah tetap terjalin diskusi antara ibu dan bapak tentang pendidikan anak yang mengandung unsur komprehensif, unggul, menyenangkan, dan aman bagi anaknya.<br />13. Ketika suamimu memintamu melakukan sesuatu, janganlah sampai engkau mengatakan, "Iya, nanti saja !!", akan tetapi katakanlah, "Iya, saya kerjakan, dan bantulah saya untuk ini atau itu", sehingga ia tahu bahwa dirimu selalu membutuhkan bantuannya dalam mengurus anak.<br />14. Jadilah engkau orang yang sabar bersama suamimu, karena tanggung jawab tentang anak bukanlah hal yang mudah bagi suamimu, maka jangan sekali-kali engkau mencelanya bila bersalah. Akan tetapi jadikanlah urusan itu seperti bercanda sehingga kalian tertawa berdua.<br />15. Sesungguhnya suasana emosional anak menjadi tinggi ketika sedang bersama ayah dan ibunya.<br />16. Janganlah sampai perhatianmu kepada anakmu yang begitu besar menjadikanmu lupa kepada mertuamu, sehingga tidak terjadi kecemburuan antara kedua mertuamu.<br />17. Sebagian laki-laki komplain apabila isterinya bersama mencari rizqi (bekerja) sehingga akhirnya ia kurang bersyukur kepada suaminya, maka janganlah engkau seperti itu.<br />18. Suami adalah orang pertama yang seharusnya mengetahui pointer-pointer ini, sehingga ia mengetahui seluk-beluk anaknya dengan sebenar-benarnya, dan juga apa yang terjadi di dalam rumahnya.<br />19. Biarkanlah kesempatan kepada suamimu untuk berkumpul dengan kawan-kawannya di luar rumah, atau pun mengerjakan hobinya sehingga ia mampu mengemban segalanya dengan baik secara terus-menerus.<br />20. Terakhir, Ibu yang terhormat, .. Bapak yang terhormat, ... janganlah engkau berdua melupakan; "hidup sendiri sesekali waktu yang jauh dari kepribadian Ibu dan Bapak", akan tetapi hiduplah dengan jiwa kalian berdua.Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-19781477639630571782008-07-21T23:16:00.000-07:002008-07-21T23:23:01.713-07:00PILAR - PILAR DAKWAH<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-AIrBlbwm2-R37wH8uMCD-3I_1a2_niaLh0CXC_GtKbH8j2ZXjfQONl9pku9w2VB-54x5pRkORMcnOBlrTtRjPn44HIT9X70E2mYB0OAOCQd64gbAWS_OfxR2kRMtfAjWqsaEGcxxWT2f/s1600-h/Untitled.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5225719878427598786" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; CURSOR: hand" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-AIrBlbwm2-R37wH8uMCD-3I_1a2_niaLh0CXC_GtKbH8j2ZXjfQONl9pku9w2VB-54x5pRkORMcnOBlrTtRjPn44HIT9X70E2mYB0OAOCQd64gbAWS_OfxR2kRMtfAjWqsaEGcxxWT2f/s320/Untitled.jpg" border="0" /></a><br /><div>Dakwah sebuah keharusan yang harus dilaksanakan oleh setiap orang yang mengaku Islam. Tanpa dakwah, dipastikan Islam akan segera lenyap dari permukaan bumi ini Katakanlah (wahai Muhammad!):”Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mrngikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan bashiroh (hujjah/ ilmu)yang nyata. MahasuciAllah dan aku tidak termasuk orang-orang yang musryik”.(QS. Yusuf / 12:108)<br />Dakwah merupakan sebuah keharusan dan keniscayaan yang harus dilaksanakan oleh setiap orang yang mengaku beragama Islam. Tanpa Dakwah dapat dipastikan bahwa Islam akan segera lenyap dari permukaan bumi ini. Sebab, hanya Dakwahlah yang mampu mempertahankan eksistensi Islam hingga saat ini. Dalam mana kita dapat membayangkan, apa jadinya jika dunia sepi dari kegiatan Dakwah? Sepi dari kegiatan transfer ilmu agama?, Pasti akan muncul sebuah generasi yang tidak mengenal aturan hidup (syari’at). Pada akhirnya akan muncul suatu kehidupan yang berantakan (chaose). Oleh karena itu, tidak berlebihan kiranya jika Al-Qur’an menyebutkan bahwa Dakwah merupakan jalan para Rosul Allah. Sejak Rosul pertama, Nuh ‘alaihis salam, sampai dengan rosul terakhir, Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam.<br />Secara etimologi, Dakwah berasal dari akar kata da’a, yang mengandung arti mengajak, menyeru dan mengundang. Adapun secara terminologi, merupakan segala aktivitas yang dilakukan secara terorganisir, untuk mengajak seseorang atau lebih kepada jalan yang lurus (ash-shiroth al-mustaqim), mengeluarkan sesorang dari kesesatan menuju hidayah dan dari kegelapan menuju cahaya Islam, dengan menggunakan metode yang sistematis berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan saat ini.<br />Dalam berDakwah, setidaknya ada sepiluh pilar yang harus diperhatikan oleh para da’i. Dalam mana sepuluh pilar ini merupakan hasil ijtihad seorang ulama dan mujahid Islam yang sangat populer, yaitu Hassan al-Banna. Selanjutnya, sepuluh pilar itu sudah banyak dijelaskan oleh banyak ulama dan cendekiawan muslim, seperti Said Hawa dalam Afaaq Risalah at-T’lim, Dr. Abdullah al-Khatib dan Dr. Abdu Halim dalam Nazharat fi Risalah T’lim, Dr. Yusuf al-Qordowi dalam Aulawiyat al-harokah al-Islamiyah dan yang terakhir Rahmad Abdullah dalam bukunya untukmu kader Dakwah. Adapun herarkis sepuluh pilar itu adalah.<br />Pertama, al-Fahmu. Yang dalam bahasa Indonesia berarti pemahaman. Artinya setiap da’i harus mampu memberikan pemahan yang benar kepada obyek Dakwahnya tentang apa yang ia Dakwahkan, dalam hal ini adalah Islam.<br />Kedua, al-ikhlas. Artinya seorang da’i harus melandasi seluruh aktivitas Dakwahnya dengan totalitas keikhlasan kepada Allah SWT. Da’i tidak boleh mengharapkan dari aktivitas Dakwahnya itu melainkan keridho’an Allah SWT, bukan yang lain. Sehingga orang-orang yang diajak pun mampu merasakan pancaran kesucian jiwanya. Dalam pada itu, mereka pun akhirnya akan percaya bahwa yang disampaikan oleh da’i itu merupakan kebenaran dari Allah SWT, sebelum pada akhirnya mereka pun akan mengikuti arahan dan pesan Dakwah dari da’i tersebut. Bahkan tidak mustahil kelak mereka pun akan menjadi da’i-da’i baru yang akan meneruskan agenda Dakwah muka bumi ini.<br />Ketiga, al-’Amal. Sangat ironis sekali jika seorang da’i mengajak orang lain untuk melakukan sesuatu, namun ia sendiri tidak melakukan apa yang diucapkan. Disamping mendapat murka dari Allah SWT, orang lain pun akan meremehkannya dan tidak akan menggubris apa yang dikatakannya. Dalam pada itu, sangat besar kemungkinannya agenda Dakwah akan terhambat. Dikarenakan ulah sebagian da’i yang tidak mampu memberi contoh yang baik (qudwah hasanah) bagi obyek Dakwahnya.<br />Keempat, al-Jihad. Di dalam Dakwah amal saja tidak cukup, melainkan diperlukan pula adanya kesungguhan dan usaha keras dari para da’i tersebut. Sehingga Dakwah itu dapat berjalan secara efektif dan mampu mengajak lebih banyak objek Dakwah. Tanpa kesungguhan, Dakwah akan berjalan ala kadarnya, bahkan sangat dimungkinkan akan terjadi futur (patah semangat) dalam diri da’i itu. Mengingat Dakwah bukanlah pekerjaan yang ringan. Sehingga kesungguhan merukapakan hal yang harus dimiliki oleh setiap da’i.<br />Kelima, at-Tadhiyah. Disamping kesungguhan, diperlukan pula adanya pengorbanan dari da’i, baik pengorbanan material maupun mental. Merupakan kebohongan besar, jika ada yang ingin mengambil jalan Dakwah tanpa mau berkorban. Mengingat orientasi Dakwah tidak lah sama dengan perdagangan, yang nota bene berorientasi pada keuntungan material. Maka dari itu, pengorbanan merupakan suatu keniscayaan bagi para da’i.<br />Keenam, ath-Tho’ah. Dalam berDakwah seorang da’i tidak boleh berjalan secera sendiri-sendiri. Melainkan harus secara berjam’ah. Oleh karena itu, mutlak diperlukan adanya kepatuhan dari setiap da’i terhadap keputusan jam’ah itu. Jika tidak, maka hampir dapat dipastikan bahwa Dakwah tersebut akan kandas di tengah jalan, bahkan bisa jadi para da’i itu akan mengalami kesulitan dan rintangan dari musuh-musuh Dakwah.<br />Ketujuh, ats-Tsabat. Disamping memiliki kepatuhan, seorang da’i dituntut untuk memiliki keteguhan hati. Sehingga sanggup melawan segala rintangan dan kesulitan yang ditemuinya dalam menjalankan tugas dan amanahnya dari Dakwah tersebut.<br />Kedelapan, at-Tajarrud. Agar dapat menyampaikan Dakwahnya dengan benar, maka seorang da’i juga harus memiliki paradigma berfikir yang benar dan terbebas dari pengaruh pemikiran-pemikiran non-islami. Dalam pada itu, ketika seorang da’i sudah tercemari paradigma berfikirnya, maka ada kemungkinan da’i, yang sedianya ingin menyelamatkan orang, malah menyesatkannya. Inilah makna dari At-Tajarrud itu.<br />Kesembilan, al-Uhkuwah. Ketika berDakwah,hampir dapat dipastikan bahwa da’i akan menemui pelbagai rintangan, sehingga bantuan dari da’i lain sangat diperlukan dalam rangka menyukseskan agenda Dakwah. Dari itu, rasa persaudaraan, baik sesama da’i, maupun antara da’i dengan obyek Dakwahnya, merupakan hal yang sangat krusial dalam Dakwah. Sehingga ketika memerlukan bantuan ia dapat memanggil saudaranya.<br />Kesepuluh, ats-Tsiqoh (kepercayaan). Mustahil rasanya, seseorang mau mengikuti perkataan orang lain tanpa adanya kepercayaan orang tersebut kepadanya. Dari itu, kepercayaan merupakan hal yang harus dibangun oleh para da’i di hadapan para obyek Dakwahnya. Dalam mana, ketika kepercayaan sudah ada maka para da’i, dapat dengan mudah mengarahkan obyek Dakwahnya untuk mengikuti arahan dan pesan Dakwah yang ia berikan padanya. Sebelum pada akhirnya, da’i tersebut juga dapat mempercayakan suatu perkara kepada kader Dakwah yang muncul dari mereka, untuk meneruskan Dakwahnya. Maka rasa saling mempercayai dari kedua belah pihak merupakan sebuah keniscayaan.Itulah sepuluh pilar dalam Dakwah. Dalam mana harus dipegang teguh oleh setiap da’i dan dilaksanakan menurut herarkinya. Dan mudah-mudahan, dengan melaksanakan itu semua, Allah SWT berkenan untuk menjadikan kita para da’i yang berkompeten dan meraih kesuksesan dalam berDakwah</div>Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-76481852161134515432008-07-21T23:06:00.000-07:002008-07-21T23:10:53.809-07:00Generasi meninggalkan Shalat dan Mengikuti SyahwatAllah Ta’ala berfirman:<br /><br />"Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi dari keturunan Adam, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memper-turutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun." (terjemah QS. Maryam: 58-60).<br /><br />Ibnu Katsir menjelaskan, generasi yang adhoo’ush sholaat itu, kalau mereka sudah menyia-nyiakan sholat, maka pasti mereka lebih menyia-nyiakan kewajiban-kewajiban lainnya. Karena shalat itu adalah tiang agama dan pilarnya, dan sebaik-baik perbuatan hamba. Dan akan tambah lagi (keburukan mereka) dengan mengikuti syahwat dunia dan kelezatannya,, senang dengan kehidupan dan kenikmatan dunia. Maka mereka itu akan menemui kesesatan,, artinya kerugian di hari qiyamat.<br /><br />Adapun maksud lafazh Adho’us sholaat ini, menurut Ibnu Katsir, ada beberapa pendapat. Ada orang-orang yang berpendapat bahwa adho'us sholaat itu meninggalkan sholat secara keseluruhan (tarkuhaa bilkulliyyah). Itu adalah pendapat yang dikatakan oleh Muhammad bin Ka’ab Al-Quradhi, Ibnu Zaid bin Aslam, As-Suddi, dan pendapat itulah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Pendapat inilah yang menjadi pendapat sebagian orang salaf dan para imam seperti yang masyhur dari Imam Ahmad, dan satu pendapat dari As-Syafi’i sampai ke pengkafiran orang yang meninggalkan shalat (tarikus sholah) setelah ditegakkan, iqamatul hujjah (penjelasan dalil), berdasarkan Hadits:<br />بَيْنَ الْعَبْدِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ تَرْكُ الصَّلاَةِ (رواه مسلم في صحيحه برقم: 82 من حديث جابر).<br />“(Perbedaan) antara hamba dan kemusyrikan itu adalah meninggalkan sholat.” (HR Muslim dalam kitab Shohihnya nomor 82 dari hadits Jabir). Dan Hadits lainnya:<br />الْعَهْدُ الَّذِيْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلاَةُ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ. (رواه الترمذي رقم 2621 والنسائ 1/231 ،وقال الترمذي :هذا حديث حسن صحيح غريب).<br />“Batas yang ada di antara kami dan mereka adalah sholat, maka barangsiapa meninggalkannya, sungguh-sungguh ia telah kafir.” (Hadits Riwayat At-Tirmidzi dalam Sunannya nomor 2621dan An-Nasaai dalam Sunannya 1/231, dan At-Tirmidzi berkata hadits ini hasan shohih ghorib). Tafsir Ibnu Katsir, tahqiq Sami As-Salamah, juz 5 hal 243).<br /><br />Penuturan dalam ayat Al-Quran ini membicarakan orang-orang saleh, terpilih, bahkan nabi-nabi dengan sikap patuhnya yang amat tinggi. Mereka bersujud dan menangis ketika dibacakan ayat-ayat Allah. Namun selanjutnya, disambung dengan ayat yang memberitakan sifat-sifat generasi pengganti yang jauh berbeda, bahkan berlawanan dari sifat-sifat kepatuhan yang tinggi itu, yakni sikap generasi penerus yang menyia-nyiakan shalat dan mengumbar hawa nafsu.<br /><br />Betapa menghujamnya peringatan Allah dalam Al-Quran dengan cara menuturkan sejarah "keluarga pilihan" yang datang setelah mereka generasi manusia bobrok yang sangat merosot moralnya. Bobroknya akhlaq manusia dari keturunan orang yang disebut manusia pilihan, berarti merupakan tingkah yang keterlaluan. Bisa kita bayangkan dalam kehidupan ini. Kalau ada ulama besar, saleh dan benar-benar baik, lantas keturunannya tidak bisa menyamai kebesarannya dan tak mampu mewarisi keulamaannya, maka ucapan yang pas adalah:. "Sayang, kebesaran bapaknya tidak diwarisi anak-anaknya.” Itu baru masalah mutu keilmuan nya yang merosot. lantas, kata dan ucapan apa lagi yang bisa untuk menyayangkan bejat dan bobroknya generasi pengganti orang-orang suci dan saleh itu? Hanya ucapan “seribu kali sayang” yang mungkin bisa kita ucapkan. Setelah kita bisa menyadari betapa tragisnya keadaan yang dituturkan Al-Quran itu, agaknya perlu juga kita bercermin di depan kaca. Melihat diri kita sendiri, dengan memperbandingkan apa yang dikisahkan Al-Quran.<br /><br />Kisah ayat itu, tidak menyinggung-nyinggung orang-orang yang membangkang di saat hidupnya para Nabi pilihan Allah. Sedangkan jumlah orang yang membangkang tidak sedikit, bahkan melawan para Nabi dengan berbagai daya upaya. Ayat itu tidak menyebut orang-orang kafir, bukan berarti tidak ada orang-orang kafir. Namun dengan menyebut keluarga-keluarga pilihan itu justru merupakan pengkhususan yang lebih tajam. Di saat banyaknya orang kafir berkeliaran di bumi, saat itu ada orang-orang pilihan yang amat patuh kepada Allah. Tetapi, generasi taat ini diteruskan oleh generasi yang bobrok akhlaqnya. Ini yang jadi masalah besar.<br /><br />Dalam kehidupan yang tertera dalam sejarah kita, Muslimin yang taat, di saat penjajah berkuasa, terjadi perampasan hak, kedhaliman merajalela dan sebagainya, ada tanam paksa dan sebagainya; mereka yang tetap teguh dan ta'at pada Allah itu adalah benar-benar orang pilihan. Kaum muslimin yang tetap menegakkan Islam di saat orientalis dan antek-antek penjajah menggunakan Islam sebagai sarana penjajahan, namun kaum muslimin itu tetap teguh mempertahankan Islam dan tanah airnya, tidak hanyut kepada iming-iming jabatan untuk ikut menjajah bangsanya, mereka benar-benar orang-orang pilihan. Sekalipun tidak sama antara derajat kesalehan para Nabi yang dicontohkan dalam Al-Quran itu, dengan derajat ketaatan kaum Muslimin yang taat pada Allah di saat gencarnya penjajahan itu, namun alur peringatan ini telah mencakupnya. Dengan demikian, bisa kita fahami bahwa ayat itu mengingatkan, jangan sampai terjadi lagi apa yang telah terjadi di masa lampau. Yaitu generasi pengganti yang jelek, yang menyia-nyiakan shalat dan mengikuti hawa nafsunya.<br /><br />Peringatan yang sebenarnya tajam ini perlu disebar luaskan, dihayati dan dipegang benar-benar, dengan penuh kesadaran, agar tidak terjadi tragedi yang telah menimpa kaum Bani Israel, yaitu generasi jelek, bobrok, meninggalkan shalat dan mengikuti syahwat. Memberikan hak shalat <br /><br />Untuk itu, kita harus mengkaji diri kita lagi. Sudahkan peringatan Allah itu kita sadari dan kita cari jalan keluarnya? Mudah-mudahan sudah kita laksanakan. Tetapi, tentu saja bukan berarti telah selesai. Karena masalahnya harus selalu dipertahankan. Tanpa upaya mempertahankannya, kemungkinan akan lebih banyak desakan dan dorongan yang mengarah pada "adho'us sholat" (menyia-nyiakan atau meninggalkan shalat) wattaba'us syahawaat (dan mengikuti syahwat hawa nafsu). <br /><br />Suatu misal, kasus nyata, bisa kita telusuri lewat pertanyaan-pertanyaan. Sudahkah kita berikan dan kita usahakan hak-hak para pekerja/ buruh, pekerja kecil, pembantu rumah tangga, penjaga rumah makan, penjaga toko dan sebagainya untuk diberi kebebasan mengerjakan shalat pada waktunya, terutama maghrib yang waktunya sempit? Berapa banyak pekerja kecil semacam itu yang terhimpit oleh peraturan majikan, tetapi kita umat Islam diam saja atau belum mampu menolong sesama muslim yang terhimpit itu? Bahkan, dalam arena pendidikan formal, yang diseleng-garakan dengan tujuan membina manusia yang bertaqwa pun, sudahkah memberi kebebasan secara baik kepada murid dan guru untuk menjalankan shalat? Sudahkah diberi sarana secara memadai di kampus-kampus dan tempat-tempat pendidikan untuk menjalan-kan shalat? Dan sudahkah para murid itu diberi bimbingan secara memadai untuk mampu mendirikan shalat sesuai dengan yang diajarkan Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam ? Kita perlu merenungkan dan menyadari peringatan Allah dalam ayat tersebut, tentang adanya generasi yang meninggalkan shalat dan menuruti syahwat.<br /><br />Ayat-ayat Al-Quran yang telah memberi peringatan dengan tegas ini mestinya kita sambut pula dengan semangat menang-gulangi munculnya generasi sampah yang menyianyiakan shalat dan bahkan mengumbar syahwat. Dalam arti penjabaran dan pelaksanaan agama dengan amar ma'ruf nahi munkar secara konsekuen dan terus menerus, sehingga dalam hal beragama, kita akan mewariskan generasi yang benar-benar diharapkan, bukan generasi yang bobrok seperti yang telah diperingatkan dalam Al-Quran itu. Fakir miskin, keluarga, dan mahasiswa Dalam hubungan kemasyarakatan yang erat sekali hubungannya dengan ekonomi, terutama masalah kemiskinan, sudahkah kita memberi sumbangan sarung atau mukena/ rukuh kepada fakir miskin, agar mereka bisa tetap shalat di saat mukenanya yang satu-satunya basah ketika dicuci pada musim hujan? Dalam urusan keluarga, sudahkah kita selalu menanya dan mengontrol anak-anak kita setiap waktu shalat, agar mereka tidak lalai? Dalam urusan efektifitas da’wah, sudahkah kita menghidup-kan jama'ah di masjid-masjid kampus pendidikan Islam: IAIN (Institut Agama Islam Negeri) ataupun STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) yang jelas-jelas mempelajari Islam itu, agar para alumninya ataupun mahasiswa yang masih belajar di sana tetap menegakkan shalat, dan tidak mengarah ke pemikiran sekuler yang nilainya sama juga dengan mengikuti syahwat?<br /><br />Lebih penting lagi, sudahkah kita mengingatkan para pengurus masjid atau mushalla atau langgar untuk shalat ke masjid yang diurusinya? Bahkan sudahkah para pegawai yang kantor-kantor menjadi lingkungan masjid, kita ingatkan agar shalat berjamaah di Masjid yang menjadi tempat mereka bekerja, sehingga tidak tampak lagi sosok-sosok yang tetap bertahan di meja masing-masing --bahkan sambil merokok lagi-- saat adzan dikuman-dangkan? Masih banyak lagi yang menjadi tanggung jawab kita untuk menanggulangi agar tidak terjadi generasi yang meninggalkan shalat yang disebut dalam ayat tadi. Shalat, tali Islam yang terakhir<br /><br />Peringatan yang ada di ayat tersebut masih ditambah dengan adanya penegasan dari Rasulullah, Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam :<br /><br />لَيَنْقُضَنَّ عُرَا اْلإِسْلاَمِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِيْ تَلِيْهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلاَةُ. (رواه أحمد).<br />“Tali-tali Islam pasti akan putus satu-persatu. Maka setiap kali putus satu tali (lalu) manusia (dengan sendirinya) bergantung dengan tali yang berikutnya. Dan tali Islam yang pertamakali putus adalah hukum(nya), sedang yang terakhir (putus) adalah shalat. (Hadits Riwayat Ahmad dari Abi Umamah menurut Adz – Dzahabir perawi Ahmad perawi). Hadits Rasulullah itu lebih gamblang lagi, bahwa putusnya tali Islam yang terakhir adalah shalat. Selagi shalat itu masih ditegakkan oleh umat Islam, berarti masih ada tali dalam Islam itu. Sebaliknya kalau shalat sudah tidak ditegakkan, maka putuslah Islam keseluruhannya, karena shalat adalah tali yang terakhir dalam Islam. Maka tak mengherankan kalau Allah menyebut tingkah "adho'us sholah" (menyia-nyiakan/ meninggalkan shalat) dalam ayat tersebut diucapkan pada urutan lebih dulu dibanding "ittaba'us syahawaat" (menuruti syahwat), sekalipun tingkah menuruti syahwat itu sudah merupakan puncak kebejatan moral manusia. Dengan demikian, bisa kita fahami, betapa memuncaknya nilai jelek orang-orang yang meninggalkan shalat, karena puncak kebejatan moral berupa menuruti syahwat pun masih pada urutan belakang dibanding tingkah meninggalkan shalat.<br /><br />Di mata manusia, bisa disadari betapa jahatnya orang yang mengumbar hawa nafsunya. Lantas, kalau Allah memberikan kriteria meninggalkan shalat itu lebih tinggi kejahatannya, berarti kerusakan yang amat parah. Apalagi kalau kedua-duanya, dilakukan meninggalkan shalat, dan menuruti syahwat, sudah bisa dipastikan betapa beratnya kerusakan. Tiada perkataan yang lebih benar daripada perkataan Allah dan Rasul-Nya. Dalam hal ini Allah dan Rasul-Nya sangat mengecam orang yang meninggalkan shalat dan menuruti syahwat. Maka marilah kita jaga diri kita dan generasi keturunan kita dari kebinasaan yang jelas-jelas diperingatkan oleh Allah dan Rasul-Nya itu. Mudah-mudahan kita tidak termasuk mereka yang telah dan akan binasa akibat melakukan pelanggaran amat besar, yaitu meninggalkan shalat dan menuruti syahwat. Amien.Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-18556078158842067082008-05-28T06:54:00.000-07:002008-05-28T06:57:48.787-07:00PENDIDIKAN MEMERANGI PORNOGRAFI<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg4Mk-F9pEsRXVf2ZTWUjllhPgWFRguD0EilOESHsVYTNeCWXelumFZH-f8qYHRK2z7gyGaO4hV-z_7kfWLTJMtZOZCQqh67UEX2rhpCMBt5b_TL8BNDQZYvwA_t138BD2OlJJi3NqHisBU/s1600-h/aksi%2520lagi.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5205427336146315890" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; CURSOR: hand" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg4Mk-F9pEsRXVf2ZTWUjllhPgWFRguD0EilOESHsVYTNeCWXelumFZH-f8qYHRK2z7gyGaO4hV-z_7kfWLTJMtZOZCQqh67UEX2rhpCMBt5b_TL8BNDQZYvwA_t138BD2OlJJi3NqHisBU/s320/aksi%2520lagi.jpg" border="0" /></a><br /><div>Pada Desember 2006, didepan Akademi Jakarta, sastrawan Taufik Ismail membacakan pidato kebudayaan bertajuk “Budaya Malu dikikis Habis Gerakan Syahwat Merdeka”. Gerakan ini kata Taufik, tak bersosok organisasi resmi dan tidak berdiri sendiri. Gerakan ini bekerjasama bahu membahu melalui jaringan mendunia, memiliki dana raksasa, media masa cetak dan elektronik pengeras suaranya.<br />Taifik Ismail menyebutkan ada 13 komponen gerakan Syahwat Merdeka pertama: Perilaku seks bebas yang dilakukan terang - terangan dan sembunyi - sembunyi. Kedua. Penerbitan majalah dan tabloid mesum. Ketiga. Produser, penulis skrip, dan pengiklan acara televisi syahwat. keempat, Situs porno di internet. kelima, Penulis, penerbit dan penggandis buku syahwat sastra dan sastra. Keenam,Penerbit dan pengedar komik cabul. Ketujuh; Produsen, pengganda, pembajak, pengecer dan penonton VCD/DVD biru. Kedelapan, Fabrikan dan konsumen alkohol, Kesembilan, produsen, pengedar, dan pengguna narkoba. Kesepuluh, fabrikan, pengiklan, dan pengisap nikotin. Kesebelas, pengiklan perempuan dan taki-laki panggilan. Keduabelas, germo dan pelanggan prostitusi. Ketigabelas, dokter dan dukun praktisi aborsi.<br />Satah satu produk dari gerakan ini adalah pornografi. Di negara kita pornografi sudah jadi industri raksasa. Produknya laris­ manis dan terdistribusi aman ­merata sehingga dengan mudah dapat dikonsumsi tewat media cetak, televisi, internet, film layer tebar, VCD, dan telepon seluler. Aksesnya pun teramat mudah dijangkau. Tinggal datangi loper koran di pinggir jalan, anak-anak usia sekolah dapat memilih media bergambar orang dewasa telanjang atau berpakaian mini serta beradegan mecum.<br />Data dari American Demographic Magazine menyebutkan, saat ini di internet tersedia tidak kurang dari 4,2 juta website porno, 100 ribu di antaranya pornografi anak dan 89% di antaranya berisi kekerasan seksuat remaja metalui chat room.<br /><br />Baden survey internet<br />TopTen Reviews. com pun mengungkap, industri pornografi dunia menghasilkan uang Rp 886 trityun. Total pendapatan bisnis pornografi dunia ini mengalahkan total pendapatan delapan perusahaan teknologi informasi terbesar di dunia yaitu Microsoft, Google, Amazon, eBay, Yahool Apple, Netflix, dan Earthlink.<br />Amerika Serikat menghasilkan rata-rata 13.140 video seks setiap tahun. Artinya, setiap 39 merit, sebuah video seks terbaru diproduksi negara-negara adi daya.<br /><br />Peran Agama<br />PORNOGRAFI bisa jadi telah menjadi bagian dari kehidupan keseharian remaja mesa kini. Akibatnya, remaja menjadi ilusif, lebih suka melamun, meremehkan nilai-nilai social, dan melakukan peritaku seks menyimpang. Sebuah penelitian di Makassar terhadap remaja yang biasa mengakses situs porno di internet mengungkapkan, terdapat korelasi positif antara intensitas mengakses situs seks dengan permisivitas peritaku seksual remaja. Makin tinggi intensitas remaja datam mengakses situs seks di internet, makin permisif perilaku seksualnya. Responder penelitian ini separuh remaja laki-laki dan separuh lagi remaja perempuan. Maka tak heran kasus-kasus kekerasan seksual, pemerkosaan, kehamilan tak disengaja, dan aborsi yang dilakukan remaja terjadi tiap hari dan jadi konsumsi tayangan berita harian televisi dan koran.<br />Tentu saja ini menjadi keprihatinan kita bersama. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, kita harus malu karena kondisi ini sangat kontradiktif dengan ajaran Islam. Allah SWT berfirman datam al-Qur'an Surat Yusuf ayat 53, "Sesungguhnya nafsu syahwat itu selatu mendorong kepada kejahatan. " Di surat al-Israa' ayat 32 la berfirman, "Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan satu jalan yang buruk." Jika kita membiarkan nafsu syahwat dan zina menjadi peritaku anak bangsa ini, berarti kita sedang menunggu azab Allah.<br />Maka peran agama sangat diperlukan. Sebab agama memiliki syariat yang mengikat para penganutnya. Syariat ini dapat digunakan untuk membangun kesadaran generasi muda dan tua terhadap bahaya pornografi. Kesadaran itu dapat dicerminkan metalui peritaku yang baik dengan memegang teguh aturan agama dan adat yang sejalan dengan semangat syariat. Datam surat an-­Nur ayat 30-31 Allah SWT memerintahkan taki-laki dan perempuan yang beriman untuk menjaga pandangan dan memeilihara kernaluannya. Jika perintah ini dipahami dan diamalkan tiap mustim/muslimah, insya Allah bahaya pornografi menyingkir.<br /><br />Peran pendidikan<br />SOLUSI lain untuk mengatasi bahaya pornografi adalah pendidikan. Lewat pendidikan peritaku generasi muda diarahkan untuk menjadi pribadi berakhtak mulia dan bermartabat. Mereka kritis memandang pornografi sebagai bahaya laten yang harus terus diperangi. Salah satu mata pelajaran di bangku sekolah adalah pendidikan budi pekerti. Pelajaran ini mengajarkan peserta didik agar memiliki rasa malu, baik yang berkaitan dengan diri sendiri maupun yang berhubungan dengan orang lain. Kenapa malu? Sebab malu berarti menjauhkan diri dari perbuatan terceta, atau menahan diri dan meninggalkan semua kemaksiatan dan kejahatan. Ini sejalan dengan hadits Nabi SAW, "Sesungguhnya sebagian dari apa yang telah dikenal orang dari ungkapan kenabian yang pertama adalah, `Jika kamu tidak malu, berbuatlah sekehendakmu'." (H.R Bukhari). Masih kata Taufik Ismail, ciri kolektif seluruh komponen Gerakan syahwat Merdeka adalah budaya malu yang telah terkikis nyaris habis dari susunan syaraf pusat dan rohani mereka.<br />Di ruang kelas, guru juga dapat mengangkat satu tema mengenai varian pornografi dan mendiskusikannya dengan siswa. Dari diskusi ini, guru dapat memberi penjelasan yang memadai tentang segala hal yang berkaitan dengan seksuatitas dan pornografi yang selatu memancing keingintahuan siswa. Jangan biarkan siswa mengetahui sendiri pernak-pernik seksualitas dan pornografi, Sebab itu akan menjerumuskannya pada liang penasaran. Guru memiliki kewajiban membimbing siswa dalam memahami dunianya.<br />Namun pembentukan moralitas dan nitai-nitai budi pekerti tidak bisa dibebankan pada institusi sekolah saja. Terbitnya regulasi yang memerintahkan penghapusan terhadap situs-situs porno tidaktah cukup. Abdultah At­Darraz memandang pembentukan moralitas harus dilakukan dalam dua tingkatan sistem kehidupan.<br />Pertama, penanaman nilai – nilai moral melatui institusi keluarga secara praktis. Ini dapat ditakukan dengan memberikan bimbingan yang baik kepada anak, mengasuh anak dengan penuh kasih sayang, memberikan tuntunan akhtak yang baik kepada keluarga, dan membiasakan anak untuk menghargai kaidah dan kebiasaan-kebiasaan periLaku keseharian yang baik dalam rumah tangga.<br />Kedua, pembentukan nilai – nilai moral dalam hubungan sosial. Dalam konteks ini berupa melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan tercela, Mempererat hubungan kerjasama antar sesama, menggalakkan perbuatan- ­perbuatan terpuji dan memberi manfaat bagi kehidupan orang banyak, dan membina hubungan menurut tata tertib dan adat kebiasaan sosial yang terpuji.<br />Tujuan pendidikan adalah memanusiakan dan member­dayakan manusia. Pornografi merupakan eksploitasi sistematis terhadap nilai kemanusiaan seorang manusia hingga terpuruk ke kehidupan tak berdaya. Dua kutub ini saling bertolak belakang, namun keduanya dapat dijembatani dalam sebuah interaksi spiritualitas, di mana semua aspek kehidupan manusia berkiblat pada aturan Allah SWT dalam sebuah syariat. </div>Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-25987380947578827452008-05-23T10:14:00.000-07:002008-05-23T10:16:58.576-07:00JALAN MENUJU HIDAYAHHidayah Allah tidak diberikan kepada manusia atas dasar kedudukan / status keluarga/ nasab, tetapi hidayah Allah akan diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya diantara orang - orang yang dikehendaki-Nya. Hidayah Allah akan dianugerahkan kepada siapa saja yang mau mencarinya dan berkeinginan keras untuk meraihnya. Namun demikian Allah dan Rasul-Nya telah memberi rambu - rambu jalan menuju hidayah Allah SWT, diantaranya adalah :<br />1. Al Qur’an Al Qur’an adalah jalan utama menuju hidayah Allah SWT. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya :<br /> Sesungguhnya Al Quran Ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih...” ( QS Al Isra’ : 9 )<br /><br />Alif laam miin. itab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,” ( Al Baqarah :1-2)<br />Oleh karena itu barangsiapa yang ingin memperoleh hidayah, hendaklah benar - benar berpegang teguh kepada Al Qur’an yaitu dengan rajin membacanya, dan mempelajarinya serta mengamalkannya.Imam As Sangithi menerangkan tentang QS Al Isra’ ayat 9 sebagai berikut : Al Qur’an adalah petunjuk jalan yang benar baik dalam Aqidah, Syari’ah maupun mu’amalah. Maka dari itu Rasulullah berpesan kepada kita sebagai berikut:<br /><br />“ Telah kutinggalkan kepadamu dua perkara dan jika kamu sekalian berpegang teguh dengannya, kamu tidak akan sesat selama - lamanya yaitu Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya.” (Mutafaqqun Alaih)<br />2. Rasul Jalan kedua untuk meraih hidayah Allah SWT adalah mengikuti Rasul. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah :<br />“... dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” ( QS Asy Syuura : 52 )<br />Maka barangsiapa yang mendambakan hidayah Allah SWT, harus mengikuti sunnah Rasulullah. Adapun cara mengikuti Rasulullah adalah :1). Meyakini kebenaran Rasulullah Allah SWT berfirman :<br /><br /> “ Dia-lah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci.” (Ash Shaf :9)<br />2. Mengikuti akan sunah - sunahnya.<br /><br /> Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu....” (QS Al Ahzab : 21 )<br />3. Menjauhi dari segala yang bertentangan dengan sunahnya<br />“ Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” ( QS Al Hasyr : 7 )<br />3. Mujahadah Bersungguh - sungguh dan berusaha keras bahwa kita benar - benar menginginkan hidayah Allah. Ungkapan dengan nyata dan sungguh - sungguh, segala apa yang kita inginkan dengan harapan kuat bahwa Allah akan membukakan fikiran, hati dan jiwa kita serta membimbingnya ke jalan yang benar. Karena Allah telah berjanji dalam firman-Nya :<br /><br /> Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” ( QS Al Ankabut : 69 )<br /> Disini seorang muslim diingatkan dalam menjalani tugas hudup ini harus bersungguh - sungguh, tidak boleh menyerah terhadap ujian dan cobaan, karena hidup bagi seorang muslim adalah ujian, sebagaimana diingatkan oleh Allah dalam firman-Nya:<br />“ Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,”( QS Al Mulk : 2 )<br />4. Do’a Do’a adalah senjata orang beriman. Do’a adalah intisari ibadah dalam Islam, sekaligus do’a adalah salah satu jalan meraih hidayah Allah SWT. Maka seorang muslim tidak boleh malas - malasan dari do’a. Dan seandainya Allah tidak berkenan memenuhi permohonan hamba-Nya, niscaya Ia tidak akan berfirman sebagaimana ayat berikut :<br /><br /> "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu...” (QS Al Mukmin : 60 )<br />Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS Al Baqarah:186)<br /><br />“ Sesungguhnya Allah malu terhadap hamba-Nya yang menengadahkan kedua tangganya kepada-Nya (berdo’a) lalu Allah menolaknya dalam keadaan kosong.”( HR Tirmidzi )<br /><br />“ Tidak ada orang yang memohon kecuali akan Aku ijabahi, dan tidak ada orang yang meminta kecuali akan Aku beri, dan tidak ada orang yang memohon ampun kecuali akan Aku ampuni.” ( HR Bukhari )<br /><br />(Oleh Ust. Drs. Mulyono , Ahad Pagi, 25 Mei 2008 )Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-39650288771571024612008-05-20T19:56:00.001-07:002008-05-20T19:59:50.418-07:00PANDAI - PANDAI MEMENEJ WAKTUPANDAI – PANDAI MEMENEJ WAKTU<br /><br />Oó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOÏm§9$#<br />Assalamu’alaikum Wr. Wb.<br /><br />Waktu demi waktu begitu cepat perjalanannya, sehingga tidak sadar kalau kita ini telah kehilangan banyak kesempatan. Kesempatan untuk berjuang, kesempatan untuk berbuat baik / beramal sholeh, dan kesempatan – kesempatan yang lain. Untuk itu kalau tidak pandai kita manfaatkan waktu sebaik – baiknya, maka kita akan termasuk orang – orang yang merugi. Sebagaimana Allah telah mengingatkan kepada kita melalui firman-Nya :<br />Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al Ashr :1-3 )<br /><br />Dari ayat diatas, sangatlah jelas bahwa kebanyakan manusia tidak memperhatikan pentingnya waktu. Termasuk didalamnya dalam melaksanakan tugas sebagai khalifah dimuka bumi ini. Sebab sebagian besar dari kita telah melupakan kesempatan tersebut, dan perlu diingat kesempatan kita dibatasi oleh umur, oleh kemampuan. Kesibukan dalam melaksanakan aktifitas duniawi telah banyak menyita waktu dan kesempatan kita dalam rangka melaksanakan tugas dan tanggungjawab untuk menggapai kebahagiaan yang kekal di akhirat kelak.<br /><br />Ada tiga hal yang Allah SWT tawarkan melalui ayat diatas, diantaranya adalah : Orang yang beriman dan beramal sholeh dan saling nasehat menasehati dalam kebenaran dan dalam kesabaran. Maka muncullah pertanyaan, siapakan orang yang beriman itu? Allah SWT menjelaskan orang beriman, sebagaimana firman-Nya :<br /><br />Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.” ( QS AL Hujuurat : 15 )<br /><br />Iman merupakan standart utama / pokok untuk mendapatkan kenikmatan dan kemuliaan disisi Allah SWT. Sebagaimana firman Allah :<br /><br />“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan”. (QS An Nahl : 97 )<br /><br />Kemudian amal sholeh, yaitu perbuatan yang bermanfaat jauh dari madhorot, yang dilakukan dengan ikhlas hanya untuk mencari ridlo Allah dan sesuai dengan tuntutnan Rasulullah Muhammad SAW. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Nasai :<br />إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَّ مَاكَانَ لَهُ خَالِصًاوَابْتَغِى بِهِ وَجْهَهُ<br />“ Sesungguhnya Allah tidak akan menerima dari semua jenis amalan, kecuali yang murni untuk Allah dan untuk mencari wajah Allah.”<br /><br />Allah SWT juga berfirman :<br /><br />Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( QS Ali Imran : 31 )<br /><br />Iman dan amal sholeh punya pengertian sendiri sendiri, tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Karena tidak disebut orang beriman kalau ia tidak beramal sholeh. Begitu juga tidak disebut amal sholeh kalau tidak di dasari dengan keimanan.<br /><br />Berikutnya tentang nasehat untuk kebenaran dan kesabaran. Kebenaran itu mutlak hanyalah yang datang dari Allah SWT , الحق من رّبّك . Kita sebagai umat Muhammad berkewajiban untuk menyampaikan kebenaran yang telah dibawa oleh nabi kita Muhammad SAW sebagaimana sabda Rasulullah yang sudah popular, yang artinya : “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat.” Dan dalam hadits yang lain juga ditegaskan : “Sampaikanlah kebenaran itu walau terasa pahit”. Adapun teknik dan cara menyampaikan kebenaran dan mengajak manusia agar selalu berjalan diatas jalan Allah telah diterangkan dalam Al Qur’an, sebagaimana firman Allah :<br /><br />Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (An Nahl : 125)<br /><br />Betapa lengkapnya Allah telah membekali hamba – hamba-Nya untuk berjuang didalam dakwah-Nya. Disamping kewajiban untuk menasehati dalam hal mentaati kebenaran, juga menasehati untuk selalu melakukan kesabaran. Sebagaimana firman Allah :<br /><br />Hai orang-orang yang beriman, Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” ( QS Ali Imran : 200 )<br /><br />Dari keterangan diatas, sebagai warga Persyarikatan Muhamamdiyah kita mestinya sangat tersinggung. Sebab Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang bergerak dibidang dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Sementara secara realitas, masih banyak lahan dakwah yang sering kita abaikan. Masih banyak umat yang membutuhkan uluran tangan kita, masih banyak jiwa yang membutuhkan sentuhan dakwah kita, masih banyak tugas dan tanggungjawab yang diembankan ke pundak kita. Akan tetapi kita seringkali lupa, cuek bahkan acuh tak acuh terhadap persoalan diatas. Kita sibuk dengan urusan – urusan pribadi; mengumpulkan harta, membangun rumah mewah, berusaha memiliki kendaraan mewah, hingga memanjakan anak – anak kita. Kita lupa kalau ada tugas dakwah yang diembankan ditangan kita.<br /><br />Ditambah persoalan yang dihadapi Muhammadiyah kian hari kian kompleks. Beberapa persoalan klasik yang selama ini masih menjadi PR yang belum terselesaikan adalah proses kaderisasi di Muhammadiyah yang kian mandek, ideology Muhammadiyah yang mulai pudar, kelangkaan kader – kader ‘ulama , komitmen sebagian pimpinan / aktifis yang mulai melemah sampai dakwah Muhammadiyah yang “kurang diminati oleh umat”. Bahkan lebih ironis lagi banyak kader Muhammadiyah yang terbuai dengan mainan baru mereka, yakni partai politik, sehingga kader – kader Muhammadiyah tersebut akhirnya tidak punya banyak waktu untuk Muhammadiyah dan akhirnya melupakan Muhammadiyah sebagai induknya. Ini adalah sebagian persoalan yang dihadapi Muhammadiyah. Persoalan tersebut satu persatu harus diurai, hingga akhirnya kita dapat merumuskan solusinya.<br /><br />Mari pada kesempatan yang mulia ini kita cermati bersama, bahwa kita Ber- Muhammadiyah selama ini sebagai Pimpinan sudah melaksanakan tugas kita masing – masing atau belum? Sampai tahun ketiga pasca Musyawarah Daerah periode Muktamar ke – 45 ini, program apa yang telah kita laksanakan. Kemudian program apa yang belum dapat direalisasikan? Kemudian mari kita memberikan perhatian yang serius pada program – program yang belum terlaksana, sehingga sampai masa jabatan kita akan dapat menyelesaikan semua program dengan baik.<br /><br />Mari kita luangkan waktu kita sejenak untuk melihat strategi dakwah Muhammadiyah yang telah dibangun oleh para pendiri dan pendahulu Muhammadiyah, mereka telah meletakkan landasan dakwah yang bila dilaksanakan dengan baik maka kita akan menggapai kesuksesan besar. Landasan dakwah tersebut lebih dikenal dengan 12 langkah Muhammadiyah tahun 1938 – 1940, adalah sebagai berikut :<br />1. Memperdalam masuknya Iman.<br />2. Memperluas Paham Agama.<br />3. Membuahkan budi pekerti.<br />4. Menuntun Amal Intiqod (self correcti )<br />5. Menguatkan persatuan<br />6. Menegakkan keadilan<br />7. Melakukan kebijaksanaan.<br />8. Menguatkan majelis tanwir<br />9. Mengadakan konferensi bagian<br />10. Mempermusyawarahkan keputusan<br />11. Mengawaskan gerakan jalan<br />12. Mempersambungkan gerakan luar<br /><br />Untuk lebih jelas dan faham, silahkan bisa dibaca pada Tafsir Langkah Muhammadiyah 1938 – 1940 dalam buku “ Ideologi dan Strategi Muhammadiyah” Karya Drs. Hamdan Hambali.<br /><br />Akhirnya pada kesempatan yang berbahagia ini kami mengingatkan kepada para rekan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sragen beserta Majelis, Lembaga, Badan, Ortom, Pimpinan Amal Usaha Muhammadiyah dan hadirin yang hadir pada Rapat Pimpinan Daerah ( RAPIMDA) ke – III tahun ini, marilah kita mengevaluasi diri sejauh mana tugas dan tanggungjawab masing – masing kita laksanakan? Selanjutnya marilah kita meluangkan waktu sejenak untuk membaca sejarah, kenapa KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah? Apa sebenarnya tujuan Muhammadiyah? Apa yang diperjuangkan oleh Muhammadiyah? Dasar – dasar apa yang telah diletakkan oleh para pendiri Muhammadiyah? Setelah itu marilah kita gandengkan tangan kita bersama – sama, kita satukan visi dan misi kita, kita satukan hati, fikiran dan tenaga kita untuk membangun, mengembangkan dan meneruskan perjuangan para pendahulu kita, yakni “ Terwujudnya masyarakat utama yang adil dan makmur yang diridloi oleh Allah SWT.”<br /><br />Hanya dengan usaha maksimal secara bersama – sama sesuai dengan tugas dan tanggungjawab masing – masing, serta menyerahkan segala keputusan kepada Allah SWT, mudah – mudahan semua yang kita cita – citakan bakal terwujud.<br /><br />Nasrun Minallah Wa Fathun Qorieb.<br />Wassalamu’alaikum Wr. Wb.<br /><br />( Disampaikan pada Pidato Ifittah Rapat Pimpinan Daerah (RAPIMDA) Muhammadiyah Sragen tanggal 20 Mei 2008 )Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-3302116371452910122008-05-18T20:33:00.000-07:002008-05-18T20:38:08.909-07:00PRINSIP - PRINSIP AQIDAH SHOHIHAH<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGDT1BZAhGCIULfpsJrbrWlg4J8M_-DymMoS20cKraDkOj1RIRbOCf_NcVptz7QcdVM2DBh0gZo3MLckgqkjvusQdr00b3eh55N7iYSFADaX8CPTFabL2qTda5CXDOsTMGY7F6se2QhqmB/s1600-h/DSC02308.JPG"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5201927513103445090" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; CURSOR: hand" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGDT1BZAhGCIULfpsJrbrWlg4J8M_-DymMoS20cKraDkOj1RIRbOCf_NcVptz7QcdVM2DBh0gZo3MLckgqkjvusQdr00b3eh55N7iYSFADaX8CPTFabL2qTda5CXDOsTMGY7F6se2QhqmB/s320/DSC02308.JPG" border="0" /></a><br /><div></div><br /><div>Diantara pengertian Iman kepada Allah, adalah iman atau yakin bahwa Allah adalah Ilah (sesembahan) yang benar. Allah berhak disembah tanpa menyembah kepada yang lain, karena Dialah pencipta hamba- hamba-Nya, Dialah yang memberi rizki kepada manusia, yang mengetahui segala perkara yang dilakukan oleh manusia. Dialah yang Maha Kuasa, yang memberikan pahala bagi yang taat kepada-Nya, yang mengazab manusia yang berbuat maksiat. Untuk tujuan ibadah inilah Allah menciptakan jin dan manusia, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya :</div>Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (QS Adz Dzariyat :56-58)<br /><br />Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu Mengetahui.” (QS 2 :21-22)<br />Dalam ayat-Nya yang lain, Allah juga menegaskan bahwa Ia mengutus para Rasul kepada manusia untuk mengingatkan kepada mereka agar beribadah kepada Allah semata. Ia berfirman :<br /><div>Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", (An Nahl :36)<br /><br />“ Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku". ( Al Anbiya’ : 25)<br /><br />“ (Inilah) suatu Kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha tahu, Agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya Aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa khabar gembira kepadamu daripada-Nya,” ( QS Huud : 1-2)</div><div>Hakikat ibadah adalah mengesakan Allah dengan segala bentuk perhambaan seperti, doa, sholat, shaum, qurban, nadzar, serta berbagai macam ibadah lainnya yang dilakukan dengan penuh ketundukan dan kepatuhan terhadap Allah, disertai rasa cinta kepada-Nya dan rasa hina dalam naungan keagungan-Nya. Nash - nash dibawah ini melengkapi dalil - dalil diatas :<br /><br />“....Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, Hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).... “( QS Az Zumar : 2-3)<br />Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia... “ ( Al Isro’ : 23 )<br /><br />Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya).” (QS Al Mukmin : 14)<br />Sebuah hadits nabi yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Mu’az menyatakan bahwa Rasulullah telah bersabda :</div><div><br />“ Hak Allah atas hamba - hamba_Nya adalah agar mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya.” ( HR Bukhari dan Muslim )<br />Iman kepada Allah juga mencakup keyakinan terhadap semua yang telah diwajibkan Allah kepada manusia, diantaranya yang tercakup dalam Rukun Islam, yakni : Syahadat (persaksian) bahwa tiada Ilah selain Allah dan Sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah; Menegakkan sholat, mengeluarkan zakat; shaum dibulan Ramadhan; dan haji ke Baitullah bagi mereka yang mampu melakukannya. Diantara kelima hal diatas, yang paling penting adalah Syahadat Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah.<br />Syahadat Laa Ilaaha Illallah bermakna ketulusan ibadah tertuju hanya kepada Allah semata dan penolakan terhadap sesembahan lainya. Tidak ada yang patut disembah selain Allah. Oleh karena itu setiap yang disembah selain Allah, baik berbentuk manusia, malaikat, jin atau yang lain semua itu adalah bathil atau tertolak. Firman Allah :<br /><br />(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah Karena Sesungguhnya Allah, dialah (Tuhan) yang Haq dan Sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, Itulah yang batil,... “ ( AL Hajj : 62 )</div><div>Diantara pengertian lain dari Prinsip Iman kepada Allah adalah keyakinan bahwa Allah ta’ala adalah pencipta alam semesta. Dialah yang mengatur alam semesta dengan ilmu dan kekuasaan yang dimiliki-Nya. Dialah raja di dunia dan di akhirat, Rabb semesta alam. Firman-Nya :<br />“Allah menciptakan segala sesuatu dan dia memelihara segala sesuatu.” (Az Zumar:62)<br />Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang Telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu dia bersemayam di atas 'Arsy. dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.”( QS AL A’raf : 54 ) Iman kepada Allah berarti beriman kepada nama - nama-Nya yang mulia dan sifat - sifat-Nya yang agung, seperti yang tertera dalam Al Qur’a n dan telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW, tanpa mengubah, mengingkari, membatasi, dan menyerupakan dengan lainnya. Setiap muslim wajib meyakini tanpa mempersoalkannya. Nama - nama itu memiliki arti yang agung dan mulia, sesuai dengan sifat Allah sendiri. Allah berfirman :<br />“ tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan Melihat.” ( QS Asy Syura:11)<br /><br />“ Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui.” ( An Nahl : 74 )<br />Inilah aqidah Ahlussunah Wal Jama’ah, aqidah para sahabat Rasulullah dan para pengikutnya yang setia. Dan aqidah ini pulalah yang diambil sebagai rujukan oleh Imam Abul Hasan Al Asy’ari dalam kitabnya “Muqolat an Ashabil Hadits wa Ahlissunah.” Dan juga diambil oleh para ahli ilmu dan iman. Mudah - mudahan Allah SWT senantiasa menuntun kita untuk tetap berada pada aqidah yang benar. Amiin.. </div>Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-72506729516364709802008-05-16T17:28:00.000-07:002008-05-16T17:29:21.485-07:00I F F A HDi penggalan masa ini, disaat kejahiliahan hampir merata di seluruh penjuru, upaya penjagaan diri dari berbagai bentuk kemaksiatan, kesiasian dan kerendahan terasa lebih butuh untuk ditekankan. Terlebih bagi seorang muslimah yang telah mulai tumbuh kesadaran mempelajari Al Islam dan komitmen mengamalkannya. Iffah adalah bahasa yang lebih akrab untuk menyatakan upaya penjagaan diri ini. Iffah sendiri memiliki makna usaha memelihara dan menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak halal, makruh dan tercela.<br />Ada beberapa hal yang bisa menumbuhkan iffah, yang sewajarnya diusahakan oleh seorang muslimah diantaranya:<br />Ketaqwaan Kepada Allah<br />Hal ini merupakan asas paling fundamental dalam mengusahakan iffah pada diri seseorang. Ketaqwaan adalah pengekang seseorang dari perbuatan-perbuatan tercela yang dilarang oeh dienul Islam. Taqwa akan menyebabkan seseorang selalu berhati dalam melakukan berbagai perbuatan, baik di kala sendirian maupun keramaian mengamalkan sabda Nabi sholallohu alaihi wasalam " Bertaqwalah kepada Allah dimanapun kamu berada…" segala anggota tubuh akan selalu terjaga jangan sampai melanggar larangan Allah sehingga terjerumus dalam kemurkaan-Nya. Mulutnya terjaga dari pembicaraan yang bermuatan dosa, baik dosa kepada Allah, maupun dosa kepada manusia seperti ghibah, fitnah adu domba berdusta, mngumpat kepada taqdir, mencela zaman dan lain sebagainya. Tangannya pun terjaga dari hal yang dilarang seperti mengambil yang bukan haknya, memukul tanpa kebenaran, bersentuhan/ berjabat tangan dengan yang bukan mahram dan lainnya. Mata pun demikian tak kalah dengan anggota tubuh yang lain tak ingin terjerumus dalam mengumbar pandangan yang diharamkan, dan seluruh anggota tubuh yang lainnya selalu terjauh dari larangan Allah azza wa jalla. Sungguh ketika taqwa berdiam pada diri seseorang, maka muncullah pribadi yang penuh dengan hiasan yang tak tertandingi keindahannya. Mengalahkan keindahan mutiara, emas, perak, berlian dan hiasan dunia yang lainnya. Taqwa tak sebatas hanya di masjid, atau di tempat kajian saja, namun ia melekat dimanapun dan kapanpun. Di rumah, tempat belajar, sekolah dan di segala tempat…<br />Nikah<br />Nikah adalah salah satu jalan lempang untuk menjaga kesucian diri. Bahkan sarana yang terutama untuk menumbuhkan sifat iffah. Dengannya terjaga pandangan mata dan kehormatan diri seorang muslimah. Yang memang godaan kepadanya sangat besar dan berat . maka nikah adalah solusi yang paling tepat. Ia adalah fitrah kemanusiaan yang di dalamnya terkandung rasa cinta dan kasih sayang serta kedamaian, yang tak di dapatkan dengan jalan-jalan yang lain. Ini sebagaimana firman Allah :<br />"dan diantara tanda kekuasaanNya adalah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa cinta dan kasih sayang " ( QS Ar Rum : 21 )<br />Rasa Malu<br />Ia adalah sifat yang agung dan terpuji. Dengan rasa malu, seorang akan terhindar dari berbagai perbuatan yang keji, tidak pantas, mengandung dosa dan kemaksiatan. Ia menjadi bertambah indah ketika melekat pada diri seorang muslimah. Dengan malu seorang muslimah akan selalu nampak dalam fitrah kewanitaannya, tak mau mengumbar aurat tubuhnya, tak mau mengeraskan suara yang tak diperlukan di tengah kumpulan manusia, tak tertawa dengan selepas-lepasnya dan yang lain sebagainya. Orang yang awam sekali pun bila disuruh untuk memberikan penilaian terhadap dua orang , yang seorang adalah wanita yang menjaga rasa malunya. Seorang lagi tak pedulian tak punya rasa malu terhadap orang, bicara seenaknya duduk seenaknya, segalanya seenaknya tentu orang akan memberikan penilaian tinggi pada wanita yang pertama daripada wanita yang kedua. Rasa malu ini benar-benar akan menjadi penjaga yang baik bagi seorang muslimah. Ia akan menyedikitkan beraktivitas keluar rumah yang tanpa faedah, ia akan menjaga diri ketika berbicara dengan orang terlebih laki-laki yang bukan mahram. Tentu hal ini akan lebih menjaga kehormatannya.Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-40013786154732864272008-05-16T17:09:00.000-07:002008-05-16T17:11:58.733-07:00KALIAN MESTI JAUHI<span style="color:#ffffff;"><span style="color:#000000;"><span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_3">Tidak</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_4">dapat</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_5">diingkari</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_6">bahwa</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_7">beragam</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_8">penyimpangan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_9">hadir</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_10">dengan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_11">leluasa</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_12">di</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_13">masa</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_14">ini</span>. <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_15">Pada</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_16">hampir</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_17">semua</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_18">bidang</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_19">kehidupan</span>, <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_20">baik</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_21">aqidah</span>, <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_22">ibadah</span>, <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_23">kemasyarakatan</span>, <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_24">budaya</span>, <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_25">sosial</span>, <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_26">politik</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_27">dan</span> yang lain. <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_28">Menimpa</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_29">pada</span> level <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_30">individu</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_31">maupun</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_32">masyarakat</span> yang <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_33">prianya</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_34">juga</span> yang <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_35">wanita</span>.<br /><span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_36">Untuk</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_37">golongan</span> yang <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_38">terakhir</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_39">ini</span> (<span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_40">wanita</span>). <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_41">Kita</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_42">temukan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_43">bermacam</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_44">penyimpangan</span> yang <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_45">luar</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_46">biasa</span>. <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_47">Diantara</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_48">penyimpangan</span> yang <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_49">terjadi</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_50">pada</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_51">kaum</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_52">wanita</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_53">adalah</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_54">sebagai</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_55">berikut</span>:<br />1. <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_56">Tidak</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_57">sopan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_58">pada</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_59">kedua</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_60">orang</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_61">tua</span>, <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_62">tidak</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_63">berbakti</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_64">kepada</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_65">keduanya</span>, <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_66">misalnya</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_67">berani</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_68">mengangkat</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_69">suara</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_70">di</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_71">hadapan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_72">keduanya</span>, <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_73">menghardik</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_74">dan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_75">tidak</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_76">mentaati</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_77">keduanya</span>. <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_78">Penyimpangan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_79">ini</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_80">sangat</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_81">banyak</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_82">dilakukan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_83">oleh</span> para <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_84">wanita</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_85">di</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_86">zaman</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_87">ini</span>, <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_88">tidak</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_89">hanya</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_90">dilakukan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_91">oleh</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_92">orang</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_93">awam</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_94">saja</span>, <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_95">namun</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_96">juga</span> para <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_97">penuntut</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_98">ilmunya</span>. <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_99">Padahal</span> Allah <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_100">berfirman</span> "<span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_101">Maka</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_102">janganlah</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_103">kamu</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_104">mengatakan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_105">kepada</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_106">keduanya</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_107">perkataan</span> 'ah !'..."<br />2. <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_108">Banyak</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_109">ngerumpi</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_110">hal</span>-<span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_111">hal</span> yang <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_112">tidak</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_113">bermanfaat</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_114">saat</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_115">berkumpul</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_116">di</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_117">majelis</span>-<span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_118">majelis</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_119">kaum</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_120">wanita</span>. <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_121">Misalnya</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_122">berbicara</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_123">tentang</span> Allah <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_124">tanpa</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_125">illmu</span>, <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_126">berdusta</span>, <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_127">membicarakan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_128">kejelekan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_129">orang</span> lain, <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_130">mengadu</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_131">domba</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_132">dan</span> lain <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_133">sebagainya</span>. <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_134">Bagi</span> yang <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_135">terakhir</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_136">ini</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_137">seakan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_138">jadi</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_139">hal</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_140">umum</span> yang <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_141">dilakukan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_142">di</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_143">majelis</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_144">kaum</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_145">wanita</span> ( <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_146">lihat</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_147">pembahasan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_148">tentang</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_149">lidah</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_150">dan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_151">bahayanya</span>).<br />3. <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_152">Meninggalkan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_153">amar</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_154">ma'ruf</span> & <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_155">nahi</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_156">mungkar</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_157">serta</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_158">dakwah</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_159">di</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_160">kalangan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_161">kaum</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_162">wanita</span>. <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_163">Mungkin</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_164">karena</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_165">malu</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_166">atau</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_167">takut</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_168">pada</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_169">mereka</span>.<br />"<span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_170">dan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_171">orang</span>-<span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_172">orang</span> yang <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_173">beriman</span>, <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_174">lelaki</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_175">dan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_176">perempuan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_177">sebagian</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_178">mereka</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_179">adalah</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_180">penolong</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_181">bagi</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_182">sebagian</span> yang lain. <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_183">Mereka</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_184">menyuruh</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_185">mengerjakan</span> yang <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_186">makruf</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_187">dan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_188">mencegah</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_189">dari</span> yang <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_190">mungkar</span>, <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_191">mendirikan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_192">sholat</span>, <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_193">menunaikan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_194">zakat</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_195">dan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_196">mereka</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_197">taat</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_198">pada</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_199">allah</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_200">dan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_201">rasulnya</span>. <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_202">Mereka</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_203">itu</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_204">akan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_205">diberi</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_206">rahmat</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_207">oleh</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_208">allah</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_209">sesungguhnya</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_210">allah</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_211">maha</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_212">perkasa</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_213">lagi</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_214">maha</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_215">bijaksana</span>.(<span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_216">QS</span> At- <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_217">Taubah</span> : 71)<br />4. <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_218">Tidak</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_219">menundukkan</span> / <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_220">memalingkan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_221">pandangan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_222">ketika</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_223">melihat</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_224">pria</span> yang <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_225">bukan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_226">mahramnya</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_227">seolah</span>-<span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_228">olah</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_229">perintah</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_230">untuk</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_231">memalingkan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_232">pandangan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_233">hanya</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_234">berlaku</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_235">untuk</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_236">pria</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_237">saja</span>, <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_238">tidak</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_239">untuk</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_240">wanita</span>. <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_241">Firman</span> Allah,<br />"<span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_242">katakanlah</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_243">kepada</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_244">wanita</span> yang <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_245">beriman</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_246">hendaklah</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_247">mereka</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_248">menahan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_249">pandangannya</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_250">dan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_251">memelihara</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_252">kemaluannya</span>" (<span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_253">QS</span> An-<span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_254">Nur</span>: 31)<br />5. <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_255">Seorang</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_256">wanita</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_257">melihat</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_258">wanita</span> lain <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_259">kemudian</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_260">menceriterakannya</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_261">dengan</span> detail <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_262">kepada</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_263">salah</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_264">seorang</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_265">kerabatnya</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_266">seolah</span>-<span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_267">olah</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_268">dia</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_269">melihatnya</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_270">secara</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_271">langsung</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_272">demikian</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_273">detailnya</span>, <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_274">padahal</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_275">tidak</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_276">ada</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_277">tujuan</span>-<span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_278">tujuan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_279">sar'i</span> yang <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_280">dibolehkan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_281">agama</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_282">seperti</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_283">untuk</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_284">nikah</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_285">misalnya</span>.<br />"<span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_286">janganlah</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_287">seorang</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_288">wanita</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_289">berkumpul</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_290">dengan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_291">wanita</span> lain <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_292">kemudian</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_293">menceriterakannya</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_294">pada</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_295">suaminya</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_296">seolah</span>-<span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_297">olah</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_298">dia</span> (<span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_299">suami</span>) <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_300">melihatnya</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_301">langsung</span>" (<span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_302">Mutafaqun</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_303">alaih</span>)<br />6. <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_304">Meniru</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_305">penampilan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_306">pria</span>, <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_307">baik</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_308">dalam</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_309">hal</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_310">pakaian</span> , <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_311">gerakan</span>, <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_312">cara</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_313">berjalan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_314">atau</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_315">gaya</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_316">bicaranya</span>. <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_317">Rasulullah</span> saw, <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_318">bersabda</span><br />"Allah <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_319">melaknat</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_320">laki</span>-<span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_321">laki</span> yang <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_322">memakai</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_323">pakaian</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_324">wanita</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_325">dan</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_326">melaknat</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_327">wanita</span> yang <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_328">memakai</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_329">pakaian</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_330">pria</span>"<br /><span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_331">beliau</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_332">juga</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_333">bersabda</span>,<br />"Allah <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_334">melaknat</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_335">orang</span>-<span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_336">orang</span> yang <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_337">meniru</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_338">pria</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_339">dari</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_340">kaum</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_341">wanita</span>" (HR. <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_342">Abu</span> <span class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_343">Dawud</span>)</span> </span>Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027705102059516815.post-30641012662082728842008-05-16T09:25:00.000-07:002008-05-16T09:39:15.415-07:00MISI MUHAMMADIYAH<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTXFHv4roVIPHEkxL31Re4ulPejiyXGbUI_1YYCRXTWDDdgrccqjQb70NVBU5gBFRx8oevbMwzIuL6hhGuvLn5Ow9MNaopnSLIRu0tFXFeh3Ykocz-iJnhz1LW7tWKj41TxisT-ezijLjM/s1600-h/lOGO+mUHAMMADIYAH.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5201016125338201122" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; CURSOR: hand" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTXFHv4roVIPHEkxL31Re4ulPejiyXGbUI_1YYCRXTWDDdgrccqjQb70NVBU5gBFRx8oevbMwzIuL6hhGuvLn5Ow9MNaopnSLIRu0tFXFeh3Ykocz-iJnhz1LW7tWKj41TxisT-ezijLjM/s320/lOGO+mUHAMMADIYAH.jpg" border="0" /></a><br /><div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg-yMjybChu4Lqa2D06uu0XYrs-mHu7eAuYIeru6gJp2wxb08t3LbTch49xmDlme7OmlmRi_cxQXIKmIAnsSHtnjhFFByt_s3irK_1ECPvydEDN9C6iPNIDENEpVFX8lGa2R4iOZ21U6UJL/s1600-h/lOGO+mUHAMMADIYAH.jpg"></a><br /><br /><div>Setiap organisasi, termasuk Muhamma-diyah, tentu memiliki misi tertentu yang diembannya. Sejak sebuah organisasi didirikan, para pendirinya sudah merancangkan langkah-langkah strategis apa yang perlu dilakukan, agar cita-cita yang ingin dicapai dengan mendirikan organisasi itu bisa diwujudkan. Misi yang merupakan tugas utama organisasi yang sifatnya mendasar dan fundamental, mempunyai posisi dan peranan yang sangat penting dan strategis bagi sebuah organisasi. Di samping misi itu menjadi semacam “penuntun” bagi semua komponen organisasi kearah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, ia juga menjadi pembeda antara organisasi yang satu dengan organisasi lainnya yang bergerak di bidang yang serupa. Dengan perkataan lain, misi membentuk organisasi memiliki ciri yang khas, yang membedakannya dari organisasi lainnya yang sejenis.Melihat pentingnya posisi dan peranan misi bagi setiap organisasi, maka seperti halnya tujuan organisasi, menjadi sebuah prinsip yang tidak bisa ditawar, bahwa misi organisasi itu harus dirumuskan dengan rumusan yang jelas. Dalam perumusan sebuah misi, menurut seorang pakar manajemen stratejik, yaitu Prof. DR. S.P. Siagian, MPA, ada beberapa ciri yang harus tergambar dalam misi itu, antara lain: pertama, ia merupakan suatu pernyataan yang bersifat umum dan berlaku untuk kurun waktu yang panjang tentang ‘niat’ organisasi yang bersangkutan; kedua, ia mencakup filsafat yang dianut dan akan digunakan oleh organisasi itu; ketiga, secara implisit menggambarkan citra yang hendak diproyeksikan ke masyarakat luas; keempat, ia merupakan pencerminan jati diri yang ingin diciptakan, ditumbuhkan dan dipelihara; kelima, menunjukkan produk apa yang menjadi andalan dari organisasi dan keenam, menggambarkan kebutuhan apa dari masyarakat yang akan diupayakan untuk dipuaskan oleh organisasi.Ada banyak manfaat yang dapat dipetik dengan adanya rumusan sebuah misi organisasi. Di antara manfaat itu adalah bahwa dengan rumusan yang tepat, membuat anggota organisasi punya persepsi yang sama tentang maksud keberadaan organisasi. Ini penting, karena kesamaan persepsi pada gilirannya akan menimbulkan kesamaan gerak dan tindakan dalam menunaikan kewajiban dan tanggung jawab masing-masing, di samping juga menjadi semacam pendorong bagi anggota untuk memberikan kontribusi yang optimal kepada organisasi. Adanya rumusan yang jelas juga memudahkan bagi perumusan langkah dan program organisasi serta penentuan tipe dan struktur organisasi, baik vertikal maupun horizontal.<br />Di samping itu adanya rumusan misi yang jelas juga memudahkan orang luar untuk memahami apa sesungguhnya yang akan diusahakan oleh organisasi, dan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka yang setuju untuk memberikan dukungan, bahkan keinginan untuk bergabung dengan organisasi tersebut.Memperhatikan demikian pentingnya peranan misi bagi sebuah organisasi, di samping mutlak perlunya rumusan yang jelas tentang misi tersebut, timbul pertanyaan, apakah dalam dokumen-dokumen resmi Persyarikatan sudah ada rumusan tentang misi Muhammadiyah itu? Kalau kita menelaah Anggaran Dasar Muhammadiyah, secara harfiah memang tidak ditemukan istilah misi.<br />Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah, sejak Anggaran Dasar pertama sampai dengan Angaran Dasar keempatbelas, istilah yang digunakan -istilah mana semakna dengan istilah misi- adalah istilah maksud, kecuali Anggaran Dasar keempat dan kelima, yang menggunakan istilah hajat. Istilah misi kita jumpai pada tulisan para tokoh Muhammadiyah, terutama Ustadz H. Ahmad Azhar Basyir, MA Ketua PP Muhammadiyah periode 1990-1995, yang secara khusus pernah menulis tentang Misi Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam. Istilah misi dalam dokumen resmi, baru kita jumpai pada Keputusan Muktamar ke-44, khususnya pada Program Muhammadiyah Periode 2000-2005, yang secara eksplisit merumuskan visi dan misi Muhammadiyah.Pada dokumen-dokumen tersebut, misi Muhammadiyah itu berkisar pada tiga pokok substansi, yang oleh Ustadz Ahmad Azhar disebut sebagai tiga pola perjuangan Muhammadiyah, yang secara eksplisit dirumuskan sebagai berikut: 1. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni, sesuai dengan ajaran Allah SwT yang dibawa oleh seluruh Rasul Allah, sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw; 2. Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Qur’an, Kitab Allah yang terakhir untuk umat manusia, dan Sunnah Rasul; 3. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan peribadi, keluarga dan masyarakat.Kalau kita cermati secara saksama rumusan misi Muhammadiyah tersebut, agaknya telah memenuhi kriteria sebagaimana telah dikemukakan di atas. Tiga butir misi yang satu sama lain merupakan satu rangkaian kesatuan yang tidak terpisahkan itu kiranya telah memenuhi ciri-ciri yang diisyaratkan oleh Prof. Dr. S.P. Siagian serta telah berhasil membentuk jati diri Muhammadiyah yang khas, yang membedakan Muhammadiyah dengan organisasi Islam lainnya, yang sama-sama bergerak di bidang dakwah. Jati diri Muhammadiyah yang telah berhasil dibangun melalui misi tersebut, bahwa Muhammadiyah adalah sebuah organisasi gerakan yang senantiasa berjuang menyebarluaskan ajaran Islam, yang selalu berpegang teguh pada keyakinan tauhid yang murni serta berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.<br />Semua aktivitas Muhammadiyah yang memasuki seluruh aspek kehidupan pada hakekatnya merupakan perwujudan dari misi tersebut. Tidak ada aktivitas Muhammadiyah yang terlepas dari misi tersebut, apalagi sampai bertentangan dengan semangat dan jiwa yang terkandung di dalamnya. Bahkan tidak hanya itu. Misi Muhammadiyah tersebut tidak hanya menjadi ciri bagi Muhammadiyah secara kelembagaan, tetapi seharusnya juga menjadi ciri bagi setiap individu dalam Muhammadiyah. Ciri orang Muhammadiyah yang menonjol adalah bahwa dia memiliki keyakinan tauhid yang kokoh dan sangat peka terhadap paham, keyakinan, kepercayaan dan sebagainya yang berbau syirik, yang dapat merusak keyakinan tauhidnya. Di samping itu, orang Muhammadiyah adalah orang yang sangat giat berdakwah dan berusaha untuk mengamalkan ajaran Islam dalam keseharian hidupnya, tanpa bertanya apakah hukum amalan itu wajib, sunnah atau mubah. Semua amalan yang telah dituntunkan dan dicontohkan oleh Rasul Allah Muhammad saw, diusahakan untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah para aktivis dan pimpinan Muhammadiyah sudah seperti itu?<br />---------</div><br /><br /><div>From : muhammadiyah.or.id</div></div>Abu Annisahhttp://www.blogger.com/profile/03379891337203379843noreply@blogger.com0